Karsiem girang tak berbilang. Â Ia ucap rambut tipis si kecil. Â Yang waktu hendak berangkat enggan dikenakan topi. Sesekali ia peluk anak itu. Jaket yang melekat terasa lebih memberi asupan kehangatan. Dan lebih berlipat rasa hangat bagi mereka, saat Karsiem berdendang lagu Syantiknya Siti Badriah: Hai sayangku hari ini aku syantik...ingin dimanja kamu.... kamu... kamu... kamu....
"Kenapa bukan Siti Nurhaliza saja sih?" protes Jumali sembari wajahnya melengos ke kiri. Â Seakan mengingatkan istrinya bahwa ia penggemar penyanyi negeri jiran Malaysia itu.
***
Memasuki kota hujan turun lebat. Tiba-tiba saja begitu. Tanpa rintik gerimis. Â Jumali dibuat terkejut dan sontak menarik gas. Â Motor melaju lebih kencang. Â Tubuh Karsiem sedikit terhentak ke belakang. Â Begitu juga si anak yang tubuh mungilnya dalam pegangan ibunya.
"Aduh! Nggak usah ngebut.... Â Nggak usah ngebut!" Istri Jumali berteriak mengingatkan.
Lelaki itu mengendorkan tarikan gas. Â "Cari tempat berteduh, Kang!" Jumali tak menjawab. Â Ia menepi dan mencari perlindungan dari guyuran hujan malam itu. Â
Di depan toko makanan ringan, yang bagian depan ada kanopi panjang, mereka berteduh. Â Jaket Jumali kuyup dilahap air hujan. Karsiem pun basah, tapi tak terlalu basah. Â Ia dan anaknya terlindung badan Jumali saat menerabas air hujan.
 "Benar kan hujan?"
Karsiem terdiam mendengar ucapan suaminya.  Dibawanya anak yang dalam bopongan itu agak masuk toko seperti hendak membeli.  Berharap,  tampias air hujan tidak mengenainya.  Walau hantaman angin tetap saja tak terhindar.  Malam pun terasa makin dingin dan hujan menghujam  ke bumi dengan tajam.
"Karsi, jas hujannya di mana" tanya Jumali. "Tadi kamu ambil di meja apa nggak?"
Karsiem tersentak. Â Diingat-ingat kembali sewaktu hendak berangkat. Â "Kang, masih di meja. Â Ketinggalan!"