Mohon tunggu...
Saadiah
Saadiah Mohon Tunggu... Perawat - Penulis, Perawat

Halo namaku Saadiah, seseorang yang menyalurkan hobinya lewat tulisan. Kalian juga bisa menemukan karyaku di berbagai aplikasi kepenulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gigih Dalam Meraih Impian

19 Januari 2025   23:52 Diperbarui: 19 Januari 2025   23:52 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kedekatan Kayana dan Raka menjadi bahan omongan di seluruh penjuru rumah sakit ini, ada yang setuju dan ada juga yang mencibir Kayana, bahwa Kayana meongoda Raka sehingga Kayana menjadi orang terpenting di rumah sakit ini.

Kayana selalu dipertemukan dengan Raka di ruang rapat, mereka selalu menebar senyum jika bersama rekan kerjanya. Tapi, mereka berdua akan menjadi asing jika sedang berdua begini.

“Terimakasih untuk hari ini,” kata Raka sambil menyesat kopi miliknya, mereka berdua berada di sebuah hotel, dengan paksaan dari Raka akhirnya Kayana menyetujui ajakan makan malamnya.

“Hmm …”

Mood Kayana menjadi turun jika Raka berbicara santai padanya. Rasanya ia ingin memeluk Raka dan menumpahkan seluruh kesedihannya. Kayana bukan perempuan kuat yang bisa menghadapi kejamnya hidup, bahkan semenjak SMA Kayana di paksa untuk mencari nafkah sendiri untuk menghidupi ia dan ayahnya. Kadang ia dibentak, dimarahi di tempat kerjanya dulu. Bahkan, menjadi dokter seperti sekarang Kayana haru berusaha berkali-kali lipat dari orang lain.

Di saat teman-temannya bermain, menikmati masa remajanya seorang Kayana harus banting tulang untuk kelangsungan hidupnya. Dan di saat semua orang tertidur ia harus belajar berkali lipat dari orang lain, demi hasil yang memuaskan. Sampai lah Kayana pada titik sekarang, dengan peghasilannya sebagai dokter ia bisa membiayai pengobatan ayahnya. Kayana tidak memusingkan tentang uang lagi, yang Kayana lakukan adalah hanya fokus bekerja dan membahagiakan ayahnya.

“Kamu nangis dek?” tanya Raka, setelah melihat Kayana menghapus air matanya.

“Ouh iya, menangis menjadi hobiku selama sepuluh tahun terakhir ini, bahkan di saat menangis aku bisa tertawa seperti sekarang,” ejek Kayana, air matanya semakin deras turun. Bahkan ia tidak berniat untuk menghapusnya. Bahkan ia tertawa di sela tangisannya, seakan ia tidak merasakan air mata itu turun.

“Aneh bukan?” tanya Kayana serius.

“Dek, kamu …” Ucapan Raka terpotong dengan perkataan Kayana selanjutnya. “Aku tidak selemah dulu.” Kayana berdiri dan pergi dari sana.

Raka tidak tinggal diam, ia berlari mengejar Kayana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun