Semua orang yang hadir terlihat serius dengan persentasi di depan mereka. Sesekali mereka memuji kemampuan Kayana dalam membuat suatu projek. Tidak diragukan lagi ide dari Kayana membuat rumah sakit berkembang pesat, kadang banyak rekannya yang iri melihat kedekatan Kayana dengan direktur rumah sakit ini.
Pak Irwan—direktur rumah sakit, menganggap Kayana seperti anaknya sendiri, sangat disayangkan jika orang secerdas Kayana disia-siakan.
Kayana adalah seorang dokter muda yang baru menyelesaikan gelar spesialisnya, berpostur tubuh tinggi membuat laki-laki ingin memilikinya, tapi sayang ia tidak memikirkan urusan percintaan. Yang harus ia lakukan sekarang adalah membahagiakan ayahnya, mencari uang sebanyak mungkin untuk pengobatan ayahnya.
“Maaf, saya terlambat,” ucap seseorang yang baru saja datang. Orang itu berjalan dengan angkuh bak berjalan dia atas catwalk, dan duduk di kursi yang telah disediakan tepat di depan Kayana.
Kayana telah selesai melakukan presentasenya, ia kaget melihat siapa yang ada di depan, hampir saja ia mengeluarkan air mata, tapi ia segera mengalihkan tatapannya. Ia tak mau orang di depannya ini melihat sisi rapuh dari seorang Kayana.
“Kayana, perkenalkan ini Raka, dia yang akan menggantikan saya di sini,” kata Pak Irwan memperkenalkan orang yang ada di depannya.
“Raka.” Raka mengulurkan tanggannya, tapi tak mendapat sambutan dari Kayana.
Kayana hanya tersenyum melihat uluran tangan Raka.
“Baiklah, semoga kalian dapat bekerja sama dengan baik,” kata Pak Irwan lagi, dan tersenyum kepada mereka berdua, pak Irwan sangat berharap Kayana dan Raka bisa bekerja sama.
***
“Masukan dokter Kayana dalam daftar Relawan,” kata Raka, sambil melihat daftar nama untuk menjadi relawan bencana. Raka tau Kayana sangat suka tantangan oleh sebab itu, ia mengusulkan Kayana sebagai Relawan.
“Jadwal saya hari ini?” tanya Raka pada sekretarisnya.
Sang sekretaris menjelaskan jadwal Raka pada hari ini, dimulai dari beberapa operasi yang harus ia lakukan dan juga kunjungan dibeberapa panti asuhan.
Raka sempat terkejut mengetahui siapa asistennya. “Siapa?” tanya Raka memastikan.
“Dokter Kayana, akan menjadi as-op anda Dok.”
Raka hanya mengganguk pertanda mengerti, ia tertawa miris mengetahui Kayana sudah seberhasil ini. Setelah pertemuan pertamanya dengan Kayana di ruang rapat tempo hari. Setelah itu ia selalu memikirkan Kayana, bahkan ia tidak memperhatikan rapat di depannya, pikirannya, hatinya berfokus pada Kayana. Apa Kayana hidup dengan baik? Banyak pertanyaan yang ada di benak Raka.
Ingin sekali ia memeluk Kayana dan memohon maaf berkali-kali, tapi ia tidak bisa melakukan itu, ia takut Kayana akan mengingat luka itu lagi.
Di ruang operasi.
Kayana sedang fokus melakukan bagiannya, ia mendengar dengan baik apa perintah dokter untukknya. Bahkan dokter di depannya ini sempat salah memotong pembuluh darah sehingga dara menderat ke mana-mana, bahkan mereka menghabiskan lima kantong darah hanya untuk mengatasi kesalahan yang di buat dokter di depannya ini.
Dari yang Kayana ketahui, dokter Raka adalah dokter yang ahli dalam bedah, sempat ia menyanjungi dokter Raka, tapi melihat kesalahan yang dokter itu lakukan pada hari ini, membuat ia menarik perkataannya.
“Terimakasih atas bantuannya tadi,” ucap Raka dengan tulus.
Sekarang mereka berdua berada di ruang ganti wanita, entah darimana asalnya Raka bisa masuk ke ruang ganti wanita. Bahkan saat Raka masuk Kayana sedang mengancing bajunya, Seharusnya, Raka menutup mata melihat pemandangan itu, tapi malah sebaliknya Raka mendekat ke arah Kayana dan duduk di dekat Kayana.
“Kalau masuk lihat situasi dulu,” umpat Kayana yang membalikkan badannya, ia tidak akan membiarkan Raka melihat tubuhnya.
“Ouh iya maaf.” Hanya itu yang dikatakan Raka. Tanpa rasa bersalah sama sekali.
Kayana hendak pergi karena sedari tadi Raka hanya diam menatap ke arahnya, ada rasa jengah melihat pandangan Raka.
“Saya permisi Dok,” ucap Kayana berpamitan.
“Besok ikut aku rapat di rumah sakit xxx,” kata Raka sambil menahan pergerakan Kayana. Ia menatap dalam ke arah bola mata Kayana. Ada setitik rindu yang tidak bisa dijabarkan.
“Kenapa harus aku?” tanya Kayana serius.
Ia tidak menyangka direkturnya yang baru mengajaknya rapat di rumah sakit xxx. Yang Kayana tau kedua rumah sakit itu bekerja sama menciptakan produk medis dengan kualitas yang bisa di katakana sangat baik, itu yang Kayana dengar dari gosip-gosip temannya.
Mereka baru memulai kerja sama, mungkin ini rapat ketiga untuk membahas proyek tersebut. Apa Kayana beruntung bisa ikut serta dalam proyek yang akan merubah dunia medis Indonesia?
“Kerena memang harus kamu, saya ingin memiliki partner cerdas seperti kamu, yang tidak merepotkan saya,” jelas Raka, dengan bahasa formalnya, Raka berbicara serius dengan Kayana agar wanita itu setuju, sangat di sayangkan orang seperti Kayana di sia-sia kan.
“Baiklah,” kata Kayana pada akhirnya.
Raka menjelaskan sedikit proyek yang akan mereka laksanakan, seperti dugaan Raka wanita itu langsung menangkap maksud dari Raka. Tidak salah Raka mengajak Kayana bekerja sama, sekaligus menebus kesalahannya?
Kedekatan Kayana dan Raka menjadi bahan omongan di seluruh penjuru rumah sakit ini, ada yang setuju dan ada juga yang mencibir Kayana, bahwa Kayana meongoda Raka sehingga Kayana menjadi orang terpenting di rumah sakit ini.
Kayana selalu dipertemukan dengan Raka di ruang rapat, mereka selalu menebar senyum jika bersama rekan kerjanya. Tapi, mereka berdua akan menjadi asing jika sedang berdua begini.
“Terimakasih untuk hari ini,” kata Raka sambil menyesat kopi miliknya, mereka berdua berada di sebuah hotel, dengan paksaan dari Raka akhirnya Kayana menyetujui ajakan makan malamnya.
“Hmm …”
Mood Kayana menjadi turun jika Raka berbicara santai padanya. Rasanya ia ingin memeluk Raka dan menumpahkan seluruh kesedihannya. Kayana bukan perempuan kuat yang bisa menghadapi kejamnya hidup, bahkan semenjak SMA Kayana di paksa untuk mencari nafkah sendiri untuk menghidupi ia dan ayahnya. Kadang ia dibentak, dimarahi di tempat kerjanya dulu. Bahkan, menjadi dokter seperti sekarang Kayana haru berusaha berkali-kali lipat dari orang lain.
Di saat teman-temannya bermain, menikmati masa remajanya seorang Kayana harus banting tulang untuk kelangsungan hidupnya. Dan di saat semua orang tertidur ia harus belajar berkali lipat dari orang lain, demi hasil yang memuaskan. Sampai lah Kayana pada titik sekarang, dengan peghasilannya sebagai dokter ia bisa membiayai pengobatan ayahnya. Kayana tidak memusingkan tentang uang lagi, yang Kayana lakukan adalah hanya fokus bekerja dan membahagiakan ayahnya.
“Kamu nangis dek?” tanya Raka, setelah melihat Kayana menghapus air matanya.
“Ouh iya, menangis menjadi hobiku selama sepuluh tahun terakhir ini, bahkan di saat menangis aku bisa tertawa seperti sekarang,” ejek Kayana, air matanya semakin deras turun. Bahkan ia tidak berniat untuk menghapusnya. Bahkan ia tertawa di sela tangisannya, seakan ia tidak merasakan air mata itu turun.
“Aneh bukan?” tanya Kayana serius.
“Dek, kamu …” Ucapan Raka terpotong dengan perkataan Kayana selanjutnya. “Aku tidak selemah dulu.” Kayana berdiri dan pergi dari sana.
Raka tidak tinggal diam, ia berlari mengejar Kayana.
“Aku antar pulang,” kata Raka menyeret Kayana ke parkiran.
“Aku bisa pulang sendiri.” Kayana berusaha melepas cekalan Raka di tanggannya.
“Tidak, ikut aku,” kata Raka tegas.
“Lepas, sakit,” rintih Kayana memegang pergelangan tangannya yang memerah.
“Bisa nggak, kamu jangan menyulitkan diri sendiri, kalau aku bilang ikut, ya ikut,” bentak Raka, dan mendorong Kayana masuk ke dalam mobilnya. Raka sangat kesal dengan penolakan Kayana.
***
Terlihat semua orang sedang berkerumunan melihat gadis kecil, yang memohon-mohon kepada petugas rumah sakit di depannya itu.
“Pak saya mohon, selamatkan ayah saya, Saya janji akan membayar biaya tagihannya Pak,” kata anak memohon sambil terisak.
Petugas itu menjelaskan bagaimana kondisi ayah si anak, Bahwa biaya cukup pantastik untuk melakukan tindakan tranpalantasi ginjal. Ayah si gadis itu membutuhkan ginjal baru untuk bisa bertahan hidup, Tapi tentu saja biaya untuk melakukan itu sangat fantastis, tidak ada dokter yang bisa menjamin biayanya.
Orang-orang di sekitar sana merasa iba melihat anak itu. Mereka tidak bisa membantu karena tidak memiliki uang sebanyak itu. Begitupun dengan Kayana, ia berusahan menahan tanggisnya. Ia pun sama seperti yang lainnya, darimana ia mendapatkan uang ratusan juta untuk membantu anak itu, bahkan uang perawatan ayahnya saja ia masih menyijil untuk melunasinya. Tidak ada yang bisa Kayana lakukan.
“Itu kenapa?”
Kayana melihat ke arah sumber suara. Ia berpikir keras apa ia akan melakukan itu atau tidak. Tidak ada pilihan lain.
Kayana berjalan tegesa-gesa dan sampailah ia di depan Raka.
“Pak tolong selamatkan ayah gadis itu.” Semua orang memusatakan perhatianya ke arah Kayana. Mereka semua berpikir apa Kayana ingin di pecat berbicara seperti itu dengan direktur rumah sakit ini.
Raka tidak memerdulikan perkataan Kayana dan segera berlalu dari sana.
“Bang Raka … Ana mohon kali ini saja selamatkan ayah gadis itu.”
Kayana memohon sambil memegang tangan Raka dengan sopan. Ia tidak peduli lagi dengan pandangan orang di sekitarnya.
Raka terkejut, Kayana memanggilnya dengan sebutan itu lagi, Ada rasa bahagia dibenak Raka. Rasanya Raka ingin merenguh tubuh kecil itu lagi, ia sangat merindukan Kayana.
“Bang, Ana mohon, Ana akan lakukan apa saja asalkan abang selamatin mereka,” kata Kayana sambil menahan isak tangisnya.
Raka hanya diam, masih mencerna keadaan.
“Bang, apa perlu Ana sujud agar abang setuju?” kata Kayana menanti reaksi Raka.
Kayana melihat Raka tidak melakukan apapun. Kayana pun melakukan perkataannya tadi ia ingin bersujud tapi pergerakannya di tahan Raka.
“Lakukan pengobatan pada ayah gadis itu, biayanya biar saya yang urus,” kata Raka pada stafnya.
“Dan kamu, ikut saya,” sambung Raka, meninggalkan Kayana dengan air matanya.
“Kenapa kamu melakukan itu Kayana! Kamu tau itu akan mencoreng harga diri kamu sebagai dokter!” bentak Raka kepada Kayana.
Sedari tadi pandangan Raka tidak lepas dari Kayana. Terlihat wanita itu menangis tersedu-sedu. Raka tidak tau apa yang di rasakan Kayana kenapa Kayana kekeuh ingin menolong anak tadi. Kalau bukan Kayana yang meminta Raka tidak akan melakukan itu.
“Jawab abang, Kayana! Nggak guna kamu nangis seperti itu!” bentak Raka, bahkan suaranya lebih keras dari tadi. Raka tidak peduli dengan orang yang mengintip di celah cendelanya. Mungkin orang-orang penasaran apa yang terjadi.
“Aku pernah berada di posisi itu, dan rasanya sangat menyakitkan,” kata Kayana sambil terisak.
“Aku nggak mau menyesal jika tidak menolong anak itu Bang.” Kayana menatap wajah Raka dalam, ia melihat Raka terkejut dengan ucapannya.
“Di posisi itu?” tanya Raka, tidak mengerti perkataan Kayana, Raka berharap apa yang ada dipikirannya tidak menjadi kenyataan.
Kayana menjelaskan bahwa ayahnya menderita kanker otak, dan harus di operasi. Kejadiannya sama seperti gadis tadi.
“Ana, abang minta maaf, abang ti—“
“Maaf, abang tau gimana menderitanya aku dulu. abang nggak akan ngerti gimana ak—“ deringan telpon Kayana menghentikan ucapannya. Jantung Kayana berdetak kencang melihat id celler yang meneleponnya.
“Iya Sus saya segera ke sana,” kata Kayana pada akhirnya.
“Kenapa?” Kayana tidak menjawab dan langsung pergi dari sana.
“Kayana!!” bentak Raka.
“Ayah koma.”
Perkataan Kayana bagai petir yang menyamnbar di siang bolong. Keringat dingin mengalir di pelipis Raka, jantungnya tidak berhenti berdetak akan rasa takut yang menghantuinya.
Semoga saja aku tidak terlambat batinnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H