Mohon tunggu...
S Widjaja
S Widjaja Mohon Tunggu... lainnya -

Sharing ideas through writing.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Musashi: The Journey of A Warrior & The Book of Five Rings (13)

18 April 2016   22:05 Diperbarui: 2 Juni 2016   20:45 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Sore hari ini Dorin tampak sedang menikmati waktu kesendiriannya. Ia duduk di salah satu batu besar berbentuk pipih yang banyak terdapat di tempat ini. Suasana yang teduh dan nyaman turut membuat hatinya tenteram. Ia merasakan kedamaian setiap kali pandangannya ia arahkan pada pepohonan yang banyak terdapat di pekarangan rumah ini. Beberapa pohon memiliki ranting yang meliuk-liuk bagaikan aktor drama Noh yang sedang berpentas. Langit senja yang kemerah-merahan dan semakin temaram turut menambah magis keadaan di tempat yang sunyi itu.

Dorin sedang menunggu Bennosuke untuk pelajaran sesi malam – sejarah, biasanya mengenai kisah-kisah klasik Chuugoku ataupun sejarah Jepang yang meliputi perjuangan kaum samurai dalam peperangan, politik dan perebutan kekuasaan. Dorin menyampaikannya dalam cara yang sederhana walaupun menggunakan kata-kata yang formal – agar Bennosuke terbiasa dengan kata-kata semacam itu ketika membaca langsung literatur sejarah terkait.

Biasanya di sore hari seperti ini, Dorin suka berbincang-bincang dengan Bennosuke di tempat ini. Membahas hutan dan pepohonan, bukit, sungai, hingga binatang-binatang dan serangga yang ada di sana. Dorin mengakui Bennosuke memiliki selera yang baik akan keindahan – apakah itu berupa pemandangan alam, benda-benda yang terdapat di sana, ataupun benda-benda artifisial hasil karya seni manusia yang terdapat di rumah ini. Bocah itu bisa mendeskripsikan dengan kata-kata, begitu jelas dan sungguh menarik – sehingga Dorin merasa seolah-olah ia sendiri yang berada di sana dan melihat apa yang dikatakan oleh Bennosuke mengenai keadaan di hutan, seperti bebatuan yang terlihat seperti tumpukan batu giok, berwarna kehijauan karena tertutup lumut ataupun pohon-pohon yang telah menua – berusia puluhan tahun yang menimbulkan kesan mistis. Di Jepang, ada semacam kepercayaan bahwa benda-benda yang sudah berumur tua – termasuk benda mati, memiliki roh.

Ketika musim semi tiba, Bennosuke akan bercerita tentang aneka bunga yang bermekaran, hewan-hewan liar yang semakin banyak menampakkan diri, kelompok burung yang terbang kembali menuju utara, hingga sungai yang mengalir dengan deras. Walaupun saat musim dingin salju jarang turun di desa ini, perilaku para penghuni hutan tersebut tetap terpengaruh dinginnya temperatur di hutan itu. Mereka menjadi kurang aktif dan sebagian besar jarang menampakkan dirinya.

Dorin percaya Bennosuke sudah menjelajahi hampir seluruh wilayah hutan di luar desa ini. Bisa jadi ia telah mencapai bagian terluar sisi seberang hutan itu. Hebatnya lagi, bocah ini belum pernah tersesat.

“Aku akan memanjat pohon yang tinggi untuk mengetahui di mana sebenarnya aku berada saat itu,” kata Bennosuke ketika ditanya apa yang akan ia lakukan jika ia tersesat di hutan itu. “Sekalipun di waktu malam, aku tidak takut tersesat. Dari tempat yang tinggi, aku bisa melihat cahaya – nyala lilin yang menerangi rumah-rumah penduduk desa.”

“Bagaimana jika kamu tidak menemukan pohon yang tinggi?” tanya Dorin ketika itu.

“Aku akan mengamat-amati pepohonan dan semak belukar. Semakin rimbun berarti semakin mengarah ke dalam hutan. Semakin berkurang atau semakin jarang pepohonan dan semak belukar, berarti mengarah ke permukiman. Tetapi jika kejadiannya malam hari, tentu keadaan sangat gelap dan aku tidak bisa melihat apa pun. Aku akan memanjat pohon, memilih batang yang cukup besar dan mengikat diriku di sana. Aku akan tidur sambil menunggu matahari terbit dan keadaan di dalam hutan menjadi terang kembali.”

“Jawaban yang cukup masuk di akal,” Dorin memuji.

“Sebenarnya pertanyaan Paman yang tidak masuk akal,” Bennosuke menatap Dorin dengan pandangan memprotes.

“Eh?” Dorin bingung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun