A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Salah satu pendekatan kepemimpinan saat ini yang sering menjadi fokus penelitian sejak awal tahun 1980-an adalah pendekatan transformasional. Pendekatan ini merupakan bagian dari paradigma "kepemimpinan baru" (Bryman, 1992). Namun, persoalan yang dihadapi oleh sebagian besar organisasi/institusi/instansi, baik swasta maupun pemerintah pada saat ini adalah mencari figur pemimpin yang  benar-benar  mampu  menjalankan  tugasnya  dengan  baik.
Secara empiris, terkadang sulit membedakan antara pola kepemimpinan organisasi formal dan nonformal karena pada praktiknya dalam mengelola organisasi formal, pola kepemimpinan yang ditunjukkan oleh sebagain "pemimpin" hampir sama dengan megelola organisasi nonformal. Pada praktiknya dalam mengelola organisasi nonformal, seperti perkumpulan, paguyuban, dan klub-klub tertentu, pola kepemimpinannya hampir sama dengan megelola organisasi formal.
Adanya budaya organisasi yang kurang sehat ini mengakibatkan kecenderungan suatu organisasi menjadi tidak berdaya. Sebab, kepemimpinan dalam organisasi formal tidak dapat disamakan dengan kepemimpinan dalam organisasi perkumpulan, paguyuban, dan klub-klub tertentu. Dengan demikian, pencampuradukan budaya kepemimpinan organisasi perkumpulan, paguyuban, dan klub-klub tertentu ke dalam organisasi/lembaga/instansi mengakibatkan semakin tidak efektifnya kepemimpinan organisasi/lembaga/instansi.
Kecenderungan budaya kepemimpinan organisasi perkumpulan, paguyuban, dan klub-klub tertentu itu, yaitu  berkembangnya  pola kepemimpinan laissez- faire. Gaya  kepemimpinan seperti ini  memberikan  kebebasan  kepada  personel-personelnya secara leluasa dengan tidak disertai daya kontrol yang kuat. Sehingga hubungan-hubungan yang semestinya menambah kemitraan akhirnya menjadi kurang baik  (Northouse, 2007)
Berbeda halnya, dengan pemimpin dalam organisasi modern. Para pemimpin organisasi modern telah menghadapi banyak situasi yang jarang ditemui oleh para pemimpin organisasi sebelumnya. "Saat ini pemimpin sering diminta untuk membuat pengurangan personel besar-besaran, menghilangkan kadar yang tidak perlu dari organisasi dan beban kerja lebih rendah, memperkenalkan tim kerja untuk meningkatkan pengambilan keputusan organisasi dan alur kerja, untuk kembali bekerja profesional sehingga anggota organisasi akan lebih efisien dan efektif, dan memulai program yang dirancang untuk meningkatkan kualitas keseluruhan fungsi organisasi (Certo & Certo, 2012).
Baca juga: Kepemimpinan di Sekolah: Gaya Transformasional Menghadapi Tantangan Global
Lima gaya kepemimpinan telah muncul dalam beberapa tahun terakhir untuk memenuhi situasi-situasi baru, yakni kepemimpinan transformasional, kepemimpinan yang cenderung membina/melatih, kepemimpinan super (superleadership), kepemimpinan melayani, dan kepemimpinan kewirausahaan. Dari lima gaya kepemimpinan tersebut, penulis lebih memfokuskan pada pembahasan mengenai kepemimpinan transformasional sebagai pilihan bagi pemimpin saat ini dan pemimpin masa depan.
Seperti namanya, pendekatan transformasional adalah sebuah proses yang mengubah dan mentransformasikan individu. Pendekatan ini berhubungan dengan nilai-nilai, etika, standar, dan tujuan-tujuan jangka panjang. Kepemimpinan transformasional meliputi: menilai motif para pengikutnya, memuaskan kebutuhan mereka dan memperlakukan mereka sebagai manusia seutuhnya.
Pendekatan ini merupakan sebuah proses yang menggolongkan kepemimpinan berkarisma dan bervisi. Meskipun pemimpin transformasional mempunyai peranan yang sangat penting dalam mempercepat perubahan, para pengikut dan para pemimpin sangat terikat sehingga tidak mungkin dapat lepas dalam proses transformasi (Northouse, 2007).