“Aku tidak mungkin tersesat sampai malam hari di hutan. Kalau sore hari, sebelum matahari tenggelam, aku belum pulang ke rumah, orang-orang akan segera mencariku. Jika aku tidak juga ditemukan, kepala desa akan mengerahkan warga desa – para laki-laki dewasa, untuk turut mencariku, bahkan kalau perlu mereka akan masuk ke dalam hutan.”
Anak ini hebat! Cara berpikirnya luar biasa.
“Setelah mereka menemukanku, aku akan dikembalikan ke rumah.”
Dorin menganggut-anggut dan terus mendengarkan.
“Lalu Ayah akan memukuli pantatku hingga bilur-bilur dan aku tidak bisa duduk karena pantatku sakit. Hahaha!” Bennosuke tertawa terpingkal-pingkal lalu menungging sambil menunjuk pantatnya.
Rupanya pengalaman pribadi. Anak ini mengerjaiku. Dorin memandang Bennosuke dengan muka masam.
Sungguh pun demikian, Dorin tetap mengagumi kemampuan Bennosuke menjelajahi hutan. Sewaktu ia berusia sama dengan Bennosuke saat ini, Dorin belum pernah pergi ke hutan seorang diri. Jadi apa yang ia alami, ia lihat, dan ia rasakan, tidak seperti yang diceritakan oleh Bennosuke. Bocah itu mempunyai kebebasan penuh akan apa yang ingin ia lakukan. Ia mengeksplorasi hutan sesukanya, sejauh ia mau, dan selama ia inginkan. Terkadang aku iri dengan bocah ini. Ia begitu ceria dan menikmati kehidupannya. Padahal ayahnya, Munisai …
Dorin tertawa dalam hati.
Kok tiba-tiba aku terpikir akan orang itu? Kenapa Munisai? Ada apa dengannya?
Ia teringat seharian ini ia belum melihat orang itu.
“Ah, Dorin, kebetulan.” Terdengar sapa seseorang.