"Oke bu, kami lanjut ke desa dulu ya," pamit Manda.
Mereka berempat berjalan menuju desa tersebut, membawa tas, dan yang terpenting adalah kamera, dan buku. Suasan yang seharusnya asri, berubah menjadi mencekam, padahal waktu masih menunjukan pukul sebelas siang. Setelah berjalan sekitar lima ratus meter, merekapun menemukan rumah warga, tetapi terlihat sepi, tidak seperti suasana desa lainnya.
"Sepi banget,"
"Sepi? Rame gini," jawab Bila.
"Bil?"
"Nabila!"
"Nabila? tenang Bil,"
"Punten, bade kasaha?" (maaf, mau ke siapa?)
"Oh gini pak, kita mau ngadain wawancara sama warga sini, sebentar aja ko,"
"oh iya atuh, mangga, kesini," ajak bapak tersebut.
Perjalanan panjang yang mereka tempuh ternyata belum selesai, rumah pria tersebut ternyata masuk kedalam desa tersebut, semua pasang mata melihat pada mereka, tatapan tajam, dan mengintai. Membuat Bila semakin ketakutan. Tetapu Manda setia merangkul Bila. Merekapun sampai di rumah pria tersebut, sebenarnya tidak layak disebut rumah, tetapi gubuk, karna hanya beberapa bilik yang diberdirikan, kemudian atap yang terbuat dari daun kelapa.