Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Masih Ada Cinta #7 : Siapa Kamu?

16 April 2015   10:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:02 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1429153824307135385

Cerita Sebelumnya :

Rei - menurut dokter - sudah melewati masa kritis meski belum sadarkan diri, karena itu mamanya Rei meminta Nay untuk pulang saja dan tak perlu mengkhawatirkan kondisi Rei.  Nay akhirnya menuruti permintaan tersebut meski hatinya masih diliputi kecemasan.  Di saat yang sama, Angga - yang gundah karena Nay tidak bisa ditelepon akhirnya memutuskan untuk mempercepat keberangkatannya ke Jakarta.  Apa yang akan terjadi?

CHAPTER 7

Nggak aktif?

Sesampainya di rumah, sudah beberapa kali Nay mencoba menghubungi Angga, namun gagal.

Kenapa handphone-nya nggak aktif?

Apa dia nggak dapet sinyal?

Gadis itu sama sekali tidak tahu bahwa saat ini Angga sedang berada di dalam kereta yang membawanya menuju Jakarta - kota tempat Nay tinggal.

Sementara itu di dalam kereta, Angga pun menampakkan raut wajah kesal melihat indikator sinyal di ponselnya yang masih juga kosong semenjak kereta meninggalkan stasiun.

Hhh... kok di sini nggak dapet sinyal sih?

Ia sedari tadi mencoba menghubungi Rina - kakaknya - perihal kedatangannya yang mendadak ke Jakarta sekaligus meminta izin menginap selama beberapa hari ke depan.

Harusnya aku ngasih kabar dulu kemarin, sesalnya.

Angga sekali lagi mengecek ponselnya yang masih menampilkan pesan 'No Service'.  Pemuda tersebut mengangkat bahu dan memutuskan untuk memejamkan mata sejenak.

Gimana ntar aja...

* * *

Rei merasa dirinya sedang berdiri dalam kegelapan yang tanpa batas.  Ia bahkan tidak tahu apakah dirinya memang berdiri atau sedang berbaring karena ia tidak merasakan adanya pijakan di bawah kakinya.

Ia menoleh ke kiri dan kanan.

Tak ada apapun yang bisa dilihatnya.

Ap... apa?

Di mana aku?

Semua gelap...

Tangannya meraba ke segala arah, mencoba mencari adanya setitik petunjuk.

Nihil.

Selain anggota tubuhnya sendiri, sedari tadi ia tak merasa menyentuh apapun.

Apa yang terjadi?

Kegelapan itu benar-benar pekat.

Dan hening.

Tak ada satu pun yang bisa dijadikan petunjuk.  Tak ada suara, tak ada cahaya, bahkan tak ada dinding.  Kenyataan ini membuat Rei termangu.  Ia bahkan tak mendengar detak jantungnya sendiri.

Apa...

...apa aku...

sudah...

mati?

Mati?

Rei gelisah.  Ia mencoba berteriak namun tak ada suara yang terdengar.

Aku sudah mati?

Dengan panik ia menggerakkan kakinya, mencoba berlari dan berharap menemukan secercah petunjuk - apapun itu dan entah di arah mana.

* * *

"Tante," Nay memasuki kamar tempat Rei dirawat.  Kecemasannya membuat gadis itu tak betah berlama-lama di rumah dan segera kembali ke Rumah Sakit.  Ia segera duduk menemani mamanya Rei di sisi tempat tidur.  "Rei masih...?" tanyanya ragu.

Mamanya Rei hanya mengangguk, tangannya menggenggam tangan Rei dan mengusap-usapnya.

"Rei, ada Lana di sini...," bisiknya di telinga putra sulungnya.

* * *

Untuk sekejap, Rei merasa ada kelebatan cahaya yang datang dari sisi kanannya di tengah-tengah kegelapan yang pekat tersebut.  Samar Rei merasakan sesuatu!

Lana!

Lana!

Aku tau kamu ada di sini...

* * *

"Tante, liat!  Tangannya... tangan Rei bergerak," Nay memekik lirih sembari menutupi mulutnya dengan kedua tangan.

"Rei!  Rei!" mamanya Rei semakin bersemangat menyebut nama putranya.  Tangannya semakin erat menggenggam tangan Rei.  "Lana, sini kamu pegang tangannya juga biar dia tau kamu ada di sini," lanjutnya seraya meraih tangan Nay dan disentuhkannya ke tangan Rei.

"Rei," lirih Nay.  "Buka matamu, Rei.  Ada aku sama mamamu di sini.  Ayo, Rei.  Ayo!"

Suasana ini...

Perasaan ini...

Ingatan Nay kembali ke masa beberapa tahun lalu saat ia kehilangan Nayra, saudara kembarnya.

Rana...

Ibu...

Rei...

Bulir-bulir air bening mengalir di pipinya tanpa dapat ia cegah.  Duka yang pernah ia rasakan karena kehilangan ibu dan saudara kembarnya saat ini kembali dan membuatnya sangat cemas.

"Rei, Rei.  Bangun!  Buka matamu!  Aku sudah kehilangan Ibu dan Rana.  Jangan tinggalkan aku secepat ini!  Rei!"

Gadis itu menangis.

* * *

Cuaca Jakarta sangat terik siang itu...

Angga tiba di depan sebuah rumah yang dijadikan kos-kosan oleh pemiliknya.  Untuk beberapa saat lamanya ia hanya berdiri terpaku.

Kekhawatirannya tadi terjadi, saat ia berhasil menghubungi kakaknya, Rina ternyata sudah berangkat kuliah dan belum jelas kapan kembalinya.

"Lagian kamu bukannya ngasih tau duluan," Rina menyerocos.  "Bukan salah kakak dong!"

"Terus aku mesti gimana?" tanya Angga.

"Ya udah, nikmatin aja.  Salah sendiri!  Kecuali kalo kamu mau ke kampus kakak sini ngambil kuncinya."

"Gitu ya?" tanya Angga lagi.

"Ya iyalah!" Rina menjawab sewot.  "Masa' kakak yang mesti balik ke rumah ngasih kunci ke kamu, bisa-bisa waktu kakak habis di jalan.  Udah deh tunggu aja!"

"Ya deh kak," Angga menjawab lesu.

Pemuda itu memasuki halaman rumah kos tersebut.  Beberapa motor dan sebuah mobil berwarna merah tampak terparkir rapi.  Rumah besar ini terdiri dari satu bangunan utama serta dua paviliun di sisi kiri dan kanan.  Satu paviliun memiliki 6-10 kamar dengan kamar mandi sendiri-sendiri.

Angga menuju paviliun di sisi kiri yang diperuntukkan bagi kos perempuan sementara paviliun sisi kanan diperuntukkan bagi kos laki-laki.

Dalam hatinya Angga tak habis pikir,

Bangunannya memang dipisah, tapi kan tetep aja kosnya jatuhnya nyampur laki-laki sama perempuan.

Ia ingat kedua orangtuanya dulu sempat menentang keputusan Rina untuk kos di tempat tersebut, mereka menginginkan Rina untuk kos di tempat yang benar-benar khusus diperuntukkan bagi perempuan.

Angga meringis.

Kakak memang keras kepala...

Suasana di paviliun kiri benar-benar sepi saat ini.  Tidak ada satupun penghuni kos yang nampak.  Setelah meletakkan barang-barangnya di teras paviliun, Angga menuju kamar kakaknya, berharap ada keajaiban yang bisa membuatnya masuk.

Ia mencoba membuka pintu sembari berharap kakaknya lupa mengunci pintu.

Pintunya dikunci.

Nggak mungkinlah kak Rina lupa ngunci pintu.

Ia kemudian memeriksa lubang angin, jendela, dan setiap sudut di bagian depan kamar Rina, mencari barangkali kakaknya itu punya kunci rahasia entah di mana.

Di sini?

Di sini?

Atau...

"Hei!"

Tiba-tiba terdengar satu teriakan keras yang kedengarannya ditujukan padanya.

Angga menoleh.

Seorang gadis memandangnya dengan marah dan curiga.  Tangan gadis itu mengacungkan tongkat pemukul kasti padanya.

"Siapa kamu?!  Mau ngapain kamu?!" bentaknya.

(Bersambung)

Seorang gadis yang curiga - dengan tongkat pemukul kasti di tangannya mengancam Angga!  Kenapa?  Bagaimana Angga menghadapi situasi ini dan menjelaskannya pada gadis tersebut?  Sementara itu, Rei sedang 'tersesat' dalam kegelapan pekat yang menyelimutinya.  Berhasilkah ia keluar dari kegelapan itu?  Jangan lewatkan "Masih Ada Cinta" chapter berikutnya!

“Masih Ada Cinta”, terbit seminggu sekali setiap hari Kamis…

Masih Ada Cinta #8 : Cahaya yang Menyilaukan    |   Masih Ada Cinta #1 : Kembali ke Kotaku

Sumber gambar : thatanimeblog.com.com
Tulisan ini masuk kategori “Fiksi” dan dipublish pertamakali di blog.ryanmintaraga.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun