Linzy lansung bangkit. "Papa tega sama Linzy," lirih Linzy dengan muka datarnya.
"Kamu itu anak...." Belum selesai Dino berucap Linzy langsung menyela.
"Anak pembawa sial, pembunuh ia kan pa," bentak Linzy.
Dino terkejut baru kali ini Linzy membentak. "Apa papa tau gimana perasaan aku, perasaan anak yang kehilangan ibunya, Bang Ray juga ninggalin aku, Pa. Apa Papa pernah ngerasain di posisi aku. Papa hanya bisa marahin aku atas semua kebohongan Nesha, apa pernah aku ngebalas perkataan Papa. Jawab Pa, aku salah apa sampai Papa sebenci itu sama aku." Linzy menghentikann ucapannya.
Dino hanya menatap Linzy dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Lo juga Nesha, apa nggak cukup lo ngambil Papa dari gue. Sekarang lo mau Arka, dari lahir lo disayang, punya orang tua lengkap. Gue nggak pernah ngerasain kasih sayang orang tua. Gue nggak punya siapa-siapa lagi Nesha. Â Apa lo pernah ngerasain di posisi gue hah!!!" bentak Linzy sambil melirik satu persatu anggota keluarganya. Ia melihat air mata kesedihan di pelupuk mata papanya, tapi itu terlambat.
Â
***
"Arka kebetulan kamu di sini, tau kemana Linzy?" tanya Dino.Â
"Arka kesini mau nanya Linzy, tadi Linzy tidak masuk sekolah." Perkataan Arka membuat Dino menyesali perbuatannya, apa Linzy semenderita itu. Tentu saja linzy menderita anak itu tidak pernah mendapatkan kebahagiaan sedari lahir. Ia merasa gagal menjadi ayah.
"Emang kenapa, Pa?"
"Linzy menghilang."