“Maksud Paman?” tanya Bennosuke. Ia merasa bingung dengan maksud dari kata-kata ‘membuktikan’ itu. Bukankah barusan sudah kugambarkan dengan jelas?
Tanpa sengaja tangan bocah itu menunjuk skema pertarungan yang barusan digambarnya di tanah.
“Kau berani menghadapi Sannosuke?” tanya Dorin lagi sambil menatap tajam bocah itu. Dia sepertinya tidak melihat gambar di tanah yang ditunjuk Bennosuke. “Itu pembuktian yang kumaksud.”
Bennosuke menggelengkan kepalanya.
“Itu tidak mungkin,” katanya. “Ayah akan menghajarku.”
Bagus! Kalau anak ini benar-benar menantang Sannosuke, Munisai pasti melabrakku – bukan cuma menghajarnya.
Dorin tersenyum. “Lalu bagaimana aku bisa memercayai kata-katamu dan caramu mengalahkan Sannosuke?” Biksu itu sebenarnya hanya bermaksud menguji keyakinan Bennosuke.
Bennosuke kembali berdiri.
“Kumohon Paman mau memerhatikan apa yang kuperagakan,” katanya sambil menundukkan kepala.
Ia lalu berjalan beberapa langkah ke depan.
“Aku akan bergerak maju menyerang,” katanya. Begitu selesai berucap, Bennosuke sudah langsung maju ke depan sambil mengayunkan ranting di tangannya.