Mohon tunggu...
Sarwo Prasojo
Sarwo Prasojo Mohon Tunggu... Angin-anginan -

Suka motret, tulas-tulis dan ini itu. Dan yang pasti suka Raisa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Malam Memang Tak Berbintang

1 Januari 2019   11:20 Diperbarui: 1 Januari 2019   14:46 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karsiem membopong anak lelakinya, yang belum tahu maksud orang tuanya pergi malam ini.  Yang harus manut saja.  Dan Jumali pun memandang ke langit. Berputar ke arah semua penjuru mata angin. Seperti menyimpan keraguan pada ucapan Karsiem.  "Kalau nanti hujan bagaimana?"

"Gampang.  Kalau Kang Jumali takut kepeleset, aku yang ganti di depan!"

Untuk urusan naik motor, Karsiem lebih lincah.  Ketika awal jadi pesuruh sekolah, perempuan ini yang beri saran: sebaiknya kita punya motor.  Suaminya cuma menjawab," Mana duitnya?"

Saran Karsiem ada benarnya. Jarak yang ditempuh sekitar lima kilometer.  Katanya, kalau pakai motor biar datang tepat waktu. Tidak capai.  Pulangnya cepat.  

"Ya, tapi duit darimana?"

Menjual beberapa kambing perilaharaan akhirnya disepakati.  Karsiem sendiri repot jika harus mencari rumput.  Sebagaimana biasa Jumali lakoni. Dan mereka pun membeli motor matik bekas.

Dibanding suaminya, Karsiem lebih semangat belajar bermotor.  Hanya seminggu berlatih, dia cukup berani sendiri ke jalan raya. Dan akhirnya mahir. Tak kalah bersaing dengan anak sekolah yang masih belia itu.  Ia memang pandai merayu-rayu siapapun perempuan tetangganya yang bisa bermotor. "Ajari saya ya, biar urusan kemana-mana cepat."

Sampai akhirnya, Karsiem sendiri yang mengajari Jumali mengendarai motor.  Suatu pengalaman baru yang luar biasa.  Puluhan mata menyorot padanya.  Ini sungguh menegangkan Jumali. Gurauan orang-orang padanya memperkeruh pikirannya.  Terlebih, buah dada Karsiem yang menekan keras punggungnya kerap membuyarkan konsentrasinya ke arah depan.

Seiring waktu, Jumali pun punya nyali sendiri bermotor.  Kendati tak seluwes Karsiem, lelaki ini sudah berani pulang pergi ke tempat kerja.  Saat itulah, sepeda onthelnya sering rehat dan hanya berdiri kaku di dekat dapur.

"Ya sudah, kita berangkat sekarang saja," ucap Jumali.

Bertiga di atas motor matik mereka menapaki jalan raya.  Si kecil berada di tengah dalam dekapan Karsiem, ibunya.  Jumali dengan helm terpasang kuat memainkan laju motor pada tiap tanjakan dan turunan.  Sesekali ia mendongak menatap langit.  Langit yang tak berbintang itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun