Mohon tunggu...
sasanti ningtyas
sasanti ningtyas Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi '22

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Demokrasi di Tengah Gelombang Post-Truth

22 Juni 2024   15:42 Diperbarui: 22 Juni 2024   15:42 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

4.4 Penyebab Munculnya Post-Truth

Beberapa Penyebab munculnya post-truth yang marak terjadi dapat dijabarkan sebagai berikut :

  • Perkembangan teknologi dan media sosial : Teknologi seperti internet dan media sosial memudahkan penyebaran informasi dengan sangat cepat dan luas, sehingga informasi yang tidak benar atau menyesatkan mudah tersebar dan dipercayai banyak orang.
  • Bias Kognitif : Manusia cenderung mencari informasi yang mendukung pandangan mereka sendiri (bias konfirmasi), sehingga yang salah namun sejalan dengan keyakinan mereka lebih mudah diterima.
  • Peran Media : Media sering membuat berita yang sensasional atau menarik perhatian (clickbait) untuk mendapatkan lebih banyak pembaca atau pemirsa, meskipun akurasi informasi tersebut kurang diperhatikan.

Peran media sosial dalam menyebarkan informasi di era post-truth tidak bisa diabaikan. Namun, media tradisional juga terperangkap dalam dinamika pasar dan politik. Tekanan untuk mendapatkan rating tinggi dan iklan sering kali membuat mereka memilih berita yang sensasional daripada yang berbasis fakta. Ini memperparah penyebaran informasi yang tidak akurat dan menyesatkan. Fenomena "fake news" atau berita palsu menjadi alat untuk memanipulasi opini publik. Berita palsu sering dirancang untuk memicu emosi kuat seperti kemarahan atau ketakutan, yang dapat mengarahkan masyarakat pada pengambilan keputusan yang irasional. Dalam jangka panjang, ini merusak kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi dan media. Jurnalisme investigatif yang kuat dan independen adalah kunci untuk melawan arus informasi palsu, meskipun hal ini membutuhkan keberanian dan integritas dari para jurnalis.

Dalam konteks politik, politisi di era post-truth sering memanfaatkan strategi komunikasi yang mengedepankan emosi daripada fakta. Mereka cenderung menggunakan retorika yang memancing perasaan pemilih, meskipun informasi yang disampaikan tidak akurat atau bahkan menyesatkan. Praktik ini semakin memperlemah integritas proses politik, dan situasi ini diperburuk oleh media yang sering memperkuat narasi emosional demi kepentingan komersial atau afiliasi politik mereka.

Secara keseluruhan, realitas demokrasi di Indonesia, terutama di era post-truth, mencerminkan kompleksitas tantangan dan ketegangan antara prinsip-prinsip demokrasi yang diidealkan dan praktik politik yang terjadi.


4.5 Contoh post-truth di Indonesia

Era post-truth telah mempengaruhi dinamika demokrasi di banyak negara, termasuk Indonesia. Salah satu contoh yang mencolok adalah pemilu presiden 2019 yang menjadi ajang penyebaran informasi yang tidak akurat dan manipulatif. Selama kampanye, kedua kubu saling menuduh dan menyebarkan berita palsu untuk mendiskreditkan lawan politik. Salah satu hoaks terkenal adalah tuduhan bahwa calon presiden Joko Widodo adalah keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI). Tuduhan ini terus disebarkan meskipun sudah dibantah berulang kali. Dampak dari kampanye berbasis hoaks ini memperparah polarisasi di masyarakat Indonesia.

Contoh ini menunjukkan bagaimana demokrasi di Indonesia di era post-truth mengalami tantangan besar. Penyebaran informasi palsu yang cepat dan luas melalui media sosial membuat masyarakat sulit membedakan antara fakta dan fiksi. Selain itu, emosi dan keyakinan pribadi sering kali lebih dominan dalam membentuk opini publik daripada fakta yang objektif. Dampak dari fenomena ini sangat serius. kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi menurun, dan masyarakat menjadi lebih terpecah belah.

4.6 Upaya Mengatasi Tantangan Post-Truth

Untuk mengatasi tantangan ini, upaya yang dilakukan untuk mengatasi tantangan post-truth diperlukan langkah-langkah konkret seperti :

  • Pendidikan Literasi Media dan Informasi: Meningkatkan kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam mengenali dan memverifikasi informasi yang mereka terima sangat penting. Pendidikan literasi media dapat membantu individu mengidentifikasi sumber informasi yang terpercaya dan memahami bias yang mungkin ada.
  • Penguatan Jurnalisme Berkualitas: Media yang independen dan berkualitas harus didukung untuk menjalankan perannya sebagai pilar demokrasi. Jurnalisme investigatif yang berbasis fakta dan penelitian mendalam dapat menjadi penyeimbang bagi penyebaran informasi yang salah.
  • Regulasi dan Kebijakan: Pemerintah perlu menciptakan regulasi yang efektif untuk mengatasi penyebaran disinformasi tanpa mengorbankan kebebasan berpendapat. Ini termasuk kerjasama dengan platform media sosial untuk memonitor dan menghapus konten yang berbahaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun