“Itu semua kan teori, Bennosuke,” kata Dorin seperti memprotes. Jelas sekali ia menganggap Bennosuke terlalu yakin dengan apa yang sedang diperagakannya itu.
“Tidak,” kata si bocah. “Paman bisa melihat gerakan pedang Madaemon ke sisi kanannya itu begitu lambat.”
Bennosuke berdiri lagi, lalu melakukan gerakan seperti yang dikatakannya.
“Begitu lawannya bergerak ke samping kanannya, Madaemon terpaksa harus menarik pedangnya dulu sebelum bisa diayunkan lagi ke sisi kanan.”
Itulah salah satu kelemahan memegang pedang dengan dua tangan. Jika ia memegang pedang dengan satu tangan, ia bahkan tidak perlu memutar badannya ke kanan, cukup tangan kanannya saja yang diayunkan ke sisi tersebut – mengejar, mengikuti gerakan lawan.
Ia memperagakan gerakan menarik pedang lalu memutar badannya menghadap ke sisi kanan.
“Jika lawan bisa memanfaatkan waktu yang singkat itu, Madaemon akan kalah.”
Dorin terdiam. Dia tahu Bennosuke sering memerhatikan murid-murid Munisai berlatih tanding.
Kenapa hanya empat orang itu yang dibahas? Apa cuma mereka yang dia kenal?
“Yanabe,” kata bocah itu melanjutkan.
“Sebentar, Bennosuke,” Dorin memotong perkataan bocah itu. “Kenapa cuma empat orang itu yang kamu bahas?”