Kami kembali dalam keadaan energi yang hampir sepenuhnya habis. Kami mengeluh bersamaan ketika ingat harus memasak untuk makan malam. Kami memutuskan untuk bergiliran memasak dan membersihkan diri biar menghemat waktu.
Aku mendapat giliran pertama setelah menang suit dari teman-teman yang lain. Aku sedikit menggoda mereka sebelum masuk ke kamar mandi. Terdengar sorakan kesal dari mereka yang ingin cepat-cepat istirahat.
Ketika selesai mandi, aku lihat Ivanka sedang merebahkan diri di sofa. Dia menutup matanya dengan sebelah tangan. Dia terlihat lelah sekali. Aku berjalan mengendap-endap agar tidak membangunkannya.
"Kenapa jalan seperti maling?" tanyanya yang sudah duduk di sofa.
"Mau kupijat?" bukannya menjawab pertanyaannya, malah kata-kata lain yang keluar dari mulutku. Aku merutuk dalam hati.
Dia mengangguk. "Kalau gak merepotkan."
"Tapi, aku gak ahli."
Dia tersenyum seolah mengatakan tidak apa-apa. Saat lelah begini, dia masih sempat tersenyum. Namun memang senyumnya jauh lebih tipis. Ini menyiratkan dia benar-benar kelelahan.
Aku membalurnya dengan minyak angin dan memijat bahunya. Berkali-kali aku menanyakan apakah kekuatan pijatanku sudah pas. Aku benar-benar tidak ahli memijat. Aku juga heran kenapa kata-kata itu keluar dari mulutku.
Aku harus menyudahi pijatanku karena temanku memanggil untuk membantu di dapur. Satu lagi, aku juga tidak pandai memasak. Aku tidak tahu apa fungsiku berada di dapur. Aku hanya membantu memotong karena itu yang paling mudah. Meracik masakan dilakukan oleh temanku yang lain. Kami beruntung sekelompok dengannya. Masakannya benar-benar enak.
Aku akhirnya kembali setelah memastikan tidak ada lagi yang bisa aku kerjakan. Aku lihat Ivanka sudah tidur di sofa. Aku menghela napas. Kenapa dia tidak tidur di kamar. Tidur di sofa akan membuat tubuhnya sakit. Aku mengambil selimut milikku dan menyelimutinya. Karena takut ketahuan, cepat-cepat aku kabur ke dapur.