ANALISIS KASUS PT ASABRI (PERSERO) DENGAN TEORI DASAR FRAUD
A. LATAR BELAKANG
    PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Persero) atau disebut juga dengan PT ASABRI (Persero) merupakan sebuah Badan Usaha Milik Negara berbentuk Perseroan Terbatas. Semua sahamnya dimiliki negara dan dikelola oleh Menteri Negara BUMN sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003. PT ASABRI bergerak di bidang Asuransi Sosial dan pembayaran pensiun khusus untuk Prajurit TNI, Anggota Polri, dan PNS Kementerian Pertahanan Republik Indonesia/Polri. Adapun program yang dikelola terdiri atas Program Tabungan Hari Tua (THT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKm), dan Pensiun. ASABRI juga menjalin kerja sama dengan Bank Mandiri Taspen.
    Kecurangan yang dilakukan pada pengelolaan dana ASABRI merugikan negara sebesar Rp 22,78 Triliun. Kerugian ini lebih besar dari korupsi pada PT Asuransi Jiwasraya yang sebesar Rp 16 Triliun. BPK menyelesaikan investigasi dan juga menghitung kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi senilai Rp 22,78 Triliun. Temuan ini akan berlanjut untuk proses hukum sembilan tersangka kasus tersebut. Setelah itu BPK menyerahkan hasil pemeriksaan investigasi dalam rangka perhitungan kerugian negara (PKN) dalam dugaan korupsi PT ASABRI tahun 2012 - 2019.
    Fraud merupakan tindakan curang atau penipuan yang terjadi dalam penyusunan laporan keuangan. Umumnya, tindakan fraud melibatkan pemalsuan atau memanipulasi data yang dapat merugikan perusahaan. Contoh penipuan meliputi penipuan pajak, penipuan kartu kredit, penipuan sekuritas, serta berbagai bentuk penipuan keuangan lainnya. Penipuan ini dapat dilakukan oleh individu, kelompok, atau bahkan oleh perusahaan secara keseluruhan. Adapun jenis-jenis fraud yakni; korupsi, pencucian dan penggelapan uang, pencurian data, dan penyimpangan aset.
    Audit adalah proses pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan terstruktur oleh pihak yang independen terhadap laporan keuangan yang disusun oleh manajemen, termasuk catatan akuntansi dan bukti pendukungnya. Adapun jenis-jenis audit yaitu; audit hukum, audit syariah, audit keuangan dan audit internal. Tujuan dari audit ini adalah untuk memberikan penilaian mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.
    Pada tugas mata kuliah Sistem Informasi Akuntansi (SIA), saya Septi Amalia Pangesti dan rekan sekelompok saya Friska Dwi Julia ingin mengetahui dan menganalisis kasus pada PT ASABRI (PERSERO). Adanya kecurangan atau fraud dalam suatu perusahaan pada laporan keuangannya dapat menyebabkan dampak atau kerugian bagi perusahaan maupun negara. Kegiatan memanipulasi laporan keuangan ini dilakukan dengan menghilangkan atau memunculkan serta menambah atau mengurangi segala sesuatu yang berhubungan dengan laporan keuangan perusahaan. Maka dari itu saya dan rekan kelompok saya ingin mengkaji dan membahas lebih lanjut mengenai "KASUS FRAUD PADA PT ASABRI (PERSERO)"
B. TINJAUAN PUSTAKA DAN TEORIÂ
1. Pengertian Auditing
    Menurut Alvin Arens (2021), auditing adalah proses pengumpulan dan penilaian bukti terkait pernyataan informasi untuk menilai kesesuaian antara pernyataan tersebut dan kriteria yang telah ditentukan, serta melaporkan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Proses audit harus dilakukan oleh individu yang memiliki kompetensi dan independensi.
    Menurut Agoes (2016:3), auditing dapat diartikan sebagai salah satu bentuk atestasi. Secara umum, atestasi adalah suatu bentuk komunikasi yang dilakukan oleh seorang ahli mengenai penilaian terhadap keandalan pernyataan seseorang.
