" Aduh!" Â
Wajah Jumali yang hitam seketika itu makin gelap. Â Tampak menyimpan kegondokan. Â Tapi mereka berada di tempat orang. Orang yang sama sekali tak saling kenal. Â Ia tahan mulutnya untuk tidak mengomel sekalipun. Â Ia tak mau menjadi tontonan orang-orang yang tengah di toko itu. Â Setidaknya menjaga rasa si empunya toko. Â Toh ia beruntung bisa rehat berteduh di situ.
Agaknya, hujan tak juga berniat surut. Â Derasnya memendekkan jarak pandang. Â Apalagi ini malam.
Tiba-tiba, dalam dekapan Karsiem, mulut anaknya mengeluarkan cairan. Â Leman, anak itu, muntah. Perempuan satu anak itu gelagapan. Â Jumali mendekat. Â Ujung kain pembopong diarahkan ke mulut, sekedar menyeka muntahan. Â Sayangnya, kemudian anak itu muntah lagi. Pasangan muda itu terlihat mulai panik.
"Ambil minyak kayu putih, Kang! Cepat!
Dari dalam tas didapati sebotol minyak kayu putih. Â Dioleskan pada perut anak itu. Â Beberapa orang menyaksikan. Â Ada yang mendekat. Â Ada yang hanya menatap dari kejauhan.
Anak itu tampak lemas. Â Wajahnya pucat. Â Karsiem makin gelagapan. Â Jumali tak tahu harus berbuat apa.
Dan perempuan pemilik toko menghampiri mereka. Â "Kasihan sekali. Â Jangan di sini ya, masuk saja duduk di sana."
"Lebih baik bawa ke rumah sakit. Â Takut kena apa-apa anak ini," ujar Mama itu. Â Katanya, anaknya dulu pernah begitu. Â Tapi terlambat ditangani. Akhirnya tak tertolong.
Jumali dan Karsiem nyaris lunglai mendengarnya.
"Pakai mobil saya ke rumah sakit. Â Nanti diantar supir, ya."