Namun praktek demokrasi langsung tersebut yang baru berjalan sejak tahun 2004, masih menemukan banyak kendala dan bahkan timbul implikasi yang mungkin tidak diperhitungkan. Fenomena demokrasi langsung tersebut baik dalam pemilihan Presiden maupun Gubernur dan Bupati/Walikota menimbulkan kecenderungan terutama pemilu Kepala Daerah, diberbagai daerah terjadi; konflik horizontal antar pendukung calon, money politik dan biaya yang besar (high cost) bagi masing-masing calon pemimpin tersebut. Bahkan hasil pemilu kepala daerah tersebut justru yang terpilih tidak memenuhi standar kompetensi sebagai pemimpin. Tidaklah mengherankan jika banyak terjadi para kepala daerah menjadi tersangka dalam kasus pidana korupsi. Fenomena tersebut harus memdapatkan perhatian untuk mengkaji lebih jauh terhadap sistem pemilihan pemimpin pemerintahan yang dilakukan secara langsung. Pendekatan interdispliner atau multidisipliner nerupakan keniscayaan, agar sistem yang baru berjalan belum lama tersebut lebih teruji, jika sistem demokrasi langsung dianggap sebagai instrumen kontrol yang lebih unggul terutama dalam memilih pemimpin pemerintahan tersebut. Apabila kepemimpinan pemerintahan dengan melalui sistem dan mekanisme yang sudah teruji maka pemimpin yang dihasilkan sesuai dengan standar kompetensi yang dipersyaratkan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang efisien dan efektif.
VII. Globalisasi
Disamping otonomi daerah, globalisasi merupakan lingkungan strategis yang akan mempengaruhi kehidupan bangsa di masa yang akan datang. Globalisasi disatu sisi membawa perbaikan ekonomi kepada negara yang efisien dan cukup kompetitif dalam pasar internasional. Tetapi hal ini menjadi sangat beresiko karena dapat menimbulkan ketidakadilan dalam ekonomi, marjinalisasi dan eksploitasi sosial. Meningkatnya ketidakadilan dapat memperburuk upaya penanggulangan kemiskinan. Karena itu, penyebab kemiskinan tidak hanya dari faktor penyebab tradisional seperti kurang meratanya akses terhadap pendidikan, bias urban dan lainnya, tetapi juga harus dilihat dari segi ketidakseimbangan global dalam kompleksitas interaksi antar aset, pasar dan kelembagaan (KPK,2002).
Globalisasi mentransformasi bidang perdagangan, keuangan, ketenagakerjaan, teknologi, komunikasi, lingkungan, dan bahkan kehidupan sosial dan kultural bangsa didunia dewasa ini. Proses integrasi yang tak terelakkan ini dapat memberikan manfaat yang berlimpah bagi kehidupan ekonomi, sospol, serta kebudayaan, namun disisi lain jika tidak dikelola dengan baik maka dampak negatif dari globalisasi akan kita rasakan. Dalam laporan World Development Report (World Bank, 1995:3) dilaporkan bahwa globalisasi dapat memicu pertumbuhan ekonomi sehingga dapat mengurangi kesenjangan dan dapat mengurangi kesenjangan dan kemiskinan melalui efek ganda (multiplier effects) perluasan peluang kerja dan peningkatan upah riel. Bagi negara maju karena ketersediaan dukungan berbagi keunggulan, barangkali hipotesis itu dapat menjadi kenyataan. Bagi kebanyakan negara berkembang dengan berbagai macam kondisi keterbelakangan merasa khawatir bahwa integrasi dunia hanya menguntungkan pemilik modal (negara-negara maju) dan akan menimbulkan malapetaka bagi negara-negara berkembang. Masyarakat miskin yang merupakan mayoritas pendududuk negara berkembang mungkin tidak dapat menikmati peluang-peluang yang tercipta dan bahkan terpaksa tersisih dalam pusaran kemiskinan, hal ini berarti globalisasi justeru dapat menghambat pemerintah dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakatnya.
Adanya globalisasi harus dapat menjadi pendorong dan mempercepat proses adopsi dapat implementasi pembangunan yang optimal dan berkelanjutan. Salah satu strategi yang dapat ditempuh oleh pemerintah Indonesia (baik pusat maupun daerah) dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui suistainable delopment, yaitu mengintegrasikan aspek sosial dan lingkungan dalam setiap kebijakan pembangunan. Dengan potensi yang besar dan beragam, Indonesia mempunyai peluang baik untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, Indonesia harus mampu meningkatkan daya saing dengan bangsa lain didunia, dengan memperhatikan, pertama, kemampuan menghasilkan suatu komoditi yang lebih murah dari pesaing tidak cukup menjamin keunggulan daya saing di pasar internasional. Kedua, kemampuan untuk menyediakan produk yang sesuai dengan preferensi konsumen yang berkembang, sangat menentukan keunggulan bersaing di pasar internasional. Ketiga, keunggulan daya saing ditentukan oleh kemampuan mendayagunakan keunggulan komparatif yang dimiliki mulai dari hulu hingga hingga hilir, dalam menghasilkan suatu produk sesuai dengan preferensi konsumen berkembang.
VIII. Â TANTANGAN PEMERINTAH DAERAH PADA ERA GLOBAL
Salah satu kunci keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dalam menghadapi era global adalah dengan mengembangkan otonomi daerah dan desentralisasi. Dalam era penguatan otonomi dan desentralisasi, diharapkan mekanisme perumusan kebijakan yang akomodatif terhadap aspirasi masyarakat daerah dapat dibangun, sehingga keberadaan otonomi daerah akan lebih bermakna dan pada akhirnya akan meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat.
Sejalan dengan itu, pemerintah daerah harus dapat mendayagunakan potensi dan sumber dana daerah secara optimal. Dalam konteks ini, usulan David Osborne, dan Ted Gaebler dalam bukunya Government (1993) untuk entrepreneural spirit dalam sector publik perlu kita simak. Menurut semangat wirausaha tidak hanya para pelaku bisnis, tetapi juga dapat diterapkan bagi para birokrat dan lembaga lainnya. Dalam konteks pemerintah daerah, semangat wirausaha dapat diwujudkan dengan mengubah gaya manajemen yang hierarkis-birokratis menjadi gaya manajemen yang lebih partisipatif atau participatory management dan teamwork organisation (Kuncoro, 1997).
Akhirnya, dengan semakin berkurangnya tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat, meningkatnya profesionalisme aparatur pemerintah daerah, dan reformasi manajemen keuangan daerah diharapkan akan memacu mewujudnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab serta memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dalam menyongsong era perekonomian global.
Globalisasi perekonomian me'mbawa implikasi pada pertentangan antara kepentingan nasionalisme ekonomi untuk mempertahankan eksistensi negara bangsa dengan kepentingan efisiensi dan efektivitas yang menjadi trend global untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dunia. Salah satu titik temu kedua pandangan tersebut adalah bahwa pengambilan peluang-peluang dari globalisasi ekonomi diletakkan dalam konteks penguatan ekonomi nasional.
Langkah konkrit yang diambil harus dalam rangka menghadapi globalisasi perekonomian dunia adalah dengan melakukan penguatan ekonomi rakyat dan peiaksanaan otonomi luas. Hal tersebut antara lain bertujuan untuk menciptakan sistem ekonomi nasional yang tangguh, mandiri, efisien, dan efektif sehingga siap bermain dalam sistem perekonomian global. Agenda paling mendesak yang harus dilakukan dalam rangka peiaksanaan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab dalam melaksanakan reformasi manajemen keuangan daerah agar daerah siap dalam menyelenggarakan otonomi dan pembangunan daerah.
IX. Model Pemerintah Daerah Masa Depan
Pemberian otonomi daerah akan mengubah perilaku pemerintah daerah untuk lebih efisien dan profesional. Untuk itu, pemerintah daerah perlu melakukan perekayasaan ulang terhadap birokrasi yang selama ini dijalankan (bureaucracy reengineering). Hal tersebut karena pada saat ini dan di masa yang akan datang pemerintah (pusat dan daerah) akan menghadapi gelombang perubahan baik yang berasal dari tekanan eksternal maupun dari internal masyarakatnya.