    PSAK (2019) menyatakan bahwa auditing merupakan suatu proses yang bertujuan untuk menilai bukti yang telah dikumpulkan terkait pernyataan mengenai berbagai peristiwa, serta menganalisis sejauh mana pernyataan tersebut sesuai dengan fakta yang ada. Hasil dari evaluasi ini kemudian disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
    Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa audit adalah proses pengumpulan transaksi yang digunakan untuk menilai atau menganalisis tentang persitiwa yang terjadi pada keuangan perusahaan.
2. Pengertian Laporan Keuangan
    Menurut Hidayat (2018), laporan keuangan adalah informasi yang mencerminkan keadaan keuangan sebuah perusahaan, yang dapat digunakan sebagai gambaran mengenai kinerja keuangan perusahaan tersebut.
    Menurut SAK (2022), Laporan keuangan adalah representasi terstruktur mengenai keadaan keuangan dan kinerja suatu entitas. Laporan ini mencakup berbagai elemen, termasuk neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan posisi keuangan, serta catatan dan dokumen lainnya yang berfungsi sebagai penjelasan dan merupakan bagian penting dari keseluruhan laporan keuangan.
    Menurut Syaiful Bahri (2020) Laporan keuangan adalah ringkasan dari proses pencatatan transaksi keuangan yang berlangsung selama periode tertentu. Dokumen ini disusun untuk mempertanggungjawabkan tugas yang diberikan oleh pemilik perusahaan.
    Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan adalah informasi mengenai kinerja suatu entitas dan keadaan keuangan perusahaan dalam periode tertentu.
3. Fraud Triangle
    Berdasarkan Standar Auditing Standard (SAS) No. 99, yang membahas Pertimbangan Kecurangan dalam Audit Laporan Keuangan, serta penelitian oleh Arens dan rekan-rekannya (2014), konsep Fraud Triangle diperkenalkan sebagai faktor penyebab terjadinya kecurangan. Tindakan kecurangan muncul akibat adanya serangkaian kondisi yang mendukung terjadinya perilaku tersebut, yang dikenal sebagai kondisi penyebab kecurangan. Beberapa penelitian yang memanfaatkan Fraud Triangle untuk mendeteksi dan memprediksi kecurangan antara lain adalah karya Skousen dan rekan-rekannya (2008), Lou dan Wang (2011), Ramamoorti (2008), Dellaportas (2013), Dorminey dan tim (2010), Choo dan Tan (2008), serta Morales dan kolega (2014).
    Konsep ini didasarkan pada penelitian yang menyatakan bahwa penipuan terdiri dari tiga kondisi umum (Cressey, 1953; Dorminey, et al., 2010; Pernyataan Standar Audit (SAS) No. 99; Skousen, et al., 2008; Priantara, 2013).
a) Intensif atau dorongan untuk melakukan perbuatan fraud (pressure)
    Motif munculnya tindakan ini dipicu oleh kebutuhan finansial, gaya hidup, dan tekanan dari pihak lain yang mendorong seseorang untuk melakukan penipuan. Konsep ini dikenal sebagai Perceived Non-Shareable Financial Need. Cressey (1953) mengidentifikasi masalah keuangan yang tidak dapat dibagikan, yang mencakup pelanggaran kewajiban yang melekat pada jabatan yang dipegang, masalah akibat kegagalan pribadi individu yang memiliki posisi tertentu, kegagalan bisnis yang disebabkan oleh faktor eksternal, isolasi fisik akibat masalah pribadi, perilaku buruk yang terkait dengan status, serta hubungan antara atasan dan bawahan.
    Statement of Auditing Standars (SAS) No. 99, menyebutkan terdapat empat jenis kondisi umum terjadi pada tekanan yang dapat mengakibatkan kecurangan yaitu;
- Financial Stability (Stabilitas Keuangan)
- Financial Target (Target Keuangan)
- External Pressure (Tekanan dari Luar)
- Personal Financial Need
b) Peluang atau kesempatan untuk melakukan fraud (opportunity)
    Faktor-faktor yang mendorong munculnya motif peluang antara lain adalah lemahnya sistem pengendalian internal, kepercayaan yang berlebihan terhadap tanggung jawab individu, kurangnya pelatihan dan pengawasan, minimnya konsekuensi bagi pelaku kecurangan, ketidakefektifan program dan kebijakan anti-penipuan, serta lemahnya budaya etika di dalam organisasi.
    Berdasarkan berbagai penelitian yang merujuk pada SAS No. 99, terdapat tiga kategori di mana peluang terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan dapat muncul, yaitu: sifat industri, pengawasan yang tidak efektif, dan struktur organisasi (Skousen et al., 2008: 57).
c) Adanya Tindakan Merasionalisasikan Perbuatan fraud (Rationalization)
    Rasionalisasi adalah proses di mana seseorang mencari alasan untuk membenarkan tindakan kecurangan sebelum melakukannya, dan alasan ini berfungsi sebagai pendorong untuk melakukan kejahatan. Pelaku kecurangan sering kali merasa bahwa tindakan mereka tidak melanggar hukum, meskipun tindakan tersebut dianggap tidak etis. Mereka juga cenderung beranggapan bahwa uang yang dicuri akan dikembalikan di masa depan.
    Menurut Statement of Auditing Standards (SAS) No. 99, auditor perlu menyadari adanya laporan keuangan yang menipu dan pentingnya aspek rasionalisasi dalam mengidentifikasi risiko-risiko kecurangan material yang dapat muncul dari laporan keuangan yang tidak jujur.
C. PEMBAHASAN
1. Kecurangan pada Pengelolaan Dana Asabri Rugikan Negara Rp 22,78 Triliun
    Ditemukan adanya kecurangan dalam pengelolaan dana PT Asabri yang menyebabkan negara alami kerugian hingga Rp 22,7 triliun. Kerugian ini lebih besar daripada korupsi pada PT Asuransi Jiwasraya senilai Rp 16 triliun. Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK telah selesai menginvestigasi dan menghitung kerugian negara dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asabri Persero tahun 2012-2019. BPK menemukan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi itu senilai Rp 22,78 triliun. Temuan BPK ini juga penting untuk kelanjutan proses hukum sembilan tersangka kasus tersebut.
    Ketua BPK Agung Firman Sampurna, didampingi Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono, Sekretaris BPK Bahtiar Arif, dan sejumlah auditor utama investigasi, mendatangi Kejaksaan Agung di Jakarta, Senin (31/5/2021). BPK menyerahkan hasil pemeriksaan investigasi dalam rangka perhitungan kerugian negara (PKN) dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asabri Persero tahun 2012-2019. Dokumen itu sudah diserahkan pada 27 Mei lalu, tetapi pernyataan resmi kepada media baru dilakukan pada Senin siang. Ketua BPK dan jajarannya itu diterima langsung oleh Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.
    Agung Firman mengatakan, pemeriksaan investigasi itu merupakan dukungan BPK dalam pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, yaitu Kejaksaan Agung. Pemeriksaan itu dilakukan untuk menindaklanjuti perhitungan kerugian negara yang disampaikan Kejakgung kepada BPK pada 15 Januari 2021. Pemeriksaan kemudian dilaksanakan dengan standar pemeriksaan negara yang menjadi patokan bagi seluruh pemeriksaan keuangan dan tanggung jawab keuangan negara. "Pemeriksaan investigasi dalam rangka perhitungan kerugian negara itu untuk memperjelas berkurangnya uang negara yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait," ujar Agung.
    Dalam kasus korupsi ini, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka, yakni ARD, SW, BE, HS, IWS, LP, BTS, HH, dan JS. Sebagian dari mereka telah ditahan sejak 1 Februari 2021. Dua tersangka di antaranya juga terpidana korupsi PT Asuransi Jiwasraya sehingga sudah berada di tahanan. Hanya seorang tersangka yang baru ditahan pada 15 Februari 2021. Nilai kerugian negara dalam kasus korupsi PT Asabri ini juga lebih besar dibandingkan dengan kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang senilai Rp 16,8 triliun. Kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya sebelumnya sudah divonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 26 Oktober 2020.
    Lebih lanjut, Agung menegaskan bahwa jika BPK menemukan ada kerugian negara, berarti ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan pihak terkait. Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, disimpulkan ada kecurangan dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asabri Persero tahun 2012-2019. Kecurangan itu berupa kesepakatan penempatan dana investasi yang dilaksanakan dengan cara melanggar hukum oleh sejumlah pemilik perusahaan atau pemilik saham dalam bentuk saham dan reksa dana. Saham dan reksa dana dianggap sebagai investasi yang berisiko tinggi dan tidak likuid. Total nilai kerugian negara akibat penyimpangan pengelolaan dana investasi PT Asabri Persero selama kurun waktu 2012-2019 itu adalah Rp 22,78 triliun.
    "Yang pada akhirnya tidak memberikan keuntungan bagi PT Asabri Persero," kata Agung. Ketua BPK menyampaikan apresiasi kepada Kejaksaan Agung, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bursa Efek Indonesia (BEI), dan industri keuangan serta pihak-pihak terkait yang mendukung pemeriksaan tersebut. Jaksa Agung ST Burhanuddin menambahkan, faktanya laporan hasil pemeriksaan investigasi BPK itu sudah disampaikan pada 27 Mei 2021. Kemudian, hal itu ditindaklanjuti Kejagung dengan menyerahkan berkas perkara, sembilan tersangka kasus dugaan korupsi PT Asabri, berikut barang bukti pada tahap II penuntutan.
    Burhanuddin menjelaskan, memang ada sedikit pergeseran nilai kerugian negara dalam kasus itu dari perhitungan awal Kejagung. Awalnya, Kejagung menyampaikan bahwa potensi kerugian negara dalam kasus itu adalah Rp 23 triliun. Namun, menurut dia, lembaga yang berwenang menghitung kerugian negara adalah BPK. Dengan demikian, perhitungan yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan adalah hasil audit dari BPK.
    Agung Firman menambahkan, nilai kerugian negara sebenarnya tidak berkurang. Menurut dia, wajar saja jika ada perbedaan antara perhitungan Kejagung dan hasil audit BPK. Sebab, angka yang disampaikan penyidik adalah angka perkiraan. Sedangkan yang disampaikan BPK adalah angka yang nyata dan pasti jumlahnya karena berdasarkan hasil pemeriksaan laporan kerugian negara.
    "Jadi, tidak pernah ada yang kurang. Kemarin, yang teman-teman media dengar adalah angka ancer-ancer," kata Agung.
    Agung menambahkan, laporan hasil investigasi BPK ini sangat penting untuk kelanjutan proses hukum kasus dugaan korupsi PT Asabri. Sebab, di dalam laporan itu ada angka yang nyata dan pasti. Selain itu, juga terdapat konstruksi perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian negara. Oleh karena itu, pihak-pihak yang melawan hukum dan menyebabkan kerugian negara akan diselidiki dan disidik oleh Kejagung. Kejagung juga akan menggali lebih dalam apakah ada niat jahat (mens rea) dalam perbuatan melawan hukum itu.
    "Laporan investigasi BPK ini akan didalami dan ditindaklanjuti oleh Kejaksaan. Ini adalah bagian tak terpisahkan dari sindikat yang terlibat dalam korupsi asuransi PT Jiwasraya. Sebab, nama-nama tersangka yang ada di kasus Jiwasraya juga ada di kasus Asabri," kata Agung
    Burhanuddin menambahkan, saat ini total aset PT Asabri yang disita oleh Kejagung senilai Rp 13 triliun. Kejagung akan terus memburu aset tersebut. Sebab, salah satu kewenangan dari Kejagung adalah melakukan pelacakan aset untuk membuktikan kerugian negara yang terjadi. Walaupun perkara sudah sampai tahapan penuntutan, atau bahkan setelah divonis di pengadilan, Kejagung memiliki kewenangan dan kewajiban untuk mengembalikan aset-aset dalam kasus korupsi Asabri.
    Selain itu, karena modus yang dilakukan para tersangka dalam kasus tersebut mirip dengan perkara PT Jiwasraya, Kejagung juga membuka kemungkinan pengusutan tindak pidana terhadap korporasi, yaitu para manajer investasi. Namun, semua itu tergantung dari fakta hukum dan alat bukti yang didapatkan penyidik.
    "Kalau memang ada fakta dan alat bukti, siapa pun yang terlibat tidak akan jadi penghalang untuk mengusut kasus tersebut," ujar Burhanuddin.
2. Kronologi kasus korupsi Asabri dijelaskan oleh Kejagung
    Jakarta (ANTARA) - Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak menjelaskan kronologi kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT. Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri).
    Dalam penjelasan di Jakarta, Senin (1/2) malam, ia menyebutkan pada tahun 2012 hingga 2019, Direktur Utama, Direktur Investasi dan Keuangan serta Kadiv Investasi Asabri bersepakat dengan pihak di luar Asabri yang bukan merupakan konsultan investasi ataupun manajer investasi yaitu Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro dan Lukman Purnomosidi untuk membeli atau menukar saham dalam portofolio Asabri dengan saham-saham milik Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro dan Lukman dengan harga yang telah dimanipulasi menjadi tinggi dengan tujuan agar kinerja portofolio Asabri terlihat seolah-olah baik.
    Setelah saham-saham tersebut menjadi milik Asabri, kemudian saham-saham tersebut ditransaksikan atau dikendalikan oleh Heru, Benny dan Lukman berdasarkan kesepakatan bersama dengan Direksi Asabri sehingga seolah-olah saham tersebut bernilai tinggi dan likuid, padahal transaksi-transaksi yang dilakukan hanya transaksi semu dan menguntungkan Heru, Benny dan Lukman serta merugikan investasi Asabri, karena Asabri menjual saham-saham dalam portofolionya dengan harga dibawah harga perolehan saham-saham tersebut.
    Untuk menghindari kerugian investasi Asabri, maka saham-saham yang telah dijual di bawah harga perolehan, dibeli kembali dengan nomine Heru, Benny dan Lukman serta dibeli lagi oleh Asabri melalui underlying reksadana yang dikelola oleh manajer investasi yang dikendalikan oleh Heru dan Benny. Seluruh kegiatan investasi Asabri pada 2012 sampai 2019 tidak dikendalikan oleh Asabri, namun seluruhnya dikendalikan oleh Heru, Benny dan Lukman. Leonard menyebut kasus dugaan korupsi Asabri ini merugikan keuangan negara sebesar Rp23,7 triliun.
    Pada Senin, jaksa penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung menetapkan delapan tersangka dalam penyidikan kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT. Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri). "Delapan orang tersangka adalah inisial ARD, SW, HS, BE, IWS, LP, BT dan HH," kata Leonard.
    Delapan tersangka tersebut adalah mantan Direktur Utama PT Asabri periode tahun 2011 - Maret 2016 (Purn) Mayjen Adam Rachmat Damiri, mantan Direktur Utama PT Asabri periode Maret 2016 - Juli 2020 (Purn) Letjen Sonny Widjaja, eks Direktur Keuangan PT Asabri periode Oktober 2008-Juni 2014 Bachtiar Effendi, mantan Direktur Asabri periode 2013 - 2014 dan 2015 - 2019 Hari Setiono, Kepala Divisi Investasi PT Asabri Juli 2012 - Januari 2017 Ilham W. Siregar dan Direktur Utama PT Prima Jaringan Lukman Purnomosidi. Kemudian Dirut PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro dan Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat. Baik Benny maupun Heru merupakan tersangka dalam kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya.
    Atas perbuatannya, para tersangka dikenakan pasal sangkaan primer yakni Pasal 2 ayat (1). Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP serta subsidair Pasal 3. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, demikian Leonard Eben Ezer Simanjuntak.
3. Perhatian! Ini Dia Tuntutan Lengkap 7 Terdakwa Kasus Asabri
    Jaksa Penuntut Umum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) telah membacakan tuntutan kepada para tujuh terdakwa kasus korupsi PT Asabri (Persero). Ketujuh terdakwa tersebut antara lain, Lukman Purnomosidi, Jimmy Sutopo, Bachtiar Effendi, Hari Setianto, Adam Damiri, Heru Hidayat dan Sonny Widjaja. Para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Akibat perbuatan para terdakwa, PT Asabri (Persero) mengalami kerugian senilai Rp 22,7 triliun.
Berikut ini selengkapnya amar putusan terhadap para terdakwa.
1) Terdakwa Lukman Purnomosidi
* Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;
* pidana penjara selama 13 (tiga belas) tahun dikurangi selama Terdakwa ditahan;
* pidana denda sebesar Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) subsidiair pidana kurungan selama 6 (enam) bulan;
* membayar uang pengganti sebesar Rp. 1.341.718.048.900 (satu triliun tiga ratus empat puluh satu milyar tujuh ratus delapan belas juta empat puluh delapan ribu sembilan ratus rupiah ) dengan ketentuan jika Terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dan jika Terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka di pidana penjara selama 6 (enam) tahun 6 (enam) bulan.
