Mohon tunggu...
Rucika GalvaniPutri
Rucika GalvaniPutri Mohon Tunggu... Lainnya - XII MIPA 6 - SMAN 1 PADALARANG

CIK

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

JALAN MENUJU ROMA

8 Februari 2021   15:02 Diperbarui: 8 Februari 2021   16:43 746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diakhir upacara, amanat kepala sekolah menyuruh semua siswa langsung masuk kedalam kelas masing-masing dan memberitahu jam pelajaran diganti dengan kegiatan sosial dengan para mahasiswa dari kota dan setiap kelas akan ada dua orang mahasiswa didalamnya.

Bel masuk berbunyi, mau tidak mau aku harus duduk dengan Nia. Awalnya aku membuang mukaku jika bertemu dengan Nia, tetapi sekarang dia ada di sebelahku jadi mana mungkin aku bisa terus membiarkan dia. Nia meminta maaf kepadaku soal kejadian kemarin, dia ingin menjelaskan masalahnya, “Tidak usah menjelaskan apa-apa lagi Nia, aku sudah memaafkanmu”, ucapku dibibir meskipun kenyataannya aku berbicara seperti itu karena aku malas membahas masalah kemarin. “Ya sudah Ri, sekali lagi maafkan aku ya”, ucap nia dengan muka memelas sambil memegang tanganku.

Tiba-tiba datang dua mahasiswa perempuan dari arah pintu menuju kedalam kelas dan ternyata itu adalah Kak Citra dan Kak Putri. Mereka memperkenalkan diri terlebih dahulu kemudian mereka berbagi cerita perjuangan mereka bisa kuliah sampai memberitahu kepada kami mengenai beasiswa apa saja yang biasanya dipakai para mahasiswa. Semua teman-temanku sangat antusias mendengar hal itu, apalagi para mahasiswanya memberi kami tips dan trik belajar untuk ujian nasional nanti.

Kemudian Pak Muh, kepala sekolahku masuk ke kelasku, sepertinya para guru sedang mengontrol kegiatan acaranya, saat di kelasku Pak Muh memberitahu bahwa ini adalah pertama kalinya sekolahku kedatangan mahasiswa dari kota “Kalian beruntung sekali anak-anak, karena angkatan kalian adalah angkatan pertama yang mengadakan acara seperti ini dengan kehadiran para mahasiswa yang sukses dari kota, semoga kalian semua yang ada di kelas ini bisa mengikuti jejak kakak-kakaknya melanjutkan sekolah ke kota dan bisa kembali ke desa ini untuk memajukan pendidikan disini”, ucap Pak Muh menaruh harapan kepada masa depan kita yang terlihat dari bola matanya.

Sekitar tiga jam kita berbincang dengan Kak Citra dan Kak Putri tentang bagaimana kehidupan mahasiswa di kota. Tak terasa acaranya sudah ada di akhir dan Pak Muh mengumumkan waktunya murid-murid pulang. Ketika aku sedang bersiap-siap merapikan mejaku, Nia dan Ita mengajakku untuk menemui Kak Citra dan Kak Putri di luar kelas. Meskipun aku masih merasa kesal dengan Nia, tetapi aku tidak bisa marah terlalu lama kepadanya, akhirnya kita bertiga keluar kelas.

Kak Citra dan Kak Putri mengajak kami untuk berdiskusi lagi tentang masa depan kita bertiga karena kemarin belum sempat membahas terlalu jauh tentang impian kami. Kak Citra mengajak kami ke sebuah tempat makan dekat sekolah. Disana aku merasa sangat senang sekali karena bisa menyampaikan keinginanku yang selalu aku pendam. Dan baru hari ini  ini aku saling tukar nomer telepon dengan Kak Citra dan Kak Putri bahkan aku, Ita, Nia, Kak Putri dan Kak Citra sampai membuat grup whatsApp.

Awalnya aku memberitahu cita citaku ingin menjadi Chef terkenal di kota tetapi ibu dan bapak tidak mengizinkanku kuliah ke kota. Kemudian Nia juga berbicara ingin melanjutkan sekolah ke kota, dia ingin menjadi seorang designer terkenal di kota tetapi orang tuanya tidak mengizinkannya ke kota, apalagi Nia orangnya penurut kepada orang tua, semua yang dilarang orang tuanya pasti tidak akan Nia lakukan. Nah kalau Ita dia akan tetap di desa karena dia orangnya susah untuk beradaptasi di lingkungan yang baru atau bisa disebut dia udah cinta sekali sama desa hehe.

Tidak terasa matahari sudah menampakkan sinar indahnya di sore hari, obrolan yang tadi kami bahas membuat hari ini menjadi awal terbukanya pintuku untuk menggapai cita-cita karena Kak Citra dan Kak Putri memberi banyak motivasi untukku, meskipun harapan yang diceritakan tadi tidak mungkin mudah untuk dicapai, tetapi aku yakin jika aku berusaha dan bersungguh-sungguh menggapai cita-cita pasti semuanya akan ada jalannya. Kak Citra berpesan kepada kami untuk mencoba meyakinkan orang tua kami tentang kuliah di kota itu mudah jika bersungguh-sungguh belajar dan mencari beasiswa. Saat lantunan ayat suci mulai terdengar, kita semua pamit pulang kepada Kak Citra dan Kak Putri.

***

Hari ini, aku bangun disambut dengan hangatnya mentari yang menusuk jiwaku sampai membuat diriku  dipenuhi rasa semangat meskipun sekolah hari ini libur karena Pak Muh memberi kami waktu untuk belajar ujian nasional di rumah . Keluar dari kamar, aku langsung menghampiri ibu yang sedang memasak. Aku langsung menghampiri ibu ke dapur, “Kamu kenapa Tari? Kesambet apa pagi-pagi sudah senyum-senyum sendiri”, ucap ibu memegang pundakku. “Tidak bu, Tari tidak apa-apa”, sambil melepaskan tangan ibu dari pundakku. “Apa jangan-jangan kamu sudah punya pacar ya di desa ini? Bicaralah pada bapak Tar, biar bapak tau siapa yang akan jadi suamimu nanti”, ucap bapak cengengesan.

Mendengar bapak bicara seperti itu, rasanya aku ingin pergi saja dari rumah, hatiku yang tadinya berbunga-bunga seakan-akan semua bunga akan jatuh berantakan diterpa badai. Padahal aku sedang memikirkan mimpiku semalam yang menjadi chef terkenal di kota, tetapi bapak dan ibu malah mengiraku sudah punya pacar. “Ya sudah bu, Tari mau mandi saja biar belajarnya semangat”, ucapku dengan tatapan mata lelah sambil berjalan seperti tak punya kaki ke kamar mandi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun