“Baiklah… kita ke rumah sakit sekarang,” Ardi berusaha menenangkan Kinan.
Perjalanan ke rumah sakit terasa begitu lama bagi Ardi. Ia mengemudi dengan hati-hati, sesekali melirik Kinan yang tampak menahan sakit di sampingnya.
Setibanya di rumah sakit, Kinan langsung dibawa ke ruang bersalin. Ardi hanya bisa mondar-mandir di depan ruangan, jantungnya berdegup kencang menunggu kabar.
Setelah beberapa jam yang terasa seperti selamanya, seorang perawat keluar dengan senyum lebar.
“Selamat, Pak. Anak Anda laki-laki, sehat dan tampan,” ucap perawat itu.
Air mata kebahagiaan mengalir di pipi Ardi. Ia masuk ke ruangan dan melihat Kinan yang tampak lelah namun bahagia, menggendong seorang bayi mungil.
“Dia mirip sekali denganmu, Di,” ucap Kinan lembut.
Ardi mengamati wajah putranya dengan senyum lebar di wajahnya. Hidung mancung, mata yang sipit, benar-benar mirip dirinya.
“Nama apa yang akan kita berikan untuknya?” tanya Kinan.
Ardi terdiam sejenak, lalu tersenyum. “Bagaimana kalau Gavin? Gavin bermakna kebajikan, seperti harapanku padanya kelak.”
Kinan mengangguk setuju. “Gavin. Nama yang bagus. Aku bisa membayangkan betapa hebatnya dia dengan nama itu.”