Mohon tunggu...
Rival RisvanNugraha
Rival RisvanNugraha Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - siswa SMAN 1 padalarang

Hi lets be friend

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Desa Mati

1 Maret 2022   15:03 Diperbarui: 1 Maret 2022   15:03 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Wanita dengan rambut diikat asal memasuki kelasnya yang ada di ujung lorong, dengan langkah khasnya, mata sipit dan alis yang lancip ke atas, membuat aura gelap muncul dalam dirinya, membuat pandang mata enggan menatap mata tajamnya, namun siapa sangka, wanita itu memiliki sifat berbanding terbalik dengan wajahnya. Ia duduk dengan temannya, mengeluarkan tiga buku tulis, dan satu buku paket.

"Gileee, lagi jadi nihh," goda Manda sambil menyenggol lengan Bila.

"Berisik, masih pagi," balasnya sambil mencatat tugasnya yang belum selesai.

Wanita itu adalah Bila, atau Nabila Putri Ahmad. Bila tidak pernah ingin dipanggil Nabila, karna itu adalah sisi lain dari dalam dirinya. Manda sudah hafal bagaimana Bila, tentunya karna mereka berteman sejak duduk dibangku SD.

"Bil, ini dititipi sarapan sama Bunda, katanya Mamah lagi ga dirumah ya?"

"Wih, mantap, makasih ya bilangin ke Bunda," ucapnya sambil menyimpan kotak makan dibawah mejanya. "Mamah pergi sama Papah, jadi dirumah cuma berdua, aku sama Tio," jelasnya.

"Yaudah, aku nginep aja ya," tawar Manda.

"Nah, ide bagus tuh, nanti kita maraton drakor!" Seru Bila.

"Aku banyak stok drakor nih, tinggal play," keduanyapun tertawa.

Lalu datanglah guru pelajaran Seni budaya masuk kedalam kelas mereka, mengumumkan beberapa hal, lalu memberikan materi untuk dipelajari. Tangan Bila  yang lihai menggambar sketsa yang diperintah guru tersebut, mulai memainkan alat tulisnya, memberikan garis-garis tak beraturan diatas kertasnya. Tanpa sengaja, Bila melihat hal yang menarik baginya untuk digambar. Ia pun menghapus semua sketsa yang ia buat dan mulai kembali menggambar objek barunya.

"Ko dihapus?" Tanya Manda. Tidak ada jawaban dari Bila. Ia yang sudah mengetahuinya hanya tersenyum tipis.

delapan puluh tiga menit sudah pelajaran tersebut berlangsung, tetapi belum ada satupun yang menyerahkan hasilnya, termasuk Bila, dan Manda. Jangankan selesai, Diatas kertas manda hanya ada pola biasa yang ntah akan menjadi apa, berbeda dengan Bila, yang sudah memiliki pola yang, unik?

"Bil!!" Panggil manda, Bila pun mematung dengan tatapannya. "Makanya jangan diladenin, cukup gambar aja ya,"

Bila pun tersadar, dan memegang pensilnya kembali. "Eh? emm, iya iya, Nabila sih," ucap Bila.

"Jangan ikutin maunya Nabila, Bil,"

"Iya Mandaaaaa," ucap Bila sambil memeluk Manda.

Tak terasa, bel istirahatpun berbunyi. Tiap siswa maupun siswipun berkeliaran diluar kelas, apa lagi di kantin, sudah pasti suasananya sangat ramai. Untungnya sekolah merek memiliki kantin yang luas, jadi tidak perlu berdesak desakan. Bila menuju warung bi Iyem, dan mengambil dua susu kota rasa coklat, memesan soto, dan mengambil empat chiki chocolate. Banyak sekali bukan? padahal dengan tubuh mungil, tidak akan ada yang mengira bahwa Bila ini porsi makannya setara dengan dua orang.

"Masih mau nambah ga?" Tanya Manda yang memegang nampan isi ramen, dan minumannya.

"Engga deh Man, soalnya aku lagi diet," ucapnya membuat seluruh yang ada di warung cengo. "Jadi berapa bu?"

"Jadi tiga puluh delapan ribu neng,"

"Tambah permen aja deh, yang coklat dua ribu, jadi kembaliannya sepuluh aja," Bila memberikan uang selembaran lima puluh ribu, dan menerima uang selembar sepuluh ribu.

