Terhadap Sarah, maaf, tidak pernah ada cerita tentangmu sekali pun sepanjang bersamanya. Jika kukatakan, Sarah pasti akan cemburu. Aku tidak ingin ketenangan yang telah kami bangun dengan suka hati dan kedamaian di dunia yang telah kami ciptakan bersama-sama menjadi terganggu.
Namun, Mariyana, semata-mata baik Sarah maupun dirimu, kalian sama-sama cinta yang kuat dan kalian tidak dapat saling menggantikan. Sarah adalah cintaku yang abadi; cinta dalam embusan napas setiap hari. Kamu, Mariyana, kamu cintaku yang tak pernah mati; cinta pertama yang hadir tanpa pernah menyepi.
Pagi, kamu kemudian menunjukkan album kenanganmu. Kita duduk berdampingan di satu sofa, membuka halaman demi halaman. Setiap lembar bertutur tentang kisah bahagia dan cintamu bersama suami. Kisah itu begitu detail, rapi dan harmonis. Sesungguhnya, aku cemburu.
Namun, pada lembar paling belakang, kenangan itu berbeda. Kamu menaruh potongan artikel lawas tentang aksi protes para aktivis terhadap pemerintahan terkait isu korupsi dan kebijakan ekonomi dalam sebuah pertunjukan teater kampus pada tahun-tahun rawan. Terpampang juga foto seorang mahasiswa dengan kain merah terikat di kepala, satu tangannya mengepal ke atas.
Aku lantas memperhatikan foto itu dengan saksama. Begitu terlihat jelas, aku terkesiap dan terharu, sangat terharu, Mariyana. Ya, aku mengenalnya. Itu adalah aku.
---
Shyants Eleftheria, Osce te Ipsum
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H