Mohon tunggu...
Sarwo Prasojo
Sarwo Prasojo Mohon Tunggu... Angin-anginan -

Suka motret, tulas-tulis dan ini itu. Dan yang pasti suka Raisa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Malam Memang Tak Berbintang

1 Januari 2019   11:20 Diperbarui: 1 Januari 2019   14:46 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika tak ada sesuatu yang membuat mereka urung, dua orang ini hendak pergi ke kota malam ini.  Dan si kecil yang baru dua tahun itu pasti akan diajaknya.  Jadilah mereka bertiga di atas satu motor nantinya.

Ini memang malam yang ditunggu.  Malam tahun baru.  Yang tahun lalu mereka tak pergi kemana-mana.  Mereka memilih mendekam di rumah, menikmati balitanya yang baru saja bisa berjalan. Satu kegembiraan jika seorang anak bisa melangkahkan kaki sendiri.  Tidak dititah lagi.  Tidak rambatan juga.  Dan ini melengkapi pasokan kebahagiaan menatap anak pertamanya menggerakkan kaki selangkah demi selangkah penuh kemerdekaan.

Segalanya mulai berubah bagi keduanya. Jumali dan Karsiem itu.  Lelaki bertubuh gempal yang tak tinggi itu sudah mendapatkan pekerjaan yang penghasilannya pasti.  Seperti yang begitu diharapkan Karsiem, istrinya.

Tiap hari ia berpakaian rapi, bersepatu, bermotor berangkat kerja.  Di sebuah sekolah swasta yang tak jauh dari kantor kecamatan. Ia menjadi seorang pesuruh.  Itu berkat tawaran dari Pak Kades, yang kenal baik dengan Kepala sekolah.  Pak Kades yang dulu pernah  memberi sepeda onthel tua merek Dames kepada Jumali.

Awalnya Jumali ragu. "Apa bisa?"

Pak Kades menyarankan,"Dicoba saja dulu, Jum.  Saya nggak mungkin sembarang milih orang.  Saya tahu ini pas buat kamu."

Karsiem menguatkan pernyataan Pak Kades.  Perempuan ini berujar, pesuruh itu orang penting, orang yang sangat dibutuhkan. "Sudah, terima saja, Kang."

Dan ini menginjak tahun kedua Jumali menjadi pesuruh sekolah.  Selayaknya pegawai, ia berangkat pagi.  Lebih pagi dari lainnya.  Memastikan lingkungan sekolah bersih, ruangan tak terkunci dan urusan lain yang sudah dia hafal betul.

Merasa anak semata wayangnya agak besar, mereka ingin mengajaknya melihat kerlap kerlip lampu kota. Sekali ini pada malam pergantian tahun.  "Semoga nggak hujan ya, Kang." Jumali memberi anggukkan, mengangkat  tangan kanan dan menunjukkan jempol. Karsiem mendekat sembari mengarahkan telunjuk pada perut suaminya. Jumali dibikin geli.

***
Malam memang tak berbintang.  Tapi angin agak kencang berhembus.  Pepohonan bersamaan terdorong. Ranting dan daun-daun serempak mengikuti arah angin. Karsiem yakin malam ini tak akan hujan. Dan ia menyegerakan diri dengan mengangkat tas berisi perbekalan, menaruhnya di atas motor yang terdiam di emper rumah.

" Percayalah, Kang, nggak hujan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun