Ditulis oleh : Salwa Salvia Lutfi dan Hamiddullah
Â
A. Pengertian Akhlak Menurut Bahasa dan IstilahÂ
Â
Dari segi kebahasaan, kosakata akhlak dalam Bahasa Indonesia berasal dari Bahasa arab, yang merupakan bentuk jama’ dari kata khuluq, yang berarti 1) al-adah, yakni kebiasaan atau kelaziman; 2) al-tabi’ah, yakni tabiat, watak, atau karakter; 3) al- sajjiyah, yakni perngai, ekspresi, gestur, atau Bahasa tubuh; 4) al-muru’ah, yakni harga diri, martabat, dan kehormata; dan 5) ad-diin, yakni ketaraturan, peradaban, atau agama.
Sementara itu, dalam kamus al-munjid menyebutkan bahwa kata akhlak dalam bahasa arab yang berarti tabiat, budi pekerti, atau kebiasaan. Jadi, seacara kebahasaan kata akhlak mengacu kepada sifat sifat manusia secara universal, baik sifat terpuji maupun sifat tercela.
Sedangkan secara istilah, beberapa pemuka agama mendefinisikan akhlak sebagai berikut.[1]Â
Menurut ibnu mandzhur, pada hakikatnya akhlak adalah dimensi esoteris manusia yang berkenaan dengan jiwa, sifat, dan karakteristik manusia secara khusus, baik yang hasanah (baik) maupun yang mazmumah
(tercela).
Menurut ibnu miskawaih, akhlak adalah sifat yang tertanam pada jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu perbuatan tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu.
Menurut al-ghazali, akhlak adalah gambaran tentang keadaan jiwa yang tertanam secara mendalam. Keadaan jiwa itu melahirkan tindakan dengan mudah tanpa membutuhkan pertimbangan atau pemikiran
Menurut Ibrahim anis, akhlak adalah sifat yang tertanam pada jiwa seseorang secara mendalam yang daripadanya muncul perbuatan baik maupun buruk dengan tidak membutuhkan pemikiran ataupun pertimbangan.
Â
Dengan bahasa lain, ilmu ini membahas tentang diri manusia dari segi kecenderungan-kecenderungannya, hasrat-hasratnya, dan beragam potensi yang membuat manusia condong pada kebaikan atau keburukan.
Akhlak adalah Al-Qur'an, sunah Nabi Muhammad, akal sehat, dan nurani. Mengapa demikian? Karena akhlak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran Islam yang sumber utamanya adalah Al-Qur'an dan sunah Nabi Muhammad. Kedua sumber utama tersebut dipahami oleh para ulama salaf saleh, yakni ulama terdahulu yang saleh, secara mendalam dengan akal sehat (al-aql al-salim) dan nurani bersih (al-qalb al-salim) se- hingga menghasilkan pemikiran tentang akhlak yang tercerahkan[2]
Â
B. Pengertian Etika, Moral, dan Susila
EtikaÂ
Etika adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh sebagian manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.[3]
Â
Â
Secara etimologis, istilah etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang berarti adat-istiadat (kebiasaan), perasaan batin, kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan.[4]
Fungsi etika adalah membimbing setiap individu dalam masyarakat agar bisa membedakan antara baik dan buruk , benar dan salah, serta mengarahkan manusia agar mengendalikan perilaku guna menciptakan kehidupan harmonis serta membangun pandangan dunia (world outlook) dan pandangan hidup (way of life) untuk memastikan terwujudnya harkat manusia dan kemanusiaan.[5]
Moral
Etika dan moral memiliki pengertian yang sama, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan. Moral atau moralitas untuk menilai perilaku individu dan kelompok dalam kehidupan sosial, sedangkan etika merupakan seperangkat pemikiran filosofis-teoretis dalam pengkajian sistem nilai yang melahirkan teori baik dan buruk serta melahirkan standar penilaian terhadap sikap dan perilaku individu maupun kelompok, apakah dinilai baik atau buruk.[6]
Sifat moral dan moralitas bersifat relatif atau nisbi, yakni berubah dan mengalami perubahan sesuai perubahan pemikiran manusia dan perubahan sosial. Fungsi moral dan moralitas adalah menentukan batas suatu perbuatan, kelakuan, sifat, dan perangai. Fungsi utama moral adalah menilai suatu perbuatan di tengah-tengah kehidupan sosial, apakah perbuatan tersebut benar, salah, baik, buruk, layak, atau tidak layak untuk dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat.
Susila
Dalam kehidupan manusia, dibutuhkan seperangkat aturan yang dapat mengendalikan perilaku manusia agar tercipta kehidupan yang harmonis. Seperangkat aturan ini disebut norma yang sering dihubungkan dengan kesusilaan sehingga menjadi norma kesusilaan. Sementara itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), susila atau kesusilaan berarti baik budi bahasanya, beradab, sopan santun, adat istiadat yang baik, kesopanan, dan keadaban. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dirumuskan bahwa susila atau norma kesusilaan adalah prinsip hidup yang baik yang menjadi arahan setiap individu untuk hidup sesuai aturan yang berlaku di masyarakat agar tercipta kehidupan yang harmonis. susila atau kesusilaan, yaitu akal budi, nurani, dan kesadaran kolektif masyarakat.[7]
Sifat susila dan kesusilaan memiliki sifat seperti etika dan moral yang bersifat relatif atau nisbi, yakni berubah dan mengalami perubahan sesuai perubahan pemikiran manusia dan perubahan sosial. Fungsi susila dan kesusilaan yaitu menjaga agar setiap individu dan ke- lompok sosial dalam masyarakat dapat mengendalikan perilaku mereka guna menciptakan kehidupan harmonis. Kesusilaan sering dihubung- kan dengan norma sehingga menjadi norma kesusilaan yang berfungsi menjaga adat istiadat yang baik, kesopanan, kesantunan, dan keadaban. Dengan demikian, fungsi utama norma kesusilaan adalah memelihara prinsip hidup yang baik yang menjadi arahan setiap individu untuk hidup sesuai aturan yang berlaku di masyarakat agar tercipta kehidupan harmonis[8]
Â
C. Persamaan Akhlak Dengan Etika, Moral dan Susila
Â
Akhak adalah bagian Yang tidak terpisahkan dari ajaran islam yang sumber utamanya adalah alqur’an dan hadits yang dipadukan dengan nalar dan nurani yang bersih, dan bening. Akhlak berfungsi sebagai code of conduct guna memandu manusia hidup dengan iman dan ketaan kepada allah.
Begitu pula dengan etika yang merupukan timbangan tentang baik dan buruk yang berbagi menjadi dua bagian yaitu etika praktis yang membicarakan tentang adab kesopanan, sedangan etika teoretis membahas tentang etika secara mendasar, etika bersifat relatif, mengalami perubahan sesuai perubahan pikiran dan sosial.
Etika adalah code of conduct yang memandu manusia mengendalikan perilaku guna menciptakan kehidupan harmonis, membangun pandangan dunia dan pandangan hidup untuk memastikan terwujudnya harkat dan martabat manusia dan kemanusiaan.