2) Terdakwa Jimmy Sutopo
* Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1). Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
* pidana penjara selama 15 (lima belas) tahun dikurangi selama Terdakwa ditahan;
* pidana denda sebesar Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) subsidiair pidana kurungan selama 6 (enam) bulan;
* membayar uang pengganti sebesar Rp. 314.868.567.350 (tiga ratus empat belas milyar delapan ratus enam puluh delapan juta lima ratus enam puluh tujuh tiga ratus lima puluh rupiah) dengan ketentuan jika Terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dan jika Terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka di pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun 6 (enam) bulan.
3) Terdakwa Bachtiar Effendi
* Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1). Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;
* pidana penjara selama 12 (dua belas) tahun dikurangi selama Terdakwa ditahan;
* pidana denda sebesar Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) subsidiair pidana kurungan selama 6 (enam) bulan;
* membayar uang pengganti sebesar Rp. 453.783.950 (empat ratus lima puluh tiga juta tujuh ratus delapan puluh tiga ribu sembilan ratus lima puluh rupiah) dengan ketentuan jika Terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dan jika Terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka di pidana penjara selama 6 (enam) tahun.
4) Terdakwa Hari Setianto
* Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1). Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;
* pidana penjara selama 14 (empat belas) tahun dikurangi selama Terdakwa ditahan;
* pidana denda sebesar Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) subsidiair pidana kurungan selama 6 (enam) bulan;
* membayar uang pengganti sebesar Rp. 873.883.500 (delapan ratus tujuh puluh tiga juta delapan ratus delapan puluh tiga ribu lima ratus rupiah) dengan ketentuan jika Terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dan jika Terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka di pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun.
5) Terdakwa Adam Damiri
* Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1). Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;
* pidana penjara selama 10 (sepuluh) tahun dikurangi selama Terdakwa ditahan;
pidana denda sebesar Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) subsidiair pidana kurungan selama 6 (enam) bulan;
* membayar uang pengganti sebesar Rp. 17.972.600.000 (tujuh belas milyar sembilan ratus tujuh puluh dua juta enam ratus ribu rupiah) dengan ketentuan jika Terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dan jika Terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka di pidana penjara selama 5 (lima) tahun.
6) Terdakwa Sonny Widjaja
* Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1). Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;
* pidana penjara selama 10 (sepuluh) tahun;
* pidana denda sebesar Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan;
* membayar uang pengganti senilai Rp 64,5 miliar. Jika tidak dibayar, diganti penjara selama 5 tahun.
7) Terdakwa Heru Hidayat
* Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1). Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan kedua primair Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
* Menghukum terdakwa dengan pidana mati;
* Membayar uang pengganti sebesar Rp 12.643.400.946.226 dengan ketentuan jika terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
    Selain kasus Asabri, Heru Hidayat juga sebelumnya dituntut pidana penjara seumur hidup di kasus korupsi Selain kasus Asabri, Heru Hidayat juga sebelumnya dituntut pidana penjara seumur hidup di kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan diharuskan mengembalikan uang pengganti kerugian negara senilai Rp 10,72 triliun.
D. PENYEBAB DAN PENCEGAHAN
Penyebab Terjadinya Fraud di PT ASABRI
Beberapa faktor utama yang menyebabkan terjadinya Fraud di PT ASABRI adalah:
- Tekanan eksternal dan internal: Tekanan dari lingkungan kerja, kebutuhan finansial pribadi, dan ekspektasi tinggi untuk mencapai hasil yang baik dapat mendorong individu untuk melakukan kecurangan.
- Kesempatan: Sistem pengendalian internal yang lemah di PT ASABRI menciptakan peluang besar bagi pelaku untuk melakukan manipulasi keuangan. Kelemahan ini dimanfaatkan oleh pelaku, baik internal maupun eksternal, untuk menyepakati transaksi ilegal dan memanipulasi nilai saham.
- Rasionalisasi: Para pelaku memiliki justifikasi atas tindakan mereka. Meskipun memiliki jabatan tinggi dan pendidikan yang memadai, sikap serakah (greedy) dan pembenaran pribadi menjadi alasan mereka dalam melakukan Fraud .
- Cara Pencegahan FraudÂ
Upaya Pencegahan Fraud di PT ASABRI
Untuk mencegah terjadinya Fraud di PT ASABRI, beberapa langkah yang dapat diambil meliputi:
- Penguatan Sistem Pengendalian Internal: Menerapkan prosedur pengawasan yang ketat dan transparan untuk mendeteksi potensi kecurangan sejak dini.
- Pendidikan dan Pelatihan Etika: Memberikan pelatihan kepada seluruh karyawan mengenai pentingnya etika bisnis dan konsekuensi dari tindakan Fraud .
- Audit Berkala: Melakukan audit internal secara rutin untuk memastikan kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur yang ada serta mendeteksi anomali dalam laporan keuangan.
- Kebijakan Pelaporan Kecurangan: Membangun saluran pelaporan yang aman bagi karyawan untuk melaporkan dugaan kecurangan tanpa takut akan pembalasan.
- Memperkuat Tata Kelola Perusahaan: Menerapkan transparansi, akuntabilitas, independensi, tanggung jawab, dan keadilan dalam pengelolaan dana investasi serta optimalisasi bisnis dan efisiensi biaya melalui sinergi kluster asuransi BUMN.
- Sanksi Tegas dan Transparan: Menetapkan sanksi berat bagi pelaku Fraud untuk memberikan efek jera dan menindak tegas penyalahgunaan wewenang sesuai dengan hukum yang berlaku.
    Dengan langkah-langkah tersebut, PT ASABRI dapat meningkatkan akuntabilitas dan integritas dalam pengelolaan keuangan serta mengurangi risiko terjadinya Fraud di masa depan.
E. DAFTAR PUSTAKA
Arens, Alvin A, Randal J. Elder, and Mark S. Beasley. 2014. Book1 Auditing and Assurance Services.
Agoes, Sukrisno. 2016. AUDITING Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh Kantor Akuntan Publik. Edisi 4. Jakarta : Salemba Empat.
Baity, N. N., & Bastiansyah, D. (2025). PERSPEKTIF ETIKA PROFESI DAN ETIKA BISNIS: STUDI KASUS PT ASABRI. 5(1954), 1522--1530.
Bahri, Syaiful. 2020. Pengantar Akuntansi Berdasarkan SAK ETAP dan IFRS. Yogyakarta : Penerbit ANDI (Anggota IKAPI).
Christian, N., Tryany, J., Liang, V. L., & Rerung, Y. (2024). Eksplorasi Kecurangan Keuangan PT . Asabri ( Persero ) Melalui Pendekatan Cash Flow Shenanigans. 4(2), 182--191.
Hidayat, W. (2018). Laporan keuangan sebagai alat ukur kinerja pada keuangan perusahaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
https://www.antaranews.com/berita/1978386/kronologi-kasus-korupsi-asabri-dijelaskan-oleh-kejagung
https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/zaebc34f55f7675abbc5313030353037.html
Lubis, M. M., & Simanjuntak, K. (2022). Analisis Hukum Penempatan Investasi yang Mengalami Kegagalan Pada Perusahaan Asuransi PT. Asabri (Persero). Binamulia Hukum, 11(1), 33--41. https://doi.org/10.37893/jbh.v11i1.672
N.Christian, J.Fedelia, J. . (2023). Teori Dasar Fraud. June.
Pengantar, K. (2022). Makalah kasus korupsi di pt asabri.
Pengantar, K. (2023). MAKALAH KASUS KECURANGAN ( FRAUD ) DALAM PT . ASABRI ( Persero ) PROGRAM STUDI D3 AKUNTANSI. 3213009.
Putusan, D., Agung, M., & Indonesia, R. (n.d.). hk am ep ub ah ka m ah ah ka m ah h ik In do ne s gu ng ep ub lik In do ne ng ep ub lik In do ne ng a hk am ep ub ah ka m ah ah ka m ah h ik In do ne s ng ep ub lik In do ne ng ep ub lik In do ng a.
Rahmatika Noviany, D. (2020). Fraud Auditing Kajian Teoretis Dan Empiris - Google Books (pp. 1--123). https://www.google.co.id/books/edition/Fraud_Auditing_Kajian_Teoretis_Dan_Empir/2LLqDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=fraud+auditing+kajian+teoretis+dan+empiris&printsec=frontcover
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI