Mohon tunggu...
sasanti ningtyas
sasanti ningtyas Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi '22

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Demokrasi di Tengah Gelombang Post-Truth

22 Juni 2024   15:42 Diperbarui: 22 Juni 2024   15:42 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sasanti Ningtyas

Dosen Pengampu: Saeful Mujab, S. Sos, M.I.Kom

Pengantar Ilmu Politik

ABSTRAK

Demokrasi di Indonesia menghadapi tantangan serius dalam era gelombang post-truth, di mana informasi yang tidak akurat dan emosi menjadi penggerak utama opini publik. Artikel ini menyelidiki dampak post-truth terhadap sistem demokrasi Indonesia dan upaya untuk mengatasinya. Melalui metode studi kepustakaan, artikel ini menganalisis perkembangan demokrasi di Indonesia, fenomena post-truth, penyebab munculnya, dan contohnya dalam konteks politik Indonesia, seperti pemilihan umum tahun 2019. Selain itu, artikel ini juga mengidentifikasi upaya untuk mengatasi tantangan post-truth, termasuk pendidikan literasi media, penguatan jurnalisme berkualitas, dan regulasi yang efektif. Kesimpulannya, sementara post-truth mengancam integritas demokrasi, langkah-langkah yang diambil untuk mengatasi tantangan ini dapat membantu memastikan bahwa demokrasi di Indonesia tetap kuat dan berfungsi dengan baik di era digital ini.

Kata Kunci: Demokrasi, Era post-truth

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demokrasi telah menjadi salah satu konsep politik yang paling berpengaruh dalam sejarah manusia. Sebagai sistem pemerintahan yang mendasarkan kekuasaan pada rakyat, demokrasi tidak hanya sebagai struktur politik, tetapi juga sebagai nilai yang melintasi budaya, agama, dan ideologi. Dari awal mula konsep ini muncul dalam pemikiran filsuf Yunani kuno seperti Plato dan Aristoteles, hingga melalui berbagai revolusi dan gerakan sosial di seluruh dunia, demokrasi terus berkembang dan beradaptasi dengan konteks politik dan sosial yang berubah. Sejarah demokrasi mencakup peristiwa-peristiwa penting seperti Revolusi Amerika Serikat, Revolusi Prancis, dan gerakan pembebasan kolonial di abad ke-20.

Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan populasi yang beragam, telah mengalami perjalanan yang menarik dalam membangun sebuah sistem demokratisnya. Sejarah demokrasi Indonesia diwarnai oleh berbagai peristiwa penting, mulai dari periode awal kemerdekaan yang ditandai dengan pembentukan Pancasila sebagai dasar negara. Hingga masa Orde Baru yang ditandai dengan otoritas dan pembatasan kebebasan sipil. Reformasi tahun 1998 membuka lembaran baru bagi demokrasi Indonesia dengan mengakhiri rezim otoriter Orde Baru dan membawa perubahan signifikan dalam sistem politik dan kebebasan berpendapat.

Pertumbuhan teknologi informasi dan media sosial telah mengubah lanskap politik secara global. Di Indonesia, seperti di banyak negara lain, perkembangan teknologi telah memainkan peran penting dalam membentuk cara masyarakat berinteraksi dengan politik dan pemerintahannya. Seiring dengan pesatnya internet dan pertumbuhan pengguna media sosial, masyarakat Indonesia memiliki akses yang lebih besar daripada sebelumnya terhadap informasi politik dan keterlibatan dalam diskusi publik.

Perkembangan ini membawa tantangan dan peluang baru bagi demokrasi di Indonesia. Di satu sisi, media sosial memungkinkan partisipasi politik yang lebih luas dengan memberikan platform bagi warga untuk berbagi pendapat mereka, menyuarakan aspirasi, dan berorganisasi untuk tujuan politik tertentu. Dengan kata lain, media sosial dapat memperkuat demokrasi dengan memperluas ruang publik dan meningkatkan aksesibilitas politik.

Namun, di sisi lain, media sosial juga membawa risiko terhadap proses demokrasi. Penyebaran informasi yang tidak akurat dapat dengan mudah menjadi viral, memengaruhi opini publik, dan mempengaruhi hasil pemilihan umum. Fenomena ini telah menjadi semakin meresahkan di tengah gelombang post-truth, di mana kebenaran tidak lagi menjadi prioritas dalam debat politik, dan emosi dan keyakinan pribadi seringkali lebih memengaruhi opini publik daripada fakta objektif.

Indonesia masih dihadapkan pada tantangan dalam membangun lembaga-lembaga demokratis yang kuat dan transparan, serta memperkuat perlindungan terhadap kebebasan berbicara dan hak asasi manusia. Era post-truth, di mana informasi yang tidak selalu benar disebarkan dengan cepat melalui internet dan media sosial, telah memengaruhi cara orang berpikir tentang politik. Ini bisa berarti bahwa orang percaya pada informasi yang mungkin tidak benar atau tidak lengkap. Terkadang, informasi tersebut didesain untuk memengaruhi pendapat publik atau membuat satu sisi terlihat lebih baik daripada yang lain. Ini bisa terjadi selama kampanye pemilihan umum, ketika kandidat atau partai politik menggunakan informasi yang mungkin tidak benar untuk mendapatkan dukungan.

Pemerintah Indonesia telah berusaha untuk mengatasi masalah ini dengan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang cara mengenali informasi yang mungkin tidak benar. Namun, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa demokrasi di Indonesia tetap sehat dan berfungsi dengan baik di era post-truth ini.

1.2  Pertanyaan Penulisan

Terdapat pertanyaan mengenai demokrasi di tengah gelombang post truth sebagai berikut :

1. Bagaimana gelombang post truth bisa mempengaruhi sistem demokrasi di Indonesia?

2. Apa penyebab terjadinya post truth dalam sistem demokrasi?

3. Bagaimana demokrasi bisa bertahan di tengah gelombang post-truth?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuannya adalah untuk mengetahui bagaimana gelombang post truth terjadi dan memberikan pandangan tentang upaya yang dapat dilakukan untuk memperkuat demokrasi di Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Demokrasi

Demokrasi berasal dari kata Yunani "demos" yang berati rakyat, dan "kratos" yang berati kekuasaan. Secara harfiah, demokrasi dapat diartikan sebagai kekuasaan rakyat. Namun, definisi demokrasi telah berkembang dan mencakup berbagai konsep, termasuk kebebasan berpendapat, keadilan, dan perlindungan hak asasi manusia. Demokrasi tidak hanya merupakan sebuah sistem pemerintahan, tetapi juga sebuah nilai yang mendasari hak-hak dan kebebasan individu.

Menurut berbagai ahli definisi demokrasi telah menjadi subjek diskusi yang komples dan beragam. Berikut definisi demokrasi menurut ahli :

  • Aristoteles demokrasi ialah suatu kebebasan atau prinsip demokrasi ialah kebebasan, karena melalui kebebasanlah setiap warga negara bisa saling berbagi kekuasaan dalam negaranya.
  • Haris Schoe menjelaskan bahwa demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan rakyat, karenanya kekuasaan pemerintah melekat pada rakyat juga yang merupakan HAM bagi rakyat untuk mempertahankan, mengatur dan melindungi diri dari setiap paksaan dalam satu badan yang diserahkan untuk memerintah.
  • Abraham Lincoln mengartikan demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Dari definisi yang dikemukan oleh para ahli, secara garis besar demokrasi merupakan sistem pemerintahan dimana kekuasaan berada di tangan rakyat, yang mencakup perlindungan hak asasi manusia, kebebasan berpendapat, dan pemerintahan yang berlandaskan pada partisipasi aktif warga negara.

2.2 Definisi Post-Truth

Post-truth, atau "pasca-kebenaran," merupakan situasi di mana fakta-fakta objektif kurang berpengaruh dalam membentuk opini publik daripada emosi, keyakinan pribadi, dan narasi yang menggerakkan. Dalam konteks politik, fenomena ini seringkali terjadi ketika opini atau narasi politik didasarkan pada perasaan atau kepentingan tertentu, bukan pada fakta atau bukti empiris. Post-truth menciptakan lingkungan di mana disinformasi dan retorika yang menyesatkan dapat menyebar dengan cepat dan efektif, membingungkan masyarakat dan mengancam integritas proses politik.

Dalam era post-truth, kebenaran tidak lagi dianggap sebagai landasan absolut untuk pembuatan keputusan politik. Sebaliknya, opini subjektif dan narasi yang menarik secara emosional seringkali lebih mempengaruhi persepsi masyarakat daripada fakta atau bukti yang objektif. Hal ini dapat menyebabkan polarisasi politik yang lebih besar dan memperkuat kepercayaan masyarakat pada pemimpin atau gerakan politik yang menawarkan narasi yang sederhana atau memicu emosi, meskipun tidak didasarkan pada fakta.

Dalam menyusun artikel ini digunakan buku dan jurnal sebagai bahan referensi untuk memplejarai demokrasi Indonesia. Setelah penulis melakukan telaah terhadap beberapa jurnal penelitian, ada beberapa yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang penulis lakukan.

Penelitian yang pertama berhasil penulis temukan adalah penelitian jurnal yang dilakukan oleh (Santoso, Harjono, & Rustamaji, 2019) yang berjudul "Simulkara Teknologi Digital di Era Post Truth dan Pendangkalan Nilai Demokrasi". Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mentelaah bagaimana realitas telah digantikan oleh dunia maya (hyper-realty). Demokrasi mengalami penurunan menjadi cerita palsu yang dipengaruhi oleh media dan teknologi digital. Ini menyebabkan kebenaran dangkal (post-truth) menjadi mendominasi, sementara nilai-nilai seperti keadaban dan kemanusiaan terabaikan.

Penelitian yang kedua berhasil penulis temukan adalah penelitian jurnal yang dilakukan oleh (Jatmiko, 2019) yang berjudul "Post-Truth, Media Sosial, Dan Misinformasi Pergolakan Wacana Politik Pemilihan Presiden Indonesia Tahun 2019" jurnal ini membahas kondisi politik Indonesia pasca pemilihan umum tahun 2019 yang dipengaruhi oleh tiga faktor utama, paradigma post-truth yang memungkinkan penyebaran narasi-narasi partikular dan kebohongan, dominasi wacana politik oleh kelompok elite dengan produksi berita bohong di media sosial, dan peran media sosial dalam menyebarkan konten yang mempengaruhi masyarakat. Solusinya termasuk pendidikan literasi dan pengawasan terhadap media.

BAB III Metode Penulisan

Penulisan artikel ini menggunakan metode studi kepustakaan yang mendalam terhadap berbagai literatur terkait demokrasi dan media sosial di era gelombang post truth. Dalam memperoleh data penulisan, penulis mengumpulkan, menganalisis, mengorganisasi, sumber dari artikel, buku, penelitian terdahulu tentang demokrasi di tengah gelombang post-truth. (Mahanum, 2021).

3.1 Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan merupakan metode yang digunakan untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menjelaskan perihal sebuah penulisan dengan beberapa tahapan, seperti pencarian sumber yang relevan, pamahami dengan teliti apa yang akan dibahas, terapkan dan tarik kesimpulan dari hasil penulisan.

Metode ini membantu penulis untuk mengembangkan pemahaman topik tentang demokrasi di tengah gelombang post-truth yang marak banyak terjadi Selain itu, metode kepustakaan meningkatkan kredibilitas penelitian dengan menggunakan sumber yang sudah diakui, memungkinkan pemahaman yang mendalam tentang topik yang akan dikaji.

3.2 Proses Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data dilakukan dengan beberapa langkah. Pertama seperti pencarian sumber akademik seperti jurnal atau buku yang relevan tentang demokrasi dan era post truth di media sosial, kedua analisis sumber dengan teliti sebagai kajian untuk memperkuat penulisan, ketiga terapkan dan tarik kesimpulan dari hasil penulisan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Post Truth Mempengaruhi Proses Demokrasi

Post-truth adalah suatu era dimana kebohongan dapat menyamar menjadi kebenaran.  Post-truth seringkali terjadi dalam media sosial. Pertumbuhan teknologi informasi dan media sosial telah mengubah lanskap politik secara global. Di Indonesia, seperti di banyak negara lain, perkembangan teknologi telah memainkan peran penting dalam membentuk cara masyarakat berinteraksi dengan politik dan pemerintahannya. Seiring dengan pesatnya internet dan pertumbuhan pengguna media sosial, masyarakat Indonesia memiliki akses yang lebih besar daripada sebelumnya terhadap informasi politik dan keterlibatan dalam diskusi publik.

Demokrasi telah mengalami evolusi yang signifikan dari masa ke masa, dari bentuk yang sederhana hingga menjadi sistem politik yang kompleks dan dinamis. Proses ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk perkembangan sosial, politik, dan teknologi. Sejak kemerdekaannya pada tahun 1945, Indonesia telah mengalami perjalanan yang panjang dalam membangun sistem demokrasi yang kuat dan berkelanjutan. Dari masa parlementer awal hingga masuknya era reformasi yang melibatkan media sosial, di mana peran media sosial dan fenomena post-truth menjadi perhatian utama. Sebelum membahas mengenai Demokrasi dan Media Sosial di Tengah Gelombang Post Truth simak bagaimana Indonesia membangun sistem demokratisnya dari masa ke masa sampai dengan penggunaan media sosial ataupun media online lainnya dalam melibatkan proses demokrasi bagi masyarakatnya dan sampai dimana era post truth terjadi seiring dengan perjalanan demokrasi yang semakin kompleks.

  • Masa Parlementer (1945-1955) : Setelah proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945, negara Indonesia mengadopsi sistem parlementer dengan konstitusi sementara pada tahun 1949. Masa terpimpin menonjolkan peranan parlemen serta partai-partai sehingga dinamakan Demokrasi Parlementer. Di bawah sistem ini, Indonesia memiliki Majelis Konstituante yang dipilih secara demokratis pada tahun 1955. Namun, situasi politik yang tidak satbil dan gesekan yang terjadi antar partai politik mengakibatkan kegagalan Majelis Konstituante untuk menyusun konstitusi yang baru.
  • Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965) : Pada tahun 1959, Soekarno mengeluarkan "Surat Perintah Sebelas Maret" yang mengakhiri sistem demokrasi parlementer dan mendirikan "Demokrasi Terpimpin". Di bawah demokrasi terpimpin, kekuasaan pemerintah sangat terpusat di tangan Presiden. Konsep ini menekankan nasionalisme, anti-imperialisme, dan sosialisme. Meskipun ada elemen demokrasi dalam bentuk pemilihan umum, kebebasan politik dibatasi dan pemerintah mengontrol banyak kehidupan politik.
  • Masa Pancasila Era Orde Baru (1966-1998) : Pada tahun 1966, setelah G30S/PKI dan pengunduran diri Soekarno, Soeharto naik ke tampuk kekuasaan. Presiden Soeharto memperkenalkan konsep "Pancasila sebagai dasar negara" dan mendirikan Orde Baru. Pancasila diinterpretasikan sebagai ideologi negara yang menggabungkan aspek-aspek demokrasi, nasionalisme, agama, kemanusiaan, dan keadilan sosial. Di bawah orde baru, ada beberapa bentuk demokrasi terbatas, termasuk pemeilihan umum. Namun, kekuasaan sangat terpusat di tangan pemerintah dan oposisi politik ditindas, kebebasan berpendapat yang sangat rendah. Meskipun terjadi kemajuan ekonomi dan stabilitas politik di bawah rezim Soeharto, kebijakan otoriter dan korupsi merajalelas.
  • Era Reformasi (1998-sekarang) : Protes mahasiswa dan tekanan internasional memaksa Soeharto mengundurkan diri pada tahun 1998, membuka jalan bagi era reformasi di Indonesia. Reformasi ini ditandai dengan perubahan politik yang signifikan, termasuk pemilihan umum bebas pertama pada tahun 1999 dan pengesahan UUD 1945 yang diamandemen. Era ini juga ditandai dengan perkembangan media sosial yang cepat, dengan munculnya platform seperti Facebook, Twitter, dan YouTube yang memberikan suara kepada individu untuk berpartisipasi dalam diskusi politik dan berbagi informasi secara instan.

Di era post-truth, di mana fakta sering kali kalah oleh emosi dan keyakinan pribadi, demokrasi menghadapi tantangan baru yang sangat berati. Konsep post-truth menggambarkan keadaan di mana opini publik lebih dipengaruhi oleh emosi dan keyakinan daripada fakta objektif. Situasi ini merusak dasar dari proses demokrasi, di mana warga negara seharusnya membuat keputusan berdasarkan informasi yang akurat. Di zaman sekarang, demokrasi menghadapi ujian berat.

Demokrasi selalu mengandalkan diskusi terbuka dan informasi yang akurat. Namun, di era post-truth, informasi yang salah atau menyesatkan dapat menyebar dengan cepat melalui media sosial dan platform digital lainnya. Algoritma media sosial sering memperkuat pandangan yang sudah ada, menciptakan "echo chambers" di mana individu hanya terpapar pada informasi yang mendukung pandangan mereka sendiri. Ini menghambat terjadinya diskusi yang sehat dan memperburuk polarisasi politik.

4.2 Prinsip Demokrasi

Sebagai landasan yang mengukuhkan demokrasi, prinsip-prinsip demokrasi yang mendasari keberadaan rakyat dalam pemerintahan menjadi pijakan yang penting. Beberapa prinsip utama yang membentuk landasan demokrasi yang kokoh :

  • Kedaulatan Rakyat : Rakyat memiliki kekuasaan tertinggi dalam pengambilan keputusan politik. Dalam sistem demokrasi, rakyat memiliki hak untuk mengambil keputusan politik melalui proses pemilihan umum atau partisipasi langsung dalam proses pengambilan keptusan. Hal ini berati bahwa pemerintahan yang sah harus berasal dari kehendak rakyat dan bertanggung jawab kepada mereka. Prinsip ini mendorong adanya tranparasi, akuntabilitas, dan keterlibatan aktif rakyat.
  • Pemerintahan Berdasarkan Hukum : Prinsip ini menegaskan bahwa semua tindakan pemerintah harus sesuai dengan hukum dan menghormati hak asasi manusia. Dalam konteks demokrasi, hukum harus menjadi landasan bagi tindakan pemerintah dan perlindungan ha-hal individu. Ini mengharuskan pemerintah untuk menjalankan kekuasaanya dengan mengikuti prosedur yang ditetapkan oleh hukum, serta menjamin perlakuan yang adil dan setara bagi semua warga negara.
  • Kehadiran Oposisi yang Kuat : Prinsip kehadiran opisis yang kuat adalah ciri khas dari sistem demokrasi yang sehat. Oposisi politik yang kuat dan berfungsi dengan baik sangat penting untuk menjaga keseimbangan kekuasaan dan memastikan akuntabilitas pemerintah. Dengan adanya oposisi politik yang kuat dan kritis, pemerintah diharapkan untuk mempertimbangkan berbagai sudut pandang dan menanggapi kritik dengan konstruktif. Hal ini juga mendorong terciptanya ruang bagi perdebatan terbuka dan kemjuan ide-ide baru dalam proses politik.
  • Kebebasan Berpendapat : Memungkinkan rakyat untuk menyuarakan pendapat mereka dan terlibat dalam proses politik tanpa takut akan presepsi atau pembatasan dari pihak pemerintah. Selain itu, prinsip ini juga melindungi hak individu untuk membentuk kelompok-kelompok politik, sosial, dan budaya tanpa intervensi yang tidak sah. Kebebasan berpendapat dan berorganisasi memungkinkan pluralitas ide dan prespektif masyarakat, yang merupakan aspek penting dari dinamika demokrasi yang sehat.

4.3 Realita Demokrasi di Era Post Truth

Berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi yang telah diuraikan, kita dapat menarik kesimpulan tentang realitas demokrasi di Indonesia, terutama dalam konteks era post-truth. Meskipun prinsip-prinsip tersebut membentuk fondasi demokrasi yang kokoh, implementasinya dalam praktik sering kali menghadapi tantangan dan kendala.

Pertama, terkait dengan prinsip kedaulatan rakyat, Indonesia secara konstitusional diatur sebagai negara demokrasi di mana rakyat memiliki kekuasaan tertinggi. Namun, dalam praktiknya, masih ada ketidakseimbangan kekuasaan antara pemerintah yang terpilih dan rakyatnya. Selain itu, penyebaran disinformasi dan propaganda dalam era post-truth dapat memengaruhi pemilihan umum dan mengurangi kepercayaan publik terhadap proses politik, mengancam prinsip kedaulatan rakyat.

Kedua, prinsip pemerintahan berdasarkan hukum sering kali menghadapi tantangan di Indonesia. Meskipun konstitusi menjamin hak asasi manusia dan aturan hukum yang adil, masih ada kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia dan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Selain itu, kepatuhan terhadap hukum sering kali dipengaruhi oleh kepentingan politik, yang dapat mengancam prinsip pemerintahan berdasarkan hukum.

Ketiga, kehadiran oposisi yang kuat merupakan ciri khas dari demokrasi yang sehat. Namun, di Indonesia, oposisi politik masih menghadapi berbagai kendala, seperti pembatasan kebebasan berpendapat, intimidasi politik, dan praktik korupsi yang melibatkan elit politik. Fenomena post-truth juga dapat digunakan oleh pemerintah atau pihak-pihak tertentu untuk menekan kritik dan menutup ruang bagi oposisi politik.

Keempat, kebebasan berpendapat menjadi kunci penting dalam menjaga demokrasi yang inklusif dan dinamis. Namun, di era post-truth, kebebasan berpendapat sering kali dialihkan oleh penyebaran disinformasi dan propaganda politik. Media sosial, meskipun memberikan platform bagi individu untuk menyuarakan pendapat mereka, juga rentan terhadap manipulasi informasi yang dapat merusak kebebasan berpendapat yang sehat.

4.4 Penyebab Munculnya Post-Truth

Beberapa Penyebab munculnya post-truth yang marak terjadi dapat dijabarkan sebagai berikut :

  • Perkembangan teknologi dan media sosial : Teknologi seperti internet dan media sosial memudahkan penyebaran informasi dengan sangat cepat dan luas, sehingga informasi yang tidak benar atau menyesatkan mudah tersebar dan dipercayai banyak orang.
  • Bias Kognitif : Manusia cenderung mencari informasi yang mendukung pandangan mereka sendiri (bias konfirmasi), sehingga yang salah namun sejalan dengan keyakinan mereka lebih mudah diterima.
  • Peran Media : Media sering membuat berita yang sensasional atau menarik perhatian (clickbait) untuk mendapatkan lebih banyak pembaca atau pemirsa, meskipun akurasi informasi tersebut kurang diperhatikan.

Peran media sosial dalam menyebarkan informasi di era post-truth tidak bisa diabaikan. Namun, media tradisional juga terperangkap dalam dinamika pasar dan politik. Tekanan untuk mendapatkan rating tinggi dan iklan sering kali membuat mereka memilih berita yang sensasional daripada yang berbasis fakta. Ini memperparah penyebaran informasi yang tidak akurat dan menyesatkan. Fenomena "fake news" atau berita palsu menjadi alat untuk memanipulasi opini publik. Berita palsu sering dirancang untuk memicu emosi kuat seperti kemarahan atau ketakutan, yang dapat mengarahkan masyarakat pada pengambilan keputusan yang irasional. Dalam jangka panjang, ini merusak kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi dan media. Jurnalisme investigatif yang kuat dan independen adalah kunci untuk melawan arus informasi palsu, meskipun hal ini membutuhkan keberanian dan integritas dari para jurnalis.

Dalam konteks politik, politisi di era post-truth sering memanfaatkan strategi komunikasi yang mengedepankan emosi daripada fakta. Mereka cenderung menggunakan retorika yang memancing perasaan pemilih, meskipun informasi yang disampaikan tidak akurat atau bahkan menyesatkan. Praktik ini semakin memperlemah integritas proses politik, dan situasi ini diperburuk oleh media yang sering memperkuat narasi emosional demi kepentingan komersial atau afiliasi politik mereka.

Secara keseluruhan, realitas demokrasi di Indonesia, terutama di era post-truth, mencerminkan kompleksitas tantangan dan ketegangan antara prinsip-prinsip demokrasi yang diidealkan dan praktik politik yang terjadi.


4.5 Contoh post-truth di Indonesia

Era post-truth telah mempengaruhi dinamika demokrasi di banyak negara, termasuk Indonesia. Salah satu contoh yang mencolok adalah pemilu presiden 2019 yang menjadi ajang penyebaran informasi yang tidak akurat dan manipulatif. Selama kampanye, kedua kubu saling menuduh dan menyebarkan berita palsu untuk mendiskreditkan lawan politik. Salah satu hoaks terkenal adalah tuduhan bahwa calon presiden Joko Widodo adalah keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI). Tuduhan ini terus disebarkan meskipun sudah dibantah berulang kali. Dampak dari kampanye berbasis hoaks ini memperparah polarisasi di masyarakat Indonesia.

Contoh ini menunjukkan bagaimana demokrasi di Indonesia di era post-truth mengalami tantangan besar. Penyebaran informasi palsu yang cepat dan luas melalui media sosial membuat masyarakat sulit membedakan antara fakta dan fiksi. Selain itu, emosi dan keyakinan pribadi sering kali lebih dominan dalam membentuk opini publik daripada fakta yang objektif. Dampak dari fenomena ini sangat serius. kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi menurun, dan masyarakat menjadi lebih terpecah belah.

4.6 Upaya Mengatasi Tantangan Post-Truth

Untuk mengatasi tantangan ini, upaya yang dilakukan untuk mengatasi tantangan post-truth diperlukan langkah-langkah konkret seperti :

  • Pendidikan Literasi Media dan Informasi: Meningkatkan kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam mengenali dan memverifikasi informasi yang mereka terima sangat penting. Pendidikan literasi media dapat membantu individu mengidentifikasi sumber informasi yang terpercaya dan memahami bias yang mungkin ada.
  • Penguatan Jurnalisme Berkualitas: Media yang independen dan berkualitas harus didukung untuk menjalankan perannya sebagai pilar demokrasi. Jurnalisme investigatif yang berbasis fakta dan penelitian mendalam dapat menjadi penyeimbang bagi penyebaran informasi yang salah.
  • Regulasi dan Kebijakan: Pemerintah perlu menciptakan regulasi yang efektif untuk mengatasi penyebaran disinformasi tanpa mengorbankan kebebasan berpendapat. Ini termasuk kerjasama dengan platform media sosial untuk memonitor dan menghapus konten yang berbahaya.

Namun, teknologi tidak sepenuhnya berdampak negatif. Teknologi juga memberikan peluang untuk memperkuat demokrasi dengan cara baru, seperti meningkatkan partisipasi warga melalui platform digital. Tantangannya adalah bagaimana mengelola teknologi ini agar mendukung, bukan merusak sistem demokrasi. Teknologi memiliki potensi untuk memberikan suara kepada mereka yang sebelumnya terpinggirkan dan menciptakan ruang-ruang baru untuk dialog publik.

Peran semua pihak sangat penting dalam menjaga integritas demokrasi di era post-truth. Ini termasuk pemerintah, media, institusi pendidikan, dan masyarakat sipil. Hanya dengan kerjasama yang kuat dan kesadaran kolektif, demokrasi dapat bertahan dan bahkan berkembang di tengah tantangan era ini. Media yang bertanggung jawab dan pendidikan yang mencerdaskan adalah dua pilar yang tidak boleh diabaikan dalam upaya menjaga demokrasi.

Demokrasi bukanlah sistem yang bisa berjalan otomatis tanpa perhatian dan usaha dari seluruh komponen masyarakat. Di era post-truth, tantangan yang dihadapi semakin kompleks, namun dengan komitmen bersama, demokrasi tetap bisa menjadi sistem yang efektif dan adil bagi semua warga negara. Kita semua memiliki peran dalam menjaga dan memperkuat demokrasi.

BAB V Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan

Gelombang post-truth telah menjadi tantangan serius bagi demokrasi di Indonesia. Dalam era di mana informasi yang tidak akurat atau bahkan palsu dapat dengan mudah menyebar melalui media sosial dan teknologi digital, kebenaran objektif seringkali terabaikan, dan emosi serta keyakinan pribadi menjadi penggerak utama opini publik. Fenomena post-truth mempengaruhi proses politik dengan menyulitkan pembentukan opini yang berdasarkan fakta dan menyebabkan polarisasi yang lebih dalam di masyarakat. Hal ini memicu keraguan terhadap institusi demokrasi dan meningkatkan tingkat ketidakpercayaan terhadap pemerintah dan media.

Namun, upaya untuk mengatasi tantangan post-truth telah diidentifikasi, termasuk pendidikan literasi media dan informasi, penguatan jurnalisme berkualitas, serta regulasi dan kebijakan yang tepat. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan masyarakat dapat menjadi lebih kritis terhadap informasi yang mereka terima dan demokrasi dapat tetap berfungsi dengan baik di era post-truth ini. Selain itu, penting untuk diakui bahwa teknologi juga dapat menjadi alat untuk memperkuat demokrasi dengan cara baru, seperti meningkatkan partisipasi warga melalui platform digital. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah, media, dan masyarakat untuk bekerja sama dalam mengelola teknologi dengan bijak agar mendukung sistem demokrasi yang sehat dan berfungsi dengan baik.

5.2 Saran

Untuk tetap mempertahankan demokrasi yang sehat, diperlukan kolaborasi yang erat antara pemerintah, media, lembaga pendidikan, dan masyarakat sipil. Pemerintah perlu mengimplementasikan kebijakan yang efektif untuk mengatasi penyebaran disinformasi tanpa mengorbankan kebebasan berpendapat. Media harus memegang teguh prinsip jurnalisme berkualitas dan independen. Lembaga pendidikan harus memprioritaskan pendidikan literasi media dan informasi kepada masyarakat. Sedangkan masyarakat sipil perlu meningkatkan kesadaran kolektif akan pentingnya mempertahankan integritas demokrasi melalui partisipasi aktif dalam proses politik dan sosial. Dengan kolaborasi yang kokoh di antara semua pihak, demokrasi dapat terus berkembang dan menjadi sistem yang adil bagi semua warga negara.

DAFTAR PUSTAKA

Aminudin, A. (2022). Menghadapi Disinformasi Konten Berita Digital di Era Post Truth. Jurnal Lensa Mutiara Komunikasi, 6 (2), 283-292.

Araf, A. (2018). Demokrasi Minim Kontrol. Jakarta: Imparsial.

Evanalia, S. (2022). Peran Jurnalisme Media Sosial dalam Mewujudkan Demokrasi Indonesia di Era Post Truth. Jurnal Adhyasta Pemilu, 5 (1), 32-43.

Feadlulloh, D., & Duadji, N. (2019). Birokrasi dan Hoax: Studi Upaya Menjaga Netralitas Aparatur Sipil Negara di Era Post Truth. Jurnal Borneo Administrator, 15 (3), 313-332.

Gunawan, B., & Ratmono, M. B. (2021). Demokrasi di Era Post-Truth. Jakarta: Gramedia.

Jatmiko, M. I. (2019). Post-Truth, Media Sosial, Dan Misinformasi Pergolakan Wacana Politik Pemilihan Presiden Indonesia Tahun 2019. Jurnal Dakwah Tabligh, 20 (1), 21-39.

Mahanum, M. (2021). Tinjauan Kepustakaan. ALACRITY: Journal of Education, Vol. 2, No. 1, 1-12.

Mahfud MD, M. (2023). DEMOKRASI DAN KONSTITUSI DI INDONESIA. Jakarta: Rineka Cipta.

Santoso, B., Harjono, H., & Rustamaji, M. (2019). Simulkara Teknologi Digital di Era Post-Truth dan Pendangkalan Nilai Demokrasi. PROSIDING SENASPOLHI, 2 (1), 134-147.

Sujoko, A., Haboddin, M., & Afala, L. M. (2020). MEDIA DAN DINAMIKA DEMOKRASI . Jakarta: Kencana.

Surhayanto, C. E. (2019). Analisis Berita Hoaks di Era Post Truth: Sebuah Riview. Jurnal Masyarakat Telematika dan Informasi, 10 (2), 37-49.

Tamara, N. (2021). Demokrasi di Era Digital. Jakarta: Pustaka Obor Indonesia.

Taufik, C. M., & Suryana, N. (2022). Media, Kebenaran, Dan Post-Truth. Bandung: CV WIDIANA MEDIA UTAMA.

Ubaedillah, A., & Rozak, A. (2015). Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) PANCASILA, DEMOKRASI, HAK ASASI MANUSIA, DAN MASYARAKAT MADANI. Jakarta: Pranamedia Group.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun