Mohon tunggu...
Rucika GalvaniPutri
Rucika GalvaniPutri Mohon Tunggu... Lainnya - XII MIPA 6 - SMAN 1 PADALARANG

CIK

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

JALAN MENUJU ROMA

8 Februari 2021   15:02 Diperbarui: 8 Februari 2021   16:43 746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di kota Jakarta, aku sampai saat matahari sedang ada di atas kepala, dengan cepat aku dan Kak Citra langsung naik kendaraan umum untuk sampai ke rumah Kak Citra, aku tinggal bersama Kak Citra di rumah Pak Yanto dan Bu Via. Pertama kalinya aku bertemu Sani, teman kecil Nia saat di desa dulu. Ternyata orangnya sangat sopan dan asyik jika diajak berbincang. Aku dan Sani adalah remaja yang seumuran tapi berbeda garis takdir. Sani sudah mendaftarkan diri ke Universitas Swasta di Jakarta, dia hanya tinggal menunggu pengumuman untuk daftar ulang ke sekolah nanti. Berbeda dengan aku yang sampai sekarang belum tau harus melanjutkan kuliah kemana. Meskipun Sani terlihat beruntung karena sudah tenang dan tidak usah susah payah daftar sana-sini ke sekolah, tetapi dia sudah tidak bersama orang tuanya. Beruntungnya Pak Yanto dan Bu Via adalah orang yang baik jadi mereka menjamin masa depan Kak Citra dan Sani.

Ketika bertemu dengan Pak Yanto dan Bu Via, aku berpikir akan masuk ke kandang macan, tetapi mereka menyambutku dengan sopan dan bahagia. Awalnya Kak Citra menceritakan semua kejadian di desa kepada mereka, tetapi mereka menrespons penjelasan Kak Citra dengan baik dan tetap menasihatiku jika itu adalah hal yang tidak baik karena tidak izin kepada orangtua, untung saja aku selamat di jalan, jika tidak, ah sekarang aku tidak ada dirumah besar ini.

Seminggu ke depan Kak Citra akan menjalani sidang skripsinya, jadi dia tidak akan bisa menemaniku mencari informasi sekolah untuk aku kuliah nanti. Akan tetapi, Sani menawarkan diri untuk membantuku mencari sekolah yang menawarkan beasiswa melalui jejaring online. Meskipun online, aku tetap harus ditemani karena aku tidak tahu-menahu tentang apa yang ada di Jakarta. Aku bercerita kepada Sani tentang keinginanku menjadi chef, Sani sangat mendukungku ketika mendengarnya. Akhirnya kami seharian mencari informasi secara online lewat handphone Sani.

Bu Via dan Pak Yanto menawarkan aku untuk kuliah di tempat anak temannya sekolah, mereka akan membiayai aku masuk sekolah, tetapi tidak sampai akhir karena biaya kuliah untuk menjadi chef tidak murah. Jika mau di sana, nanti di pertengahan kuliah, aku disuruh mencari beasiswa, aku juga sadar dan jika aku mau menerima penawaran mereka, aku akan langsung mencari beasiswa. Akan tetapi, aku ingin mencari sekolah dan beasiswa sendiri supaya aku tidak merepotkan banyak orang karena Pak Yanto dan Bu Via sudah meringankan beban aku dengan memberi tempat tinggal dan makan sehari-hari.

 Tidak terasa aku dan Sani sudah mencari informasi online tentang sekolah sampe larut malam, tetapi hasilnya nihil. Dengan segala kegiatan hari ini, aku hanya fokus mencari informasi meskipun diselingi makan, shalat dan membantu Bi Surti membereskan rumah karena Ibu dan bapak selalu mengajarkan aku jika kita ada di rumah orang lain apalagi sampai menginap, kita tidak boleh merasa sebagai raja, harus saling membantu apalagi membereskan rumah.

Aku tidur bersama Sani, sekitar jam 10 malam Kak Citra baru pulang dan langsung menemuiku dan menanyakan kabar tentang sekolahnya. Aku dan Sani menceritakan semuanya kepada Kak Citra. “Ya sudah minggu depan kakak antar kamu ke tempatnya langsung aja, waktu pendaftaran untuk kuliah masih sampe bulan depan kan? Selagi kakak sibuk menyusun skripsi dan sidang, kamu dan Sani tetap mencari informasinya ya. Sekarang waktunya tidur, sudah malam, kakak ke kamar dulu ya”,ucap Kak Citra sambil menutup pintu dan mematikan lampu kamar.

***

Hari ini hari senin, seminggu kemarin Kak Citra sudah sibuk kuliah sampai hari minggu saja dia baru pulang jam 11 malam, tetapi perjuangan Kak Citra tidak sia-sia, dia lulus sidang dan tinggal menunggu informasi selanjutnya tentang wisuda. Hari ini juga Kak Citra akan menemaniku mencari beasiswa Chef. Sekolah pertama yang aku datangi adalah sekolah yang tidak terlalu jauh dari rumah Pak Yanto dan Bu Via, hanya perlu naik angkot dua kali saja. Nama sekolahnya adalah Jakarta Culinary Center, menurut informasi di internet kemarin, sekolah itu sedang membuka program beasiswa dari pendaftar dua ribu peserta, yang diterima hanya lima orang. Dan Kak Citra berhasil mendaftarkanku untuk mengikuti seleksi lusa besok, hari Rabu. Kami tadi mengantri selama lima jam untuk mengurus formulir pendaftarannya, untung saja aku dapat formulirnya karena aku lihat ada seorang perempuan yang kehabisan formulir pendaftaran jadi dia tidak bisa ikut seleksi. Awalnya aku tidak yakin akan lolos seleksi karena dari sekian banyak peserta hanya lima orang yang bisa mendapatkan beasiswa penuh. Tetapi Kak Citra terus menyemangatiku dan meyakinkanku bahwa aku bisa mendapatkan beasiswa meskipun aku merasa mustahil.

Hari ini aku hanya mendaftarkan diri saja dengan mengisi formulir sesuai ketentuan yang sudah ada. Awalnya, kita akan pergi ke sekolah kedua, tetapi tiba-tiba butiran air yang banyak mengguyur ibu kota. Aku dan Kak Citra terjebak di toko makanan dekat sekolah tadi. Kita terjebak hujan selama tiga jam.

Aku dan Kak Citra memberi kabar kepada Sani dirumah jika kita akan pulang telat karena terjebak hujan. Kemudian Sani memberitahu Pak Yanto dan Bu Via jika aku dan Kak Citra tidak bisa pulang tepat waktu. Tidak disangka, ternyata Pak Yanto dan Bu Via pun belum pulang ke rumah dan mereka pulang melewati jalan yang aku lewati juga. Jadi, setelah kita menunggu sekitar setengah jam, Pak Yanto dan Bu Via menjemput aku dan Kak Citra untuk pulang bersama.

Sesampainya dirumah, setelah semuanya sudah bersih dan siap-siap untuk makan malam, di meja makan aku menceritakan kepada semuanya tentang kejadian tadi. Sani, Pak Yanto, Bu Via, bahkan Bi Surti pun ikut senang mendengarnya dan memberi aku semangat untuk terus maju. “Kamu harus beritahukan kabar baik ini kepada orangtuamu di desa, Tari”, ucap Bu Via sambil memperlihatkan lekukan bibir yang lebar. “Sejak aku sampai di Jakarta, aku sama sekali belum menyalakan handphoneku, bu”, ucapku sambil melihat wajah semuanya. Mendengar kalimat yang aku ucapkan, membuat Pak Yanto menegurku dan memberitahu kalau itu adalah hal yang tidak baik. Akan tetapi, aku meyakinkan semuanya, jika bapak dan ibu di desa tahu kalau aku ada di kota, pasti mereka akan kecewa dengan sikapku. Akhirnya semuanya mengerti dengan apa yang aku jelaskan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun