Maliq sama dengan Anti, kedua orangtuanya belum tahu tentang perkembangan Maliq. Ya, mereka tergolong sibuk dengan pekerjaan ditambah sang ayah adalah pianis dan komponis yang selalu sibuk dengan penggemarnya.
"Anti!" panggil ibunya dalam telepon.
"Iya Ma?" Anti kini masih di sekolah, menunggu kedatangan seorang sahabat kecilnya yang kini satu sekolah dengannya.
"Kenapa kamu tidak memberitahu Mama kalau kamu sudah berprestasi?" Anti terdiam.
"Novel kamu di tangan mama lho. Tadi mama ada kesempatan ke toko buku dan lihat nama kamu di sebuah buku. Apalagi bukunya masuk ke rak best seller!" Anti tersenyum. Ia berharap bahwa harapan dahulunya berbuah seperti buah yang enak bila dimakan.
"Anti, mama bangga. Terus semangat dan berkarya Sayang!" Anti mengangguk dan mama menutup telepon.
---
"Assalamu'alaikum!" belum ada jawaban, hanya suara terbahak dari sang ayah yang kini suaranya sedikit menjadi bapak.
"Anak kita buat novel komedi dan terbit. Ayah harus tahu, mama tiap melihat kata demi kata Anti ingin terta..."
Ayah masih tak berhenti tertawa apalagi koleganya iseng menekan tuts piano untuk menyadarkan seorang ayah yang di hadapan kolega tersebut sangat berkarisma.
"Ya Allah, Ayah baru baca satu bab dari novel Anti sudah tertawa, tambah komik pendek Kak Difan baru terbit semakin terbahak!" tak lama tuts piano sang kolega berbunyi berharap sang yang ia kagumi sadar.