Menurut Danim (2004), kepemimpinan transformasional adalah kemampuan seseorang pemimpin dalam bekerja dengan dan/atau melalui orang lain untuk mentransformasikan, secara optimal sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang bermakna sesuai dengan target capaian yang telah ditetapkan. Menurut O'Leary (Pradana et al, 2013), kepemimpinan transformasional adalah gaya kepemimpinan yang digunakan oleh seorang manajer bila dia ingin suatu kelompok melebarkan batas dan memiliki kinerja melampaui status quo organisasi mencapai serangkaian sasaran organisasi yang sepenuhnya baru. Luthans (2011) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional membawa keadaan menuju kinerja tinggi pada organisasi yang menghadapi tuntutan pembaharuan dan perubahan. Kepemimpinan transformasional merupakan kemampuan untuk memberikan inspirasi dan memotivasi para pengikutnya untuk mencapai hasil - hasil yang lebih besar daripada yang direncanakan secara orisinil dan untuk imbalan internal (Mondiani, 2012).
Bass dan Avolio (2011) menyatakan bahwa Kepemimpinan Transformasional adalah suatu model kepemimpinan untuk meningkatkan sumberdaya manusia dengan dan hubungan efek pemimpin terhadap bawahan dapat diukur, dengan indikator adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan, dan hormat terhadap pemimpin, berusaha untuk memotivasi pengikut untuk melakukan sesuatu yang lebih demi tercapainya kinerja.Â
Penelitian yang dilakukan oleh Mihalcea (2014) yang menunjukkan pada tingkat profil kepribadian, pemimpin yang menunjukkan orientasi tugas, dominasi, ambisi, kemandirian, kepercayaan diri menghasilkan tingkat kepuasan yang rendah di antara karyawan mereka. Saleem (2015) menunjukkan kepemimpinan transformasional memiliki dampak positif pada kepuasan kerja dan kepemimpinan transaksional memiliki dampak negatif pada kepuasan kerja. Temuan juga menunjukkan bahwa, politik organisasi yang dirasakan sebagian memediasi hubungan antara gaya kepemimpinan dan kepuasan kerja. Munir et  al (2012)  menunjukkan fakta bahwa sebagian besar pemimpin siap untuk berubah dan berkembang. Oleh karena itu, pemimpin dengan visi yang jelas, inspirasi yang tinggi, kreatif dan inovatif akan memimpin karyawan untuk melakukan apa yang diharapkan dari mereka. Sheila et al (2017) menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional sangat penting untuk meningkatkan keselamatan pasien dan meningkatkan kepuasan perawat di tempat kerja. Mengingat prevalensi efek samping di rumah sakit dan kekurangan perawat kritis, sangat penting bahwa manajer terlibat dalam perilaku kepemimpinan transformasional untuk memastikan  bahwa  lingkungan  kerja memberdayakan  mendukung perilaku praktik profesional perawat, yang pada gilirannya, memberikan hasil yang lebih baik bagi pasien dan selanjutnya, tingkatkan retensi perawat. Akmal dan Gita (2015) menyimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara dimensi variabel kepemimpinan transformasional, idealisasi pengaruh, motivasi inspirasional, konsiderasi individual, dan stimulasi intelektual terhadap kepuasan kerja karyawan di PT. Madubaru PG.PS Madukismo Yogyakarta.
Penelitian pengaruh lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan Â
Lingkungan kerja merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan bekerja pegawai. Jika dalam lingkungan sekitar tempat kerja memberikan kesan yang tidak nyaman, pegawai merasa malas untuk bekerja. Hal ini sama seperti apa yang dikatakan oleh Nitisemito (2012) yakni lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjelankan tugas-tugas yang diembannya. Menurut Sedarmayanti (2007) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi dua yakni lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik.
Menurut Sedarmayanti (2007) secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi dua yakni lingkungan kerja non fisik dan fisik. Di mana lingkungan kerja fisik adalah tempat kerja pegawai melakukan aktivitasnya (Sarwono, 2005). Setiap perusahaan atau organisasi wajib menyediakan lingkungan kerja yang baik bagi karyawannya sehingga mereka dapat bekerja sesuai dengan keinginan organisasi dalam upaya pencapaian tujuan organisasi (Sukmawati, 2008). Lewa dan Subowo (2005) berpendapat bahwa saat ini lingkungan kerja didesain sedemikian rupa untuk menciptakan hubungan kerja yang mengikat pekerja dalam lingkungannya. Sehingga apapun yang ada dalam lingkungan kerja dapat disesuaikan dengan kondisi kerja yang ada. Sedangkan lingkungan kerja non fisik merupakan lingkungan kerja yang tidak dapat terdeteksi oleh panca indera manusia, namun dapat dirasakan (Dharmawan, 2011). Menurut Wursanto (2009) disebutkan ada beberapa macam lingkungan kerja yang bersifat non fisik yakni: 1) adanya perasaan aman dari para pegawai dalam menjalankan tugasnya, 2) adanya loyalitas, dan 3) adanya perasaan puas dari kalangan pegawai. Lingkungan kerja non fisik hanya dapat dirasakan oleh karyawan itu sendiri (Dharmawan, 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Basak dan Anjali (2011) menunjukkan bahwa kepuasan kerja secara signifikan berkorelasi dengan domain lingkungan sekolah yang berbeda dan locus of control. Analisis regresi bertahap menunjukkan bahwa kepuasan kerja dapat diprediksi secara signifikan oleh Locus of Control dan domain maksimum lingkungan sekolah. Muhammad et al (2015) menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara semua faktor lingkungan kerja dan kepuasan kerja pada guru. Jain dan Surinder (2014) menunjukkan bahwa beban kerja, stres, lembur, kelelahan, kebosanan adalah beberapa faktor untuk meningkatkan ketidakpuasan kerja. Pawirosumarto et al (2017) menunjukkan bahwa lingkungan kerja, gaya kepemimpinan dan budaya organisasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja, tetapi hanya gaya kepemimpinan yang memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Kepuasan kerja tidak memberikan pengaruh yang signifikan dan positif terhadap kinerja karyawan dan bukan merupakan variabel mediasi. Raziq dan Raheela (2015) menyatakan lingkungan  kerja  signifikan mempengaruhi kepuasan kerja.
Penelitian yang dilakukan oleh Riyanto et al (2017) menunjukan bahwa Motivasi memeiliki hubungan terkecil terhadap kinerja karyawan. Lingkungan kerja memiliki hubungan paling baik dan erat terhadap kinerja karyawan. Muhammad et al (2017) menunjukan bahwa Workplace climate benar mempengaruhi kinerja karyawan, hal ini juga didukung oleh workplace yang aman baik dan sehat bagi pegawai bank di kano, nigeria yang menyebabkan kinerja karyawan secara signifikan meningkat. Nguyen et al (2015) menunjukan bahwa ketiga faktor, pendapatan, lingkungan kerja, dan peluang promosi, memiliki dampak positif terhadap kinerja karyawan, namun masing-masing faktor mempengaruhi kinerja dengan tingkat yang berbeda. Na Mao et al (2013) menyatakan sistem kerja yang berkinerja tinggi akan berpengaruh kepada sikap karyawan. Josephine dan Dhyah (2017) menyimpulkan lingkungan kerja berpengaruh terhadap motivasi kerja; lingkungan kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan; motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan; dan motivasi kerja terbukti sebagai variabel mediasi antara pengaruh lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan.
Â
Penelitian pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kinerja karyawan  Â
Dewi et al (2018) dan Kelidbari et al (2016) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kinerja karyawan BUMN di Kota Bandung sebesar 5,9%. Terdapat juga pengaruh kepemimpinan transformasional dan Organizational Citizenship Behaviour terhadap kinerja karyawan BUMN di Kota Bandung sebesar 37,7%. Selain itu terdapat pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kinerja karyawan BUMN di Kota Bandung dengan Organizational Citizenship Behaviour sebagai variabel moderasi sebesar 37,8%, hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya Organizational Citizenship Behaviour sebagai variabel moderasi, maka pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kinerja karyawan BUMN di Kota Bandung menjadi meningkat dari 5,9% menjadi 37,8% meningkat sebesar 31,9%. Dalam cakupan yang lebih kecil pada industri kafe di Yogyakarta juga didapatkan hal sejenis bahwa kepemimpinan transformasional memiliki dampak positif terhadap kinerja, terutama dengan dukungan pengaturan kerja yang fleksibel dan adanya keterikatan kerja antara karyawan dengan pekerjaannya di beberapa kafe yang berbeda (Jauhar dan Suratman, 2022). Dewi et al (2018) yang menunjukkan kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan secara langsung dan juga dapat diperkuat dengan adanya OCB dengan peran mediasinya. Podungge (2018) menunjukkan bahwa ada pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kinerja pegawai di Dinas Pendidikan Kabupaten Bone Bolango sebagai berikut: a) Terdapat pengaruh langsung positif dan signifikan secara simultan antara variabel kepemimpinan transformasional terhadap kinerja karyawan di Dinas Pendidikan. Kabupaten Bone Bolango. b) Ada pengaruh langsung positif dan signifikan antara variabel kepemimpinan ideal (pengaruh ideal) secara parsial terhadap kinerja karyawan di Dinas Pendidikan Kabupaten Bone Bolango. c) Ada pengaruh positif dan signifikan langsung antara variabel kepemimpinan motivasi inspirasi secara parsial terhadap kinerja karyawan di Dinas Pendidikan Kabupaten Bone Bolango. d) Ada pengaruh positif dan signifikan langsung antara variabel kepemimpinan rangsangan intelektual parsial terhadap kinerja karyawan di Dinas Pendidikan Kabupaten Bone Bolango. e) Ada pengaruh langsung positif dan signifikan antara pertimbangan kepemimpinan individu secara parsial terhadap kinerja karyawan di Dinas Pendidikan Kabupaten Bone Bolango.