Moral adalah ajaran tentang baik dan buruk yang menjadi kesadaran kolektif masyarakat tentang sikap dan perbuatan individu dan kelompok yang dapat diterima masyarakat. Dan susila ialah seperangkat aturan tentang baik dan buruk yang dapat mengendalikan perilaku manusia.[9]
Demikian pula aturan baik buruk yang berasal dari pemikiran manusia,seperti etika, moral, dan adat kebiasaan juga dinamakan akhlak. Persepsi ini tidak sepenuhnya tepat, sebab antara akhlak, moral, etika, dan adat kebiasaan terdapat perbedaan. Akhlak bersumber pada agama, sedangkan etika, moral dan adat kebiasaan berasal dari pemikiran manusia.moral bersumber dari akal budi,nurani,kesadaran kolektif masyarakat. Oleh karena itu, moral seperti etika yang mengalami perubahan sesuai perkembangan pemikiran manusia manusia dan perubahan sosial. Dengan demikian susila ialah prinsip hidup yang menjadi arahan setiap individu untuk hidup sesuai aturan yang berlaku di masyarakat agar tercipta kehidupan yang harmonis.Dalam konsepnya akhlak adalah suatu sikap mental (halun lin–nafs)Â
yang mendorong  untuk berbuat tanpa piker dan berasal dari watak dan ada yang berasal dari kebiasaan dan latihan, dengan kata lain tingkah laku manusia mengandung dua unsur, unsur watak naluri dan unsur usaha lewat kebiasaan dan latihan. [10]
Â
D. Ciri-ciri Khusus Perbuatan Akhlak
Â
Akhlak memiliki lima ciri pokok sebagai berikut.
Perbuatan akhlak adalah pebuatan yang tertanam secara terusmenerus di dalam jiwa seseorang sehingga menjadi kuat dan mengakar. Jika seseoang dinyatakan berakhlak dermawan, kedermawanan tersebut telah mnedarah daging kapan pun dan di mana pun ia hidup sehingga menjadi kepribadiannya yang membedakan dirinya dengan orang lain.Â
Perbuatan akhlak adalah perbuata yang dilakukan seseorang dengan mudah tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan. Hal ini tidak berarti bahwa ketika seseorang melakukan perbuatan tersebut dalam keadaan tidak sadar, hilang igatan, tidur, atau gila. Perbuatan akhlak tersebut mengalir dengan mudah seperti air terjun yang jatuh ke sebuah lembah tanpa mengalami hambatan sekecil apapun.Â
Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbu dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan dan tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah pebuatan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan, dan keputusan yang bersangkutan. Oleh karna itu, jika seseorang melakukan suatu perbuatan, tetapi bukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan, perbuatan itu bukanlah akhlak dari orang yang bersangkutan. Manusia diciptakan oleh Allah SWT, kemudian di beri kelengkapan hidup berupa akal dan nurani. Dengan akal, manusia di harapkan dapat berpikir. Dengan nurani, manusia diharapkan dapat meresapi dan memberi makna. Deangan memadukan akal dan nurani manusia diharapkan memiliki kearifan sehingga perbuatannya mencerminkan kebebasan, pilihan, dan tanggung jawabnya sebagai manusia yang bermanfaat.Â
Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau seang bersandiwara. Perbuata akhlak adalh perbuatan nyata dalam kehidupan sosial. Untuk membedakan apakah prbuatan seseorang itu sesungguhnya atau sedang bersandiwara dengan topeng-topeng kehidupan, diperlukan pengamatan dengan saksama dan terus-menerus tentang perilaku seseorang atau sekelompok orang.Â
Perbuatan akhlak, khususnya akhlak yang terpuji, adalah perbuatan yang di lakukan atas dasar keimanan dan ibadah atau pengabdian [11] Kepada allah dengan penuh keikhlsan semta-mata karna mengharap keridhaan atau kerelaan-NYA di dunia maupun di akhirat.Â
Â
E. Sumber, Sifat dan Tujuan Akhlak
Â
Sumber akhlak adalah Al-Qur’an, Sunnah nabi Muhammad, akal sehat, dan nurani. Karena akhlak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran islam yang sumber utamanya adalah Al-Qur’an dan hadist Nabi Muhammad S.A.W.Â
Kedua sumber utama tersebut dipahami oleh para ulama salaf saleh, yakni ulama terdahulu yang saleh, secara mendalam dengan akal sehat (al- ‘aql alsalim) dan nurani bersih (al-qalb al-salim) sehingga menghasilkan pemikiran tentang akhlak yang tercerahkan. 12
Nilai-nilai akhlak Islam bersifat tetap, universal, kokoh, dan realistis.