"Mau duduk dimana Bil?"

"Disitu enak gak sih?" tunjuk Bila dengan dagunya, dan menghampiri kursi tersebut, lalu duduk disana.

Mereka mulai makan, makanan mereka, Bila mengocok susu kotaknya lalu dituangkan kedalam botol minumnya, katanya sih, biar kalo ada sisa ga bingung simpan kemana. Saat sedang menikmati makanannya, Romi datang dengan membawa dua bucket snack ditangannya.

"Hai maniezzz, abang Romi datang untuk memberikan sesuatu pada tuan putri sekalian," ucapnya sambil memberikan bucket berwarna abu-abu pada Bila, dan yang berwarna cream pada Manda. "Abang Romi juga datang membawa kabar gembira untuk kalian berdua," ucapnya dengan nada seperti seorang pangeran kerajaan.

"Apa sih, ngomong, ngomong aja yang bener, geli tau ga," sewot Manda.

"Jadi, gini guys, anak IPS kan disuruh ngerjain tugas sosiologi, nah jadi aku tuh bingung mau ngerjainnya dari mana, ditambah harus wawancara orang didesa gitu, sedangkan disini jauh ke desa, tugasnya dikumpulin pas nanti beres liburan semester, nah kalian ada ide ga harus kemana? sekalian kita healing juga," jelas Romi sambil menaik-turunkan kedua alisnya.

"Kemana ya?" Tanya Manda pada dirinya.

"Gimana kalo ke Bogor?" Saran Bila.

"NICE, MINGDEP KE BOGOR!" heboh Romi.

"Berisik bego! bodoh dipelihara," ucap Manda membuat Romi cengengesan.

"Udah lama juga kan ya kita ga ke Bogor, terakhir ke Bogor tahun lalu, eh iya bay the way Sinchan mana Rom?"

"Ga sekolah dia, sakit gigi katanya,"

"Tumben ga bilang di grup ya Man, biasanya paling heboh dia,"

"Eh Bil, dia kan lagi ga mau diganggu, tadi aja emaknya yang nelfon aku, katanya gini 'Rom, Ijal ga sekolah dulu ya, soalnya sakit gigi, gamau diganggu, tadi tante suruh sekolah malah bilangnya disekolah berisik, rasanya pengen makanin orang-orang disekolah, kan tante jadi ngeri Rom, bilangin ke walasnya Ijal ya Rom, nanti suratnya nyusul' nah gitu, mana emaknya Ijal parnoan,"ucap Romi setwlah menirukan gaya bicara mamahnya Ijal.

"Durhaka emang tuh si sinchan, belum pernah ditabok, duit segepok kali ya?"

"Sinchan mulu deh Man, kan namanya Ijal,"

"Gatau nih Manda, aneh aneh aja,"

"Heh, Ijal tuh namanya emang bukan sinchan, tapi alisnya yang tebel kaya dosa-dosa, dan bentuknya kotak, mengingatkan terus sama Sinchan, kadang aku juga suka lupa kalo nama dia Ijal," jelas Manda sambil menyimpan dagunya diatas tangan, dan meminum jusnya.

"Aneh-aneh aja, huuuuh," jitak Romi

Merekapun melanjutkan aksi makan-makan mereka hingga bel masuk pun berbunyi, Romi kembali ke kelasnya, Bila, dan Manda berbelok sementara ke toilet.

"Man, kita ke bogor butuh budjet berapa?"

"Lima juta cukup kali ya? lagian disana paling cuma seminggu, sekalin latihan belajar hemat,"

"Boleh-boleh, nanti aku bilang Mamah, sama Papah dulu,"

"Eh iya Bil, nanti kita nginep di Villanya om Wisnu aja, lumayan kan, ga perlu ngeluarin banyak budjet,"

"Mantap lah, liburan sekolah healing,"

"Halah healing apaan Bil? orang kita mau bantu Romi, kaya wawancara gitu bukan si?" Tanya Manda dambil mencuci tangannya diwastafel.

"Gataulah, aku kan anak IPA," balasnya sambil mengikat rambutnya asal.

"Yehhh, kan anak IPA juga kudu tau Bil, nanti aku hubungin dulu Sinchan,"

"Ijal Man, bukan Sinchan,"

"Iya, iya, Ijal,"

Setelah selesai dengan urusan kamar mandi, merekapun kembali ke kelas, memasuki kelas yang sangat ribut, karna sedang jamkos. Bila kembali membuka sketch booknya, lalu memandangi gambarnya beberapa saat. Bila kembali mengambil pensil mekaniknya lalu tanpa sadar, objek yang ia amati tadi, hadir kembali. Rambut yang terurai panjang, dengan senyum merekah, namun tatapan mata yang kosong menjadikannya hal yang unik untuk Bila, ah tidak, Nabila maksudnya.

Nabila memainkan pensilnya diatas kertas hingga gambarnya yang ia buat hampir selesai, memberikan detail-detail yang halus, hingga titik terkecil. Manda yang mengamati tingkah Nabila segera pergi mengambil air yang ada di pojok kelasnya, lalu memberikannya pada Nabila.

"BIL SADAR BIL!" Ucap Manda menggoyangkan tubuh Nabila.

"Eno, panggil Pak Ahmad No! CEPETAN, BILA KESURUPAN!"

Seisi kelaspun panik, Nabila yang semulanya mengambar dengan tenang, sekarang menggengam pensilnya hingga patah, matanya memerah, tubuhnya berkeringat. Manda dengan sigap memegang tubuh Nabila. Tiba-tiba Nabila berdiri, menghela nafasnya pelan.

"Bil? Are you okay?" Tanya Manda. Kemudian Nabila berbalik menghampiri Steve yang ada di belakangnya.

"Kembalikan milik saya!" Ucap Nabila sambil menatap mata Steve.

"Apaan sih? heh kesurupan mah kesurupan aja, jangan ngerusuh!" Balas Steve sambil mendorong bahu Nabila.

Tubuh Nabila menegang, hingga gemetar, tangannya mengepal, seisi kelas ada yang pergi keluar, dan ada yang membantu Manda menahan Nabila. Nabila pun menghempaskan semua teman-temannya lalu mendorong Steve hingga tersungkur melewati tiga meja.

"KEMBALIKAN MILIK SAYA ATAU KAMU AKAN MATI!!" Teriak Nabila, dan akan mencekik Steve, namun gagal karna Pak Ahmad datang di waktu yang tepat.

"Bila, istighfar, ini bukan kamu!!" Ucap Pak Ahmad sambil menjauhkan Nabila dari Steve.

Pak Ahmad membacakan beberapa ayat suci Al-Qur'an, dan memegang kedua tangan Nabila agar tidak memberontak. Manda memeluk sahabatnya dengan erat, hingga tak sadar bahwa baju seragamnya telah sobek karna ditarik oleh Nabila.

"Pergi Nabila, jangan ganggu Bila!" Tanpa sadar Manda meneteskan air matanya.

---

Seminggu berakhir dari insiden itu, Manda lebih protektif pada Bila, karna dia sangat menyayangi Bila.

"Man, Tante titip Bila ya, kalo ada apa-apa langsung kabarin," ucap Sarah, mamah Bila.

"Siap Tante, pasti itu mah,"

Merekapun masuk kedalam mobil. Hari ini, adalah hari keberangkatan mereka ke Bogor. Ijal, dan romi sudah menunggu mereka di pom bensin dekat rumah Bila, kebetulan arahnya melewati rumah itu, mereka semua pergi menggunakan mobil Ijal, Bila dan Manda di antar oleh Pak Jupri, supir Bila.

"Jangan bengong Bil, kesambet lagi ntar,"

"Heheheh ngga kok Man,"

Flashback

"Bila? kamu sadar?" Tanya bu Ayu.

"Bila kenapa bu?"

"Kamu tadi kesurupan sayang, tapi semuanya udah baik-baik aja ko, kamu tunggu disininya, biar saya panggil Manda untuk menemani kamu di UKS," Bu Ayu pegi memanggil Manda, tak lama kemudian, Mandapun terlihat dari balik pintu.

"BILAAAA, PLIS DEH YA, JANGAN BIKIN PANIK!!"

"Kamu kenapa sih Man?"

"Malah nanya, tau ga? kamu tuh tadi hampir mau bunuh Steve tau!" Seru Manda.

"Bunuh?! Gila aja kamu!" Balas Bila bingung.

"Ko bisa kaya tadi? kamu kenapa? coba cerita!" Titah Manda.

"Jadi kan Man, aku tuh mau ngegambar di sketch book aku, nah oas aku liat ternyata ada gambar yang belum selesai, yaudah aku mau lanjutin, niatnya asal aja, tiba-tiba, perempuan yang ada di gambar itu, ada di depan pintu kelas, duduk dikursi gitu, cantik banget dia, rambutnya panjang digerai, senyumnya manis banget, tapi matanya kaya nahan sakit gitu, trus mukanya pucet, tiba-tiba dia minta tolong, serius Man, itu bukan aku yang liat dia, itu Nabila!" Jelas Bila.

"Kamu mau coba ke psikolog lagi?"

"Ngga ah Man, paling disana cuman dibilang punya kepribadian ganda lagi, padahal bukan kepribadian ganda kan Man?"

"Iya Bila, iya. Yang bisa liat hal kaya gitu cuma Nabila, bukan kamu,"

Bisa dibilang, Bila adalah salah satu anak indigo dari jutaan manusia didunia, tapi bedanya, dia kadang-kadang bisa melihat, kadang-kadang juga tidak bisa. Jika saat ia bisa melihat hal-hal janggal, itu bukan Bila, melainkan Nabila. Bahkan dulu ia pernah koma selama tujuh belas hari. Karna saat kelas sepuluh ada sosok wanita yang memaksa Nabila untuk membantunya menemuka pelaku pembunuhannya, namun karna tubuh Bila yang tak kuat, maka ia tumbang, dan akhirnya koma selama berhari-hari, untung saja nyawanya masih terselamatkan. Bila tidak mau menjadi anak Indigo, maka orangtuanya membaginya menjadi dua, antara Bila, dan Nabila.

"Woy,"

"Anjir kaget Jal, Dajjal,"

"Astagfirullah, Bila, hatiku tersakiti karna perkataanmu Bila," ucap Ijal sambil memegangi dadanya, dan berdrama ala-ala sinetron Indosial.

"Banyak drama kaya sinetron Indosiar,"

"Udah Man, kan emang sial dia, ahahahah!" Merekapun tertawa sebelum akhirnya masuk kedalam mobil Ijal. Setelah mengisi bahan bakar, dan mengecek semuanya dengan sempurna, merekapun segera berangkat dari Bekasi menuju Bogor.

Romi yang sudah tertidur dari saat berangkat hanya memeluk boneka bebek besarnya dengan erat, seakan akan takut kehilangannya. Manda, dan Bila hanya menonton siaran TV korea sambil sesekali tertawa. Ijal fokus pada perjalanannya. Setelah dirasa lelah, mereka beristirahat disebuah rest area tol cipularang KM 88. Manda menuju minimarket untuk membeli beberapa cemilan, Romi pergi ke toilet, Ijal membeli makanan berat, dan Bila duduk disebuah tenpat yang difasilitasi rest area tersebut, sambil menatap mobil Ijal.

Tiba-tiba ada anak kecil yang menghampirinya, kemudian duduk disebelah Bila sambil menatapnya.

"Kaka cantik, mau kemana? Kalo boleh tau, sekarang jam berapa ya?" Tanyanya dengan nada menggemaskan.

"Hai, sekarang jam setengah lima, kaka mau ke Bogor dek, adek sendirian? orang tua kamu mana?" Jawab Bila, kemuan bertanya pada anak itu.

"Aku nunggu Bapak, sama Ibu, mereka mau jemput aku," jawabnya.

"Loh, kamu disini sama siapa?" Tanya Bila penasaran.

"Sendirian,"

"Sudah lama nunggunya?" Tanyanya lagi.

"Emm, sudah kak, udah lama, sekitar lima tahun aku nunggunya, tapi Bapak, sama Ibu, belum datang datang," ucapnya membuat Bila terkejut. Bagaimana bisa, seorang anak kecil berusia sekitaran tujuh sampai delapan tahun ini menunggu kedua orang tuanya selama itu.

"Loh kok bisa?"

"Malam itu, kami singgah disini kak, terus aku kebelet pipis ditoilet sana," sambil menunjuk pintu toilet di akhir jalan rest area, yag terlihat tidak pernah digunakan lagi. "Aku izin dulu, terus, pas aku keluar, Bapak, sama Ibu udah ga ada. Terakhir Ibu bilangnya jam setengah lima kita berangkat," Bila tersentak lalu berfikir sebentar.

"Bil, ngapain?" Manda datang sambil menepuk pundak Bila. Sudah ada Ijal, dan Romi

"Ini ada anak kecil nanyain jam-" Bila berbalik ke arah anak tersebut, namun sudah tidak ada.

"Anak mana? dari aku jalan tadi, sampe sini, ga liat anak kecil, malah aku panggil panggil, kamu malah asik ngomong sendiri!" Jelas Manda.

"Man? Jal? Rom?"

"Minum dulu nih, emang apa kata dia?" Tanya Ijal.

"Katanya lagi nunggu dijemput orang tuanya, udah nunggu lima tahun, katanya mau dijemput jam setengah lima,"

"Buset, nunggu dijemput sampe lima tahun?! gile gile," sorak Romi.

"Coba kita tanyain bapak itu," Titah Bila, lalu memanggil petugas kebersihan yang ada di rest area itu. "Pak sini pak!"

"Iya neng? ada apa?"

"Pak, tadi liat anak kecil pake baju biru ga? pake celana selutut?" Tanya Bila penasaran.

"Anak kecil? baju biru?" Petugas itu berfikir sejenak "Kayanya itu Aldi deh,"

"Aldi?" Ucap Bila, Manda, Ijal, dan Romi.

"Iya, anak kecil yang meninggal tertabrak lima tahun lalu," keempatnya dibuat syok dengan perkataan petugas itu, bagaimana bisa? anak yang sudah meninggal duduk bersama diantara mereka.

"Ko bisa pak?" Tanya Ijal.

"Jadi dulu itu, ada anak kecil, yang masuk toilet sana," sambil menunjuk toilet, yang ditunjuk anak tadi. "Nah anak itu tanya, pergi jam berapa? kata orang tuanya jam setengah lima mereka lanjut perjalanan, nah pa keluar dari toilet orangtuanya ninggalin dia, dia coba kejar, tapi naasnya, pas dia kejar sampai tengah jalan tol, ada truk yang nabrak dia, trus dia mati terlindas ban depan truk itu, orangtuanya baru sadar, ternyata yang dia bawa bukan anaknya melainkan sosok lain, jadi orangtuanya balik lagi dan menyesal." Penjelasan petugas tersebut membuat semua menatap Bila.

"Oh gitu ya pak, makasih ceritanya," ucap Romi.

"Iya Den, sama-sama," petugas itu pun melanjutkan pekerjaannya.

"Man, berarti yang aku liat tadi?"

"Huss, udah ah Bil, jangan dibahas, ayok lanjut lagi," ajak Ijal.

Manda memeluk sahabatnya lalu, masuk kedalam mobil. Sebelum berangkat, Bila mendo'akan anak tersebut agar arwahnya tenang. Bila menatap ke arah jendela, memandangi bunga-bunga dipinggir jalan. Tiba-tiba Aldi melambaikan tangannya pada Bila, dengan wujud aslinya. Tubuh bagian perut berantakan, dan dilumuri banyak darah, wajah pucat tersenyum ke arah Bila. Bila yang kaget langsung memeluk Manda.

"Man, wujud aslinya ancur banget, kasian,"

"Doain dia aja bil, jangan dibayangin."

Merekapun melanjutkan perjalanannya, sekarang giliran Romi yang menyetir, mobil mereka keluar di tol Padalarang, disambut dengan indahya lampu-lampu sore, membuat mata mereka dimanjakan dengan pemandangan yang retro.

"Gile, estetik gini!" Puji Romi.

"Baru keluar tol aja view nya udah estetik gini ya," tambah Ijal.

Mereka menajutkan perjalannannya sambil beberapa kali berhenti untuk sholat, mereka menepikan mobilnya dimasjid didekat Situ Ciburuy. Manda tidak ikut, karna sedang datang tamu bulanannya. Setelah selesai, mereka menyebrang ke arah taman Situ Ciburuy untuk sekedar berfoto dengan lampu-lampu. Lagi, dan lagi. Bila didatangi perempuan dengan tangan kanannya yang tak berbentuk, datang menghampirinya.

"Nabila plis, jangan datang dikeadaan kaya gini,"  ucap Bila dalam hati. Ternyata wanita itu hanya melewatinya, dengan jalan pincang, dan tatapan tajam ke arab Bila. Setelah puas, mereka melanjutkan lagi perjalanannya.

___

Sesampainya di Villa, mereka mengeluarkan barang-barangnya. Lalu bertemu dengan Wisnu.

"Assalamu'alaikum Om," salam semuanya.

"Wa'alaikumussalam, akhirnya dateng juga, dari sore om nunggu kok ga datang-datang," tanya Wisnu lalu menggiring mereka menuju Villanya. "Nih, kalian di sini aja gapapa? ini kamarnya dua, kolam satu, sama ada taman kecil buat bakar bakar," jelas Wisnu sambil membuka pintu.

"Mantap gini lah om, masa aja ga diterima, mana gratis," ucap Romi dengan senyum jahil khasnya.

"Halah, bisa aja kamu, kalo gitu om kalian istirahat disini ya, kamar cewe sama cowo pisah, kamu Romi, kamarnya disana sama Ijal, buat cowo cocok tuh, nah kalian cewek disebelah sana."

"Iya om, makasih,"

Merekapun masuk ke kamarnya masing-masing, karna besok sudah akan memulai wawancara dengan orang-orang desa.

___

Semuanya berkumpul diruang tengah, ada yang makan cemilan, menyiapkan perlengkapan, dan hanya sekedar menonton TV. Ijal memakan kue coklat sambil merebahkan dirinya di shofa.

"Woy, ini makanan abis ya, enak soalnya!"

"IJAAAAL ITU PUNYA AKU, MAIN ABIS-ABISIN AJAA!!!"

"Eh, heheheh maaf-maaf enak soalnya, lagian ditas masih banyak kok,"

"Yaudah, abisin aja,"

Waktu menunjukan jam sebelas, mereka mulai pergi menuju tempat tujuannya, di kampung yang tidak terlalu jauh dengan Villa mereka. Mobil Accord hitam masuk kedalam gang yang tak terlalu besar, hanya cukup dimasuki oleh satu mobil. Jalan panjang yang kiri-kanannya dipenuhi ilalang panjang, jauh berbeda dengan ekspetasi mereka.

Merekapun turun, dan menuju warung kecil disebelahnya. Karna jalan yang semakin kecil, Ijal memarkirkan mobilnya dihalaman yang lumayan besar, disebelah warung tersebut.

"Bu, es teh empat ya," Pesan Romi, tapi hanya dilirik tajam oleh pemilik warung tersebut. "Bu mau tanya, kalo desa ciawi masih jauh?" Tanya romi lagi.

"Teras we mapah, ke oge aya bumi katingal," (Terus aja jalan, nanti juga ada rumah keliatan) Jawab pemilik warung tersebut dengan bahasa sunda.

"Ngerti?" Tanya Manda, dan di angguki Ijal.

"Oh, iya iya, jadi gini Bu, kita dari Bekasi mau wawancara warga sini, sambil direkam gitu bu, sebelumnya, saya mau wawancara ibu boleh?" Tanya Romi sopan, dan diangguki ibu tersebut. "Kita mulai sekarang aja ya?" Tanya Romi.

Ijal mengeluarkan tripodnya, dari tas, memasang kamera, dan mulai merekam. Romi pun memulai pembicaraannya, dari awal pembukaan hingga pertanyaan.

"Kira-kira ibu sudah berapa lama berjualan?" Tanya Romi.

"Tos lami, tos dalapan taun ngawarung,"  (Udah lama, udah delapan tahun ngewarung)

"Kalo untuk warga disini, biasa keluar jam berapa bu? soalnya diperhatikan dari tadi, tidak ada yang lewat sini,"

"Wargi didieu mah kalaluarna ngke peuting," (Warga disini keluarnya malem)

"Oh seperti itu, oke sekian wawancara kami terimakasih bu," Romi mengakhiri wawancaranya.

"Oke bu, kami lanjut ke desa dulu ya," pamit Manda.

Mereka berempat berjalan menuju desa tersebut, membawa tas, dan yang terpenting adalah kamera, dan buku. Suasan yang seharusnya asri, berubah menjadi mencekam, padahal waktu masih menunjukan pukul sebelas siang. Setelah berjalan sekitar lima ratus meter, merekapun menemukan rumah warga, tetapi terlihat sepi, tidak seperti suasana desa lainnya.

"Sepi banget,"

"Sepi? Rame gini," jawab Bila.

"Bil?"

"Nabila!"

"Nabila? tenang Bil,"

"Punten, bade kasaha?" (maaf, mau ke siapa?)

"Oh gini pak, kita mau ngadain wawancara sama warga sini, sebentar aja ko,"

"oh iya atuh, mangga, kesini," ajak bapak tersebut.

Perjalanan panjang yang mereka tempuh ternyata belum selesai, rumah pria tersebut ternyata masuk kedalam desa tersebut, semua pasang mata melihat pada mereka, tatapan tajam, dan mengintai. Membuat Bila semakin ketakutan. Tetapu Manda setia merangkul Bila. Merekapun sampai di rumah pria tersebut, sebenarnya tidak layak disebut rumah, tetapi gubuk, karna hanya beberapa bilik yang diberdirikan, kemudian atap yang terbuat dari daun kelapa.

Mereka memasuki rumah tersebut, dan duduk sambil membereskan barang-barang mereka.

"Guys, ngerasa aneh ga?" Tanya Manda.

"Iya, aga panas hawanya!" Tambah Ijal.

"Kebelet nih Man!"

"Sama, ikut ke air aja yu Bil,"

"Pak, kami ikut ke toilet ya," izin Manda menuju arah belakang, namun tidak ada sautan. Mereka makin kebelakang, dan terdengar suara asahan pisau. "Pak, kami iz-" Ucapan Manda terpotong setelah melihat bapak tersebut sedang mengasah pisau, dan didepanya terdapat kulit manusia.

"DEK NAON KADIEU?! MANEH KABEH MANGSA URANG!!"  (MAU APA KAMU KESINI?! KAMU SEMUA MANGSA SAYA)  Seru bapak tersebut sambik membawa pisau.

"BILA, LARI BIL!!" Manda, dan Bila berlari kembali menuju Ijal, dan Romi. "CEPET PERGI, KALO GAMAU MATI, AYOKK JAL, ROM!!"

"Hah? kenapa?"

"TONG KABUR SIA!!" (JANGAN LARI KALIAN)

"CEPET JAL, CEPET!!"

Merekapun berlari sekuat mungkin keluar dari rumah tersebut, dan semua penduduk desa berubah seperti mayat hidup, ada yang berlumuran darah, dan juga tubuh yang tidak utuh. Tiba-tiba Bila terhenti, membuat Manda semakin panik dan terpaksa menggusur Bila. Lalu Romi pun menggendong Nabila, dan berlari sekuat mungkin.

"Hah, hah, capek, ga kuat!" Seru Manda.

"Sedikit lagi Man, kita harus keluar dari sini!!"

"Kaki aku sakit!"

"Rom, bantu Manda Rom, semua warga kampung sini ngejar kita,"

Merekapun berlari, dan menuju mobil Ijal, terparkir dilahan kosong tanpa ada warung, segera memasuki mobil dan pergi dari tempat itu. Seketika Nabila pingsan, sambil menangis. Mereka keluar dari desa tersebut, dan menuju jalan besar.

"TERNYATA WARUNG ITU GA NYATA!" Seru Ijal.

Adzan Ashar berkumandang, mereka memberhentikan mobilnya di sebuah masjid, Ijal mengendong Bila masuk kedalam masjid, lalu ada pak Ustadz yang menghampiri mereka.

"Ada apa ini?"

"Teman kami kerasukan pak!"

"Innalillahi, kamu ambil air minum, biar bapak doakan,"

Pak Ustadz mengusap kepala Bil, lalu bila kembali berontak, hingga muntah darah.

"Kalian dari mana?" Tanya Ustadz itu

"Kami dari Desa Ciawi pak," jawab Romi.

"Ciawi? Ciawi cuma ada di Bogor utara," tambah ustadz itu.

"Lalu yang tadi?"

"Coba jelaskan, daerahnya dimana?" Titah Pak Ustadz, lalu Ijal menjelaskan semuanya tanpa tertinggal sekatapun. "Itu bukan desa, tapi makam pembantaian," Betapa terkejutnya mereka mendengar itu.

Jadi selama ini, Desa itu tidak pernah ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun