Kami tiba di kosku. Dia turun dari motor dan membukakan helm yang aku kenakan karena aku meminjam helm miliknya. Dia berbalik dan dengan cepat aku menarik ujung jaketnya. Dia terdiam.
"Ivan, kita ini apa?"
Dia tidak langsung menjawab. Ada jeda.
"Gak jadi apa-apa, Sasya."
Aku menggigit bibir bawahku. "Kenapa?"
Dia berbalik, menatapku dan tersenyum. Untuk pertama kalinya, aku tidak suka melihat senyumnya. Dia menepuk kepalaku pelan dan berkata, "Kamu tau jawabannya, Sasya."
Aku menurunkan tanganku yang menarik jaketnya perlahan. Aku hanya ingin mencoba. Kenapa dia juga tidak ingin mencoba. Sejak awal aku sudah tahu. Tangannya menengadah, tanganku menangkup. Cara kami mengamini doa berbeda.
Bagaimana aku akan menjalani hari-hariku yang biasa saja setelah jadi luar biasa dengan kehadiranmu. Bagaimana caranya aku belajar untuk terbiasa tanpa kehadiranmu. Tolong, jangan jadi asing, kalau aku boleh egois. Aku hanya menelan kembali kata-kata yang tidak sempat aku ucapkan dan menatapnya hingga dia tidak lagi terlihat di belokan gang.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H