Mohon tunggu...
Septiani
Septiani Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

Suka baca, nulis, dan tomat

Selanjutnya

Tutup

Kkn Pilihan

Kita, yang Tak Menjadi

29 Juni 2024   01:04 Diperbarui: 29 Juni 2024   01:07 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waktu makan tiba. Dia juga sudah bangun aku lihat. Makanan jadi benar-benar lebih enak kalau lapar dan kelelahan. Selesai makan, teman-teman yang laki-laki mengumpulkan piring kotor. Mereka bertugas mencuci piring. Kami memang membuat daftar piket. Laki-laki memasak, perempuan mencuci piring, begitu juga sebaliknya. Semua peraturan kami disusun atas usul Ivanka.

"Selimutmu sudah aku lipat di sofa," bisiknya.

"Hah?!"

Dia tersenyum. "Terima kasih, Sasya."

Dia mengambil piring kotor milikku dan berlalu meninggalkanku yang masih terkejut dengan wajah memanas.

***

Hari ini adalah hari kepulangan. Setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal serta rumah yang kami tinggal sebulan ini dalam keadaan bersih, kami melaju ke pelabuhan. Setibanya di pelabuhan, kami bergegas menata barang-barang. Kapal yang kami naiki kali ini berbeda. Perkiraan kami akan tiba malam hari sehingga tidak harus menunggu besok.

Kami sibuk foto-foto untuk kenangan. Aku juga sempat mengajak Ivanka foto berdua yang diledeki teman-teman seperti foto paslon pemilu karena kami berdua yang bergaya dengan mengepalkan tangan. Aku tidak bisa berkata-kata karena memang ada benarnya setelah aku lihat hasil fotonya.

Seharian kami habiskan waktu dengan menjelajah isi kapal. Ombaknya juga tenang sekali sehingga aku sama sekali tidak merasakan mabuk laut. Kami bersenda gurau. Menikmati waktu bersama ini sebisa mungkin.

Tidak terasa, matahari sudah di ufuk barat. Menampilkan warna jingga pada air laut. Sungguh lukisan alam yang indah. Aku mendapati Ivanka sedang berada di pinggir kapal bertumpu pada tiang kapal. Aku mendekatinya. Arah angin yang berlawanan membuat rambutku menyapu wajah. Dia menatapku dan membenarkan rambutku yang menutupi wajah kemudian menyelipkannya di belakang telinga. Tidak ada kata-kata yang keluar. Kami hanya berdiri di sana bersampingan, menikmati matahari yang mulai menghilang di ufuk barat, dan membiarkan angin membuai kami.

Kapal kami berlabuh pukul sembilan malam. Diam-diam, aku menelan rasa kecewa karena waktu cepat sekali berlalu. Hari ini, aku pulang dengan membawa setumpuk pakaian kotor serta perasaan yang kosong dan hampa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kkn Selengkapnya
Lihat Kkn Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun