Kalau kesatuan terjaga berarti di sana ada perdamaian dan keadilan. Dengan kata lain perdamaian dan keadilan adalah buah dari unitas yang merupakan perpanjangan dari bonum commune.
Perspektif mengenai keadilan dalam pembagian sawah lodok dipahami dengan bertolak dari filosofi kayu teno yang ditancapkan di lodok pada saat pembagian tanah.Â
Kayu teno adalah kayu yang bentuknya lurus dan tidak bercabang (heluk). Karakter ini adalah simbol sikap jujur, dapat dipercayai orang lain dan adil. Dengan demikian dari filosofi ini memberi penegasan bahwa pembagian tanah ulayat dilandasi oleh sikap yang jujur, adil dan percaya.Â
Hingga saat ini masyarakat Manggarai yang memperoleh harta warisan (tanah) atas pembagian para leluhur tidak pernah mempersoalkan besarnya tanah yang mereka peroleh dari pembagian tersebut. Mereka menerima pembagian itu dengan kebesaran hati.
Pembagian tanah juga diawali dengan melakukan musyawarah bersama antar warga yang diakomodasi dan domoderasi oleh para tua adat. Tanah ulayat pada hakekatnya adalah milik bersama.Â
Maka pembagian atas hak bersama ini meski dilandasi oleh sikap yang adil dan jujur. Menurut Thomas Aquinas keadilan merupakan keutamaan tepatnya keutamaan moral yang memimpin seseorang dalam hubungan atau relasinya dengan orang lain. Hal itu tidak saja berhubungan dengan orang lain secara individu tetapi juga dengan orang lain secara umum dalam komunitas sosial.Â
Dalam hubungannya dengan komunitas dapat dirujuk pada bonum commune atau kebaikan bersama dan karena itu seringkali juga disebut dengan keadilan umum.Â
Dalam perspektif  ini pembagian tanah ulayat Manggarai dapat dinilai sebagai tindakan yang adil karena dilandasi oleh prinsip communio dan musyawarah serta teararah kepada kesejahteraan bersama.
Filsafat Estetika (Seni Merangkai Hubungan Antara Kosmos dengan Yang Ilahi)Â
Bagi orang-orang Manggarai seni atau keindahan tidak hanya berkaitan dengan hal-hal yang kasat mata. Keindahan dalam perspektif orang Manggarai juga dapat dipahami secara metafisik. Keindahan metafisis di sini berkaitan dengan seni berpikir atau seni berefleksi.Â
Dalam kaitan dengan ini, orang Manggarai mampu mengobjektifikasikan hasil pikirannya dalam suatu yang konkrit. Sehingga keindahan Yang Ilahi dapat dirasakan-dialami oleh manusia dalam sesutau yang indah secara kasat mata.Â