Pemimpin mempunyai posisi yang sangat strategis dalam mengelola lembaga atau organisasi agar dapat mewujudkan visi dam misi lembaga atau organisasi yang efektif. Kemampuan seorang pemimpin dalam menjalankan fungsi kepemimpinannya dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi di lembaga atau organisasi yang dipimpinnya dengan menetapkan tujuan secara utuh (firm and purposeful), mendayagunakan bawahan melalui pendekatan partisipatif (a participate approach), dan didasari oleh kemampuan kepemimpinan secara profesional (the leading profesional) menjadi indikator kepemimpinan yang efektif (Yuliani, 2008).
Menurut Steers (1980), efektivitas adalah kapasitas suatu organisasi untuk memperoleh dan memanfaatkan sumber daya yang berharga dengan sepandai mungkin dalam mengejar tujuan operasional. Sejalan dengan itu, Gibson (1984) mengatakan bahwa efektivitas adalah konteks perilaku organisasi yang merupakan hubungan antarproduksi, kualitas, efisiensi, fleksibilitas, kepuasan, sifat keunggulan dan pengembangan." Dengan kata lain, efektivitas dalam organisasi adalah upaya yang dilakukan oleh suatu lembaga atau organisasi dalam memanfaatkan sumber daya yang ada dengan efektif dan efesien sehingga tujuan tercapai dan memuaskan user.
2. Kepemimpinan Transformasional
Certo & Certo (2012) mengatakan bahwa kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang menginspirasi keberhasilan organisasi dengan memengaruhi keyakinan pengikut dalam sebuah organisasi, serta nilai-nilai mereka, seperti keadilan dan integritas.  Gaya kepemimpinan ini menciptakan rasa kewajiban dalam sebuah organisasi, mendorong cara-cara baru penanganan masalah, dan mempromosikan belajar untuk kepemimpinan transformasional semua organisasi. Berkaitan erat dengan konsep seperti kepemimpinan karismatik dan kepemimpinan inspirasional.
Bagaimana pemimpin mengimplementasikannya?
Certo & Certo (2012) mengilustrasikan keberhasilan Bennett Cohen dan Jerry Greenfield sebagai pemimpin transformasional. Bennett Cohen dan Jerry Greenfield, pendiri co dari Ben & Jerry merek es krim ikon, adalah contoh pemimpin transformasional. Dari awal, profitabilitas hanya salah satu dari tujuan mereka.
Mereka sama-sama tertarik untuk membuat sebuah perusahaan yang beroperasi di lingkungan secara bertanggung jawab dan memberi kembali ke masyarakat di mana mereka melakukan bisnis. Menurut Greenfield, "Kami mengukur kesuksesan kami tidak hanya dengan berapa banyak uang yang kita buat, tapi seberapa banyak kita memberikan kontribusi kepada masyarakat."
Contoh kasus lainnya, kepemimpinan transformasional dapat diterapkan di sekolah-sekolah, sebagaimana yang diilustrasikan berikut ini.
Secara konseptual dan faktual, kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu sekolah, karena sebagian besar keberhasilan dan/atau kegagalan suatu visi, misi dan tujuan sekolah ditentukan oleh kepemimpinan kepala sekolah. Hal ini dipertegas oleh Sergiovanni (1987) yang mengungkapkan bahwa tidak ada peserta didik yang tidak dapat dididik, yang ada adalah guru yang tidak berhasil mendidik. Tidak ada guru yang tidak berhasil mendidik, yang ada adalah kepala sekolah yang tidak mampu membuat guru berhasil mendidik.
Ada dua alasan utama yang mendukung konsep dan fakta di atas. Pertama, kepala sekolah merupakan tokoh sentral di sekolah. Berbagai macam peraturan pendidikan, struktur, dan isi kurikulum serta pembinaan kesiswaan yang diinformasikan kepada semua warga sekolah (guru, peserta didik, dan tenaga kependidikan) sudah pasti atas koordinasi, tugas dan wewenang kepala sekolah. Kedua, kepala sekolah merupakan konseptor manajerial, artinya peran kepala sekolah bukan hanya mengoordinasi keanekaragaman potensi semua warga sekolah, melainkan seorang figur pemimpin yang dapat mendayagunakan semua potensi yang ada di lingkungan sekolah untuk mencapai visi, misi dan tujuan sekolah.
Untuk mewujudkan visi, misi dan tujuan sekolah perlu ditunjang oleh kompetensi kepala sekolah yang berkualitas dalam menjalankan fungsi dan peranannya. Para ahli sepakat bahwa kepala sekolah harus mampu melaksanakan pekerjaannya sebagai edukator, manajer, administrator dan supervisor, yang disingkat EMAS. Dalam perkembangan selanjutnya, sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan zaman, kepala sekolah juga harus mampu berperan sebagai leader, inovator, dan motivator di sekolahnya. Dengan demikian, dalam paradigma baru manajemen sekolah, kepala sekolah minimal harus mampu berfungsi sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator dan motivator, yang disingkat EMASLIM.