Tokoh adat yang berhak membagikan tanah tersebut adalah tu'a teno yang dibantu oleh wakilnya.Â
Menurut kebiasaan tu'a teno mendapatkan pembagian area tanah yang lebih luas dari pada peserta yang lainnya. Kepadanya juga diberikan hak untuk memilih tanah pembagiannya sesuai dengan seleranya. Kebiasaan ini merupakan bentuk penghormatan dan penghargaan kepada sangtu'a teno atas persetujuan bersama warga kampung.
Sistem pembagian petak sawah lodok, terkait dengan status kepemilikan tanah yang bersifat komunal karena secara tradisional dan konvensional tanah adalah hak komunal (suku).Â
Di samping penanda hak kepemilikan komunal (suku) sistem pembagian tanah tersebut sebagai penanda hak komunal (suku) juga terkait dengan lingkungan.
Dengan demikian maka dalam pembagian tanah ulayat ini diperlukan keadilan, kejujuran, musyawarah (demokrasi), kedamaian dan tidak otoriter agar tidak terjadi hal-hal yang menyebabkan terjadinya konflik.Â
Setelah proses pembagian dilakukan maka setiap orang yang berhak mendapatkan tanah itu wajib menjaga dan memelihara tanah tersebut dan diwariskan kepada setiap keturunan.Â
Tanah ulayat yang dibagikan ini tidak boleh dijual atau digadaikan untuk tujuan apa pun. Selain itu setiap orang juga diminta untuk tidak mengubah fungsi tanah tersebut yakni dari persawahan ke dalam bentuk laiinya.
Ritus-Ritus Yang Dilakukan Pada Saat Pembentukan Lodok
Ritual Barong Boa (Penghormatan Kepada Para Leluhur Di Kuburan)
Masyarakat Manggarai memepercayai roh para leluhur akan ikut berperan dalam kehidupan mereka termasuk dalam kegiatan pembagian lodok lingko.Â
Karena itu, pertama-tama mereka mendatangi pekuburan umum guna mengundang arwah para leluhur untuk hadir dalam seluruh rangkaian acara pembagian lodok lingko. Ritus ini disebut barong boa.