Mohon tunggu...
Samuel Luhut Pardamean S
Samuel Luhut Pardamean S Mohon Tunggu... Seniman - Seniman

" Cintailah apa yang anda Cintai, karna Cinta itu Kebenaran" - Samuel LPS

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jasmine III

21 Oktober 2024   01:05 Diperbarui: 21 Oktober 2024   03:24 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jasmine III

"Kak Pi benar, kiranya aku bisa mengaplikasikan hidupku sepertinya." Ungkap Pi Pian.

Saat itu hubungan antara Pi Pian makin membaik dengan Mala Malaan, didekatkannya Pi Pian oleh Mala. Dibisik nya agak seakan merangkulnya, agar tak terlihat oleh yang lainnya. Pi Pian tergumam, melihat kearah Pi yang terlihat tak berdosa.

Kecerian seketika menjadi cukup hening, melebur kedalam agan-angan. Kaca-kaca Dimata Pi Pian mengkilat, urat matanya seakan sebuah retakan dan keluar sebuah air yang mendorong debu. Langkahnya bergerak tak lincah, sebuah bisik memaku tekad baru penuh kerahasiaan. Diliriknya sesamanya, lalu para mata berkomunikasi tanpa komunikasi. Hanya deru nafas yang dapat menjelaskan, jikalau didengar dengan jarak milimeter. Ya, jelas bisikan itu mengubah ekspresi mereka.

Mereka yang lain juga terdiam, hanya sebuah jentikan jari dari seorang yang tak bisa menghentikan jari yang terdengar terhadap mereka dan sesamanya. Sebuah khayalan tergambar dan dirancang secara khusus oleh Pi Pian, bahkan kawanannya. 

Mereka bergerombol layaknya kawanan domba, kalau dilihat terkadang rambut mereka juga begitu terpapar panasnya mentari. Namun tak bisa dilupakan sejuknya kiriman kabut dari wilayah Sem berada, hanya mengungkapkan sebuah kata 'Wuuuuw'.

Mata mereka tak hanya seperti penjaga, lebih rinci layak nya mencari jarum dalam jerami. Tapi mata itu masih terlihat seperti biasa, ditutupi keseganan akan rasa hati yang berkuasa akan pikirannya. Alangkah polosnya mereka, bahwasanya Pi tahu apa yang dilihatnya itu sesuatu yang tak terlihat oleh mereka. Pi hanya tersenyum kecil.

Langkah mereka terhenti, sebuah layar bambu mereka duduki. Cukup sengit sinarnya, padahal sang matahari belum mencapai puncaknya. Hembusan kendaraan yang melintas menambah tempo angin yang sampai kedalam kalbu, kesibukan masing-masing dimulai dalam kediaman. Terkadang sebuah tatapan menjadi isyarat satu sama lain. Seperti kode morse intelijen rahasia, sampai-sampai karna sangat rahasia tak ada yang tau apa yang dipikirkan masing-masing.

Pi tahu ada sesuatu dalam benak mereka, sebuah senyum terkadang dilontarkan menyembunyikan dimensi rahasia mereka. Seakan mereka dalam satu tujuan dan satu misi, namun tak diungkapkan gerikannya. Pi hanya menyibukkan dirinya bersama saudari-saudarinya menikmati keterhubungan dengan Sem, dibiarkannya Pi Pian merajut ekpetasi nya yang berbekas penyesalan. Pi tersenyum kearah mereka, sebuah kejutan menghardik jiwa-jiwa yang mencoba pura-pura diam itu.

  Pi tak mau ambil pusing dengan apa yang dipikirkan oleh Pi Pian, jalan mereka juga lain. Pi Pian saat itu memang tak terhubung nyata dengan Sem, Pi Pian dan kawanannya hanya terhubung sesaat dengan Pi. Hal itu membuat kelompok yang terbuang penuh kesyirikan, Pi Pian tak berani menanyakan sedikitpun mengenai Sem. Ia benar-benar merasa terpukul akan segala rasa kesalahannya, bahkan ia tahu yang sempat dikira Sem bahwa Pi Pian merupakan bagian kelompok yang terbuang. Padahal pi Pian hanya menutupi kelompok yang terbuang saat mereka mencoba mengaku-ngaku sebagai Pi dengan menghubungkan dirinya ke Sem. Hingga ia tersadar bahwa yang dilakukannya itu tak penting dan tak seharusnya dilakukan.

Sem memang masih cukup sensi bila mana bertemu Pi Pian, dikarenakan mereka terlalu ceroboh melakukan perbuatan yang tak seharusnya. Seakan-akan menjadi sebuah gambaran dari lagu yang didengarkan oleh Pi, lagu dari 'Madison Beer -- Revkless'. Lagu itu juga seakan mengisi suasana dimana mereka saling terdiam, para memandang orang-orang Aan, mereka merasa agak malu. Teringat ketika masa kecil mereka masing-masing, lagu itu juga seakan terhubung dan terdengar. Saat itu terasa sampai dimana mereka teringat masa kecil mereka. Ketika kecil dan lagu itu terdengar, Sem benar-benar murka, habis orang-orang Pi diomelinya. Kelakuan mereka seakan orang yang arogan, membuat segala kesulitan menjadi makin sulit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun