1) Warga lain suku yang sudah tinggal menetap dengan suku pemilik lingko disebut sebagai ata long.Â
2) Warga lain suku yang secara khusus datang untuk meminta agar mendapat bagian tanah disebut sebagai ata kapu manuk lele tuak danÂ
3) keturunan anak perempuan yang menetap dalam suku atau tidak menetap pada suku suami. Nama-nama mereka ini harus masuk melalui kilo/sub clan atau panga/clan di dalam suku.
Ritual Wuat Wa'i dan Lilik Compang                 Â
Pada hari pembagian, sebelum berangkat ke lokasi lingko para tua adat dan warga kampung kembali berkumpul di rumah adat untuk melaksanakan ritus wuat wa'i.Â
Ritus ini bertujuan memohon restu, bimbingan dan lindungan dari Tuhan Sang Pencipta dan para leluhur agar acara pembagian lahan ini berjalan dengan lancar. Kurban pada ritus ini adalah seekor ayam jantan berwarna merah.Â
Melalui media seekor ayam jantan ini dilakukan tudak/torok (doa) oleh tua adat sebagai petutur. Ayam kemudian disembelih dan darahnya dioleskan pada kayu teno (melochia arborea/melochia ef umbelata) yang sudah dibuat menyerupai gasing atau mangka dalam bahasa Manggarai. Selanjutnya ayam tadi dibakar untuk dijadikan helang (sesajian) untuk para leluhur, sama seperti pada ritus teing hang.
Usai ritus wuat wa'i di dalam rumah adat, warga dipimpin tu'a teno keluar dengan membawa sejumlah perlengkapan seperti parang, kayu teno dan tali melakukan acara lilik compang (mengelilingi mesbah) yang terletak di tengah-tengah kampung.
Acara ini sebagai simbol penghormatan terhadap beo bate ka'eng (kampung tempat biasa tinggal) dan natas bate labar (halaman tempat biasa bermain).Â
Warga kemudian bersama-sama menuju lokasi lingko yang hendak dibagikan menjadi lodok dengan iringan bunyi pukulan gong. Untuk sampai ke lokasi lingko warga melewati jalur jalan yang biasa dilewati oleh nenek moyang terdahulu atau para leluhur yang disebut dengan salang ceki
Pelaksanaan Pembagian Lingko Dengan Sistem Lodok