Sementara itu, akhlak Islam bersifat realistis karena nilai-nilai akhlak Islam tidak utopis, tetapi bersifat  praktis, terperinci, dan penerapan sehingga mudah diaplikasikan dalam hidup dan kehidupan ini kapanpun dan dimanapun.[12]
 Menurut Al-Farabi, menjelaskan bahwa akhlak bertujuan untuk mmperoleh kebahagiaan yang merupakan tujuan tertinggi yang dirindui dan diusahakan oleh setiap orang.
Sedangkan menurut Ibnu Maskwih, menjelaskan bahwa akhlak bertujuan untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan (lagi).Â
Singkatnya tujuan akhlak untuk mengarahkan manusia kepada kedamaian dan kebahagian dalam hidup. [13]
Â
Â
Â
F. Proses dan Tahapan Menjadi Manusia Berakhlak
Â
Dalam proses pembentukan akhlak metode mempunyai kedudukan yang sangat penting guna mencapai kedudukan yang sangat penting guna mencapai tujuan pendidikan, karena banyak ahli berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah pembinaan dan pembentukan akhlak mulia, oleh sebab itu perlunya kehati-hatian dalam menentukan metode, menurut Islam, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk membentuk akhlak antara lain sebagai berikut:
Metode keteladanan orang tua dan guru yang bisa memberikan teladan Perilaku baik, akan ditiru oleh anak-anak dan menurut imam al Ghazali pernah mengibaratkan bahwa orang tua itu seperti cermin bagi anak-anaknya, artinya, perilaku orang tua biasanya akan ditiru oleh anak-anaknya, Ihwal ini tidak terlepas dari kecenderungan anak-anak yang Suka meniru ( hubbu at-taqid).Â
Metode pembiasaan hal ini dilakukan sejenak Kecil dan dilakukan Secara kontinu, berkenaan dengan ini al-ghozali mengatakan bahwa la kepribadian manusia pada dasarnya dapat menerima segala usaha pembentukan melalui Pembiasaan. Jika manusia membiasakan berbuat jahat, maka ia akan menjadi orang yang jahat. Sebaliknya jika ia membiasakan berbuat baik maka ia akan menjadi orang baik, untuk ini al-ghazali menganjurkan agar akhlak diajarkan yaitu dengan cara melatih jiwa kepada pekerjaan atau tingkah laku yang mulia, yang di mana Menjadikannya orang berakhlak.
Metode Persuasi Â
Metode persuasi adalah menyakinkan peserta didik tentang sesuatu ajaran dengan lakukan akal. penggunaan metode persuasi didasarkan atas pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang berakal. Artinya islam memerintahkan kepada manusia untuk menggunakan akal dalam membedakan antara yang benar dan salah / Yang baik dan buruk.Â
Metode kisahÂ
Metode kisah ini adaah salah satu upaya untuk mendidik murid agar mengambil pelajaran dari jadian di masa lampau. Apabila kejadian tersebut merupakan kejadian yang baik, mereka harus mengikuti. Sebaliknya, apalagi kejadian tersebut  bertentangan dengan islam maka harus di hindari metode ini sangat digemari, metode ini sering kali digunakan oleh seorang Ibu ketika anaknya ingin tidur, namun perlu kita ketahui bahwa kemampuan setiap anak didik itu berbeda-beda dalam menerima pesan yang disampaikan oleh sebab itu. Pendidikan harus  bisa memilih bahasa yang mudah, agar bisa di Pahami oleh setiap anak.
Ta'lim (Pengajaran)Â
Dengan mengajarkan perilaku Keteladanan, akan terbentuk pribadi yang baik. dalam mengajarkan hal-hai yang baik kita tidak perlu menggunakan kekuasaan dan kekerasan, sebab cara tersebut cenderung mengembangkan moralitas yang eksternal, artinya dengan cara tersebut anak akan  berbuat baik karena takut hukuman orang tua atau guru. Pengembangan moral yang dibangun atas dasar rasa takut cenderung membuat anak menjadi kurang kreatif. bahkan ia juga menjadi kurang inovatif dalam berfikir dan bertindak sebab ia dibayangkan dengan rasa takut dihukum dan dimarahi orang tua atau gurunya[14].Â
Â
Â
G. Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Tasawuf
Â
Para ahli Ilmu Tasawuf pada umumnya membagi tasawuf kepada tiga bagian. Pertama tasawuf falsafi, kedua tasawuf akhlaki dan ketiga tasawuf amali. Ketiga macam tasawuf ini tujuannya sama, yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela.
dan menghias diri dengan perbuatan yang terpuji. Dengan demikian dalam proses pencapaian tujuan bertasawuf seseorang harus lebih dahulu berakhlak mulia. Ketiga macam tasawuf ini berbeda dalam hal pendekatan yang digunakan. Pada tasawuf falsafi pendekatan yang digunakan adalah pendekatan rasio atau akal pikiran, karena dalam tasawuf ini menggunakan bahan-bahan kajian atau pemikiran yang terdapat di kalangan para filosof seperti filsafat tentang Tuhan, manusia, hubungan manusia dengan Tuhan dan sebagainya. Selanjutnya pada tasawuf akhlaki pendekatan yang digunakan adalah pendekatan akhlak yang tahapannya terdiri dari takhalli (mengosongkan diri dari akhlak yang buruk), tahalli (menghiasinya dengan akhlak yang terpuji), dan tajalli (terbukanya dinding penghalang (hijab) yang membatasi manusia dengan Tuhan. Sedangkan pada tasawuf amali pendekatan yang digunakan adalah pendekatan amaliayah atau wirid, yang selanjutnya mengambil bentuk tarikat. Dengan mengamalkan tasawuf baik yang bersifat failsaf, akhlaki atau amali, seseorang dengan sendirinya berakhlak baik. Perbuatan yang demikian itu ia lakukan dengan sengaja, sadar, pilihan sendiri dan bukan karena terpaksa.
Hubungan antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tasawuf lebih lanjut dapat kita ikuti uraian yang diberikan Harun Nasution. Menurutnya ketika mempelajari tasawuf ternyata pula bahwa Al-Qur'an dan al-Hadis mementingkan akhlak. Al-Qur'an dan al-Hadis menekankan nilai-nila kejujuran, kesetiakawanan, persaudaraan, rasa kesosialan, keadilan tolong-menolong, murah hati, suka memberi maaf, sabar, baik sangka berkata benar, pemurah, keramahan, bersih hati, berani, kesucian, hemat, menepati janji, disiplin, mencintai ilmu dan berpikiran lurus.
[15]
Â
H. Hubungan Etika, Moral, dan Susila dengan AkhlakÂ
Â
Â
Â
Dilihat dari fungsi dan perannya, dapat dikatakan bahwa etika, moral, susila dan akhlak sama, yaitu menentukan hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan manusia untuk ditentukan baik-buruknya.
Â
Â
Perbedaan antara etika, moral, dan susila dengan akhlak adalah terletak pada sumber yang dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Jika dalam etika penilaian baik buruk berdasarkan pendapat akal pikiran, dan pada moral dan susila berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat, maka pada akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik dan buruk itu adalah Al-Qur'an dan al-hadis. Perbedaan lain antara etika, moral dan susila terlihat pula pada sifat dan kawasan pembahasannya. Jika etika lebih banyak bersifat teoretis maka pada moral dan susila lebih banyak ber-sifat praktis. Namun demikian etika, moral, susila dan akhlak tetap saling berhubungan dan membutuhkan[16]
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H