"Buset, dah! Sudah sesepuh ternyata," kaget Hafid sekaligus terkesan dengan perawakan Amelia yang masih seperti gadis pada umumnya. "Ok, Tante Lia! Waktu dan tempat dipersilahkan," tambahnya dengan sedikit gaya formal. Dia mulai menerima keadaan apa adanya.
Lalu, Amelia pun mulai menjelaskan pembicaraannya. "Dulu, dua abad yang lalu dari sekarang. Saat itu sedang musim kemarau dan air laut sedang surut. Di tempat ini, aku berkenalan dengan sepasang kekasih dari sebuah negeri yang ada di daratan bernama Belanda, begitu mereka menyebutnya. Hubungan kami berawal dari saling membalas hutang-budi yang berujung menjadi teman karib. Namun, ketika aku menunjukan sebuah benda berharga yang aku miliki dan kusebut Permata Laut, dengan salah satu keajaibannya bisa membuat mereka kaya raya selama beberapa generasi, mereka mulai gelap mata. Secara diam-diam, mereka berusaha mencurinya dariku akan tetapi usaha mereka gagal karena segera ketahuan olehku. Alhasil, hanya kepingan permata yang mereka dapatkan. Sejak kejadian itu, aku tidak pernah melihat mereka lagi sampai sekarang. Aku juga masih menunggu, setidaknya keturunan mereka, mau mengembalikan kepingan permata milikku. Benda itu sangat berharga bagiku, dan memang aku terlalu bodoh dan naif saat itu untuk memercayai seseorang. Apalagi manusia," jelasnya panjang lebar, memberi jeda sebelum melanjutkan kembali. "Aku punya kemampuan untuk membaca pikiran seseorang, dan maaf, baru saja aku mengintip pikiranmu. Keturunan mereka adalah gadis yang satu ruangan denganmu. Dia bernama Sophia Shostakovic, dia sekarang yang memegang kepingan permataku. Jadi, aku minta tolong kepadamu Hafid. Mohon bujuk dia supaya mau mengembalikan kepingan permataku yang berharga itu. Aku mohon!" lanjutnya dengan sikap tangan memohon pada Hafid.
Hafid bingung sekaligus ragu-ragu, karena harus berhadapan dengan orang yang tidak dia kenal dengan baik. Mereka hanya sesekali berbicara, itupun karena PR atau tugas kelompok. Namun, melihat sorot mata Amelia yang penuh permohonan kepadanya dan Putri yang meyakinkan Hafid untuk mencobanya terlebih dahulu, dia pun bersedia untuk mencoba membujuknya besok. Hal tersebut mendapat sambutan baik dari mereka berdua. Tidak lupa Amelia dan Putri berterima kasih kepada Hafid. "Oh, iya! Sebagai informasi tambahan. Mermaid terbagi menjadi dua jenis, yakni sempurna dan tidak sempurna. Mermaid sempurna memiliki telinga seperti sirip ikan dan hidup di laut dalam, sedangkan mermaid yang tidak sempurna mempunyai telinga yang meruncing dan ini termasuk spesies yang langka karena hasil perjanjian antara manusia dan putri duyung. Sophia sendiri adalah mermaid tidak sempurna, karena dia dikutuk menjadi mermaid sejak kecil akibat ulah leluhurnya sendiri," jelas Amelia panjang lebar.
Hafid manggut-manggut, sekarang dia paham perbedaan mermaid sempurna dan tak sempurna untuk saat ini. Kemudian, Amelia menambahkan jika segala rencana dan taktik yang akan digunakan, dia menyerahkan semuanya kepada yang bersangkutan.
                                                                 ~~~~~
Keesokan harinya, sehabis pulang sekolah, seluruh murid yang ada di kelas yang Hafid tempati menuju kolam renang untuk mengambil penilaian renang dengan diperbolehkannya menggunakan pakaian bebas atau pakaian olaharaga asalkan tetap berpakaian sopan. Kecuali Kina, Asa, Farin, dan Rofiq yang tidak kelihatan batang hidungnya. Empat sekawan itu mungkin membolos untuk suatu alasan, tapi Hafid mengesampingkan mereka terlebih dahulu. Perhatiannya kini tertuju kepada Sophia yang sedang ditunjuk menjadi asisten guru guna mencatat skor yang diperoleh oleh para murid. Posisinya agak berjauhan dari kolam renang dan pakaian olahraganya terlihat masih kering. Yang berarti dia memang putri duyung.
Sebelum menceburkan diri ke dalam air, Hafid sempat mengirim pesan melalui ruang mengobrol pribadi kepada Sophia untuk datang ke kolam renang pada pukul tujuh malam karena ada hal yang ingin dibicarakan. Tidak lama kemudian, Sophia menjawab pesan tersebut dan mengiyakannya. Tepat setelahnya, dia dipanggil untuk melakukan penilaian renang gaya bebas. Dia pun menyimpan gawainya di dalam tas dan langsung menceburkan diri ke dalam kolam. Sebelum dimulai, dia meminta teman-temannya yang lain untuk menepi sebentar yang langsung dikabulkan dengan mereka berdiri di sisi kolam. Bak atlet renang profesional, dia mempraktekan renang gaya bebas sampai ke sisi kolam renang yang agak jauh dengan lancar dan aman dengan pakaian olahraga sekolahnya itu. Sesudahnya, guru mapel menyuruh Sophia mencatat perolehan nilai untuk Hafid.
Waktu terus berjalan. Suasana kolam renang yang semula penuh ramai kini telah sepi senyap. Dewi malam telah tiba dengan sayup-sayup jangkrik yang mengerik serta angin malam yang berhembus pelan memberikan ketenangan yang menyenangkan. Saat ini, dengan sabar Hafid menunggu kedatangan Sophia sambil duduk di salah satu jejeran gazebo. Dia sudah bekerja sama dengan Putri sebagai pengelola tempat ini untuk menjebak Sophia dan mengambil kepingan permatanya, begitulah rencana mereka saat ini. Putri sedang berjaga di caf yang berada di luar kolam renang, sambil mencicipi varian menu baru mereka. "Kina, aku mau pesan menu baru kalian! Boleh?"
Kina, salah satu teman Hafid ini, yang bertugas menjadi pramusaji caf segera menyahut, "Iya, Mba! Tunggu sebentar, ya," katanya yang diacungi jempol oleh Putri dan dia bersama karyawan yang lain membantu menyiapkan pesanan.
Tidak lama kemudian, tepat pukul tujuh malam, Sophia datang lalu memarkirkan kendaraannya sebelum masuk ke area dalam atas akses dari Hafid. Putri yang melihatnya, memberi aba-aba kepada Hafid melalui kolom chat pribadi. Setelah membaca pesan tersebut, dia menaruh gawainya di tempat pengisian baterai untuk gawai dan menyambut Sophia dengan ramah. Setelah berbincang sebentar, Hafid menggiring Sophia ke tempat dengan penerangan yang minim agar tidak terlalu tersorot oleh CCTV dan mereka berdiri di tepi kolam yang menjadi tempat pengambilan nilai anak-anak kelas. Â
"Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan Hafid Adiwijaya? Jika tidak terlalu penting, aku akan langsung pamit undur diri," ucap Sophia sambil menyilangkan tangannya, berdiri dalam jarak aman dari lelaki yang ada di hadapannya itu.