Mohon tunggu...
Rucika GalvaniPutri
Rucika GalvaniPutri Mohon Tunggu... Lainnya - XII MIPA 6 - SMAN 1 PADALARANG

CIK

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

JALAN MENUJU ROMA

8 Februari 2021   15:02 Diperbarui: 8 Februari 2021   16:43 746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika Kak Citra menaruh sepeda yang dinaikinya di parkiran, ia langsung menghampiri Kak Putri, aku, Ita, dan Nia. Dengan senyuman yang hangat Kak Citra langsung melambaikan tangan sebagai tanda awal kita bertemu. Nia langsung menanyakan kepada Kak Citra tentang Sani yang merupakan teman kecilnya dan juga sebagai adik Kak Citra. Kemudian kita di ajak pindah ke halaman rumah balai desa, disana kita berbincang segala hal, termasuk tentang masa lalu dan perjuangan Kak Putri dan Kak Citra bisa kuliah sampai saat ini.

Saat Kak Citra sedang menceritakan perjuangan dia bisa sampai saat ini, Kak Citra mengatakan bahwa dia dulu pernah tinggal di desa ini, tetapi karena kedua orang tuanya mengalami kecelekaan dan membuat keduanya meninggal, Kak Citra dan Sani  pindah ke kota dan tinggal bersama teman bapaknya yang bernama Pak Yanto yang merupakan seorang pembisnis sukses di kota sehingga mereka membiayai sekolah Sani dan Kak Citra sampai sekarang dan kebetulan  Pak Yanto dan istrinya, Bu Via tidak mempunyai anak sampai sekarang jadi mereka menganggap Sani dan Kak Citra sudah seperti anaknya sendiri. Dari situlah aku baru tahu jika Sani dan Kak Citra dulu pernah tinggal di desa ini.

Selama ini Nia, teman dekatku sendiri tidak pernah memberitahuku jika dulu pernah ada orang desa yang berhasil kuliah di kota, mendengar hal itu dari orang lain perasaanku seperti benang yang diacak-acak. Aku sangat kesal kepada Nia, meskipun aku anak pindahan dari desa sebelah dan aku baru kenal Nia saat kelas 8 SMP, tetapi aku dan Nia sudah seperti teman dari kecil karena kita selalu kemana-mana bersama sampai menginap disalah satu rumah secara bergiliran pun kita pernah melakukannya.  

Aku langsung berdiri dan melihat ke arah Nia, jantungku berdebar kencang seakan ingin meluapkan kekesalan dengan berteriak di depan Nia, tetapi aku malah menitikan air mata didepan semuanya. Melihat aku yang bersikap aneh, Kak Citra dan Kak Putri langsung mengikutiku berdiri dan memegang pundaku sambil menanyakan apa yang terjadi. Awalnya aku tidak ingin bilang apa yang aku rasakan, tetapi Kak Putri terus membujukku untuk mengatakan sesuatu. Akhirnya aku luapkan kekesalanku kepada Kak Citra dan Kak Putri sambil menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.

Mendengar penjelasanku, Kak Citra mencoba menenangkanku dan meyakinkan aku bahwa Nia tidak mengatakan hal itu karena ada alasan yang jelas. Sore yang cerah itu berubah menjadi kelabu karena suasana yang berubah. Meskipun sudah dijelaskan oleh Kak Citra, aku tetap kesal kepada Nia karena dia tidak mengeluarkan pembelaan sedikitpun ketika aku menanyakan alasan dia tidak memberitahuku. Rasa kesalku sudah dipuncak, aku langsung mengambil tas ku dan berlari ke arah luar untuk pulang duluan dan hanya berpamitan dengan ucapan tanpa salaman.

Sesampainya dirumah, aku masuk tanpa mengucapkan salam langsung ke kamar dan berbaring dikasur menatap langit indah yang tertupi atap, aku seperti berada diruangan yang sangat gelap, tanpa sadar air mataku sudah membasahi pipiku dan aku terlelap tidur.

Ibu membangunkan ku saat jarum jam dinding membentuk sudut 90 derajat, ia langsung memarahiku karena tadi aku tidak menutup pintu rumah saat ibu dan bapak tidak ada dirumah. Saat mereka pulang, mereka mengira ada orang lain yang masuk kedalam rumah. Mendengar ibu menasihatiku, aku seperti orang bisu. Untungnya ibu tidak lama berbicara dan langsung menyuruhku mengganti baju dan makan malam.

Setelah aku mengalaskan makanan, aku membawanya ke dalam kamar dan duduk di pojok dekat jendela. Tiba-tiba handphoneku berbunyi berulang-ulang, ketika aku membuka kunci layarnya, ternyata grup whattsApp kelas sedang ramai, mereka membicarakan bahwa besok akan ada mahasiswa kota yang datang ke sekolah untuk melakukan penelitian. Membaca pesan itu, hatiku tetap tertutupi abu karena masih kesal dengan kejadian tadi siang.

***

Pagi hari yang cerah, tetapi cahayanya yang egois, tidak mau berbagi untuk menerangi hatiku, saat aku sedang merapikan kerudung yang sulit terbentuk di wajahku, tiba-tiba ibu membuka pintu kamar dan memberitahu kalau Nia dan Ita sudah ada di depan rumah dan aku menyuruh ibu memberitahu kepada mereka agar mereka berangkat duluan. Ketika aku melihat ke arah pintu depan dari jendela kamar, terlihat Nia dan Ita  yang berjalan meninggalkan rumahku. Entah apa yang ibu katakan kepada mereka karena biasanya mereka selalu menungguku sampai aku selesai bersiap-siap dan kita berangkat bersama, tetapi hari ini mereka dengan mudah meninggalkanku ke sekolah.

Sesampainya aku di sekolah, ternyata lapangan sekolah sudah dipenuhi siswa yang bersiap-siap melakukan upacara, aku langsung lari ke kelas untuk menyimpan tasku dan bergegas lari lagi menuju lapangan sekolah. Biasanya aku berada di posisi kedua diantara Nia dan Ita dalam barisan. Akan tetapi, senin ini aku memilih berdiri di posisi paling belakang karena tidak ingin dekat dengan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun