Mohon tunggu...
Rivai Muhamad
Rivai Muhamad Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Gemar menulis fiksi, menggambar, melukis, dan membaca. Mahasiswa jurusan seni rupa di Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cerita Hantu di Ruang Sekretariat

3 Juli 2011   11:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:58 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Keluar dari gerbang kampus, Genta baru menyadari betapa dinginnya udara dini hari. Mungkin karena tadi ia terlalu antusias dengan leluconnya, sampai-sampai tidak sadar dengan suhu udara yang rendah ini. Ia berjalan menyebrangi jalan raya yang kosong, tak ada satu pun kendaraan yang melintas, bahkan manusia pun tidak. Sudah tentu tak akan ada kendaraan umum pada jam selarut ini, jadi ia memutuskan untuk jalan kaki hingga tempat kosnya, untunglah letaknya tak begitu jauh. Kalau ia beruntung, mungkin ia bisa bertemu dengan Ori dan Jati, lalu dengan sangat puasnya menertawai mereka berdua. Ia tertawa sendiri ketika memikirkan kemungkinan itu.

Di pertigaan jalan, tiba-tiba Genta menyadari sesuatu. Ternyata ada seorang lelaki bertopi yang berdiri di pinggir jalan, di sampingnya ada sebuah gerobak. Sambil berjalan melewati laki-laki itu, Genta memperhatikan gerobaknya, dan ia menyadari bahwa laki-laki itu adalah tukang cilok. Dengan jantung yang berdebar-debar, Genta melirik ke arah jam tangannya. Jam satu malam. Dari sudut matanya ia melihat ke arah panci yang terbuka di atas gerobak itu, melihat benda-benda bulat yang memenuhi panci itu, sampai salah satu benda bulat itu berputar pelan dengan sendirinya, lalu menatap ke arahnya.

“Ciloknya, Dek?” tukang cilok menengadah, memperlihatkan lubang matanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun