“Masih ada cerita yang lain?” tanya Ori pada Genta. Genta hanya menggeleng. “Yaudah, kalo nggak ada lagi, kita pulang sekarang. Sebentar lagi udah jam satu nih.”
Mereka bertiga pun segera bangkit dari karpet tempat mereka duduk, tidak lupa Ori mematikan komputer serta merapikan kertas-kertas di atas meja. Karena esok tidak ada jadwal kuliah, jadi mereka bisa santai-santai bergadang di kampus, selain juga sengaja untuk memanfaatkan fasilitas sekretariat himpunan. Ketika Jati yang memegang kunci bersiap untuk mengunci pintu, tiba-tiba Genta pergi meninggalkan kedua temannya dan masuk ke dalam toilet.
“Genta kemana?” tanya Jati setelah mengunci pintu.
“Ah, paling juga kebelet.” jawab Ori santai.
Sambil menunggu Genta, mereka duduk di atas kursi panjang yang letaknya tak jauh dari toilet. Suasana tengah malam sudah sangat sepi, dan udara malam pun terasa menggigit tulang. Sesekali Jati memeluk tubuhnya sendiri yang dibalut sweater hitam, sementara Ori kembali menyalakan sebatang rokok demi menghangatkan tubuh. Sudah lima menit mereka menunggu, tapi Genta tak juga keluar dari toilet.
“Cepetan Ta! Boker ya lo?” teriak Ori dari luar pintu toilet.
“Pasti, dari tadi nggak ada suara air,” timpal Jati.
Mereka menunggu lagi, udara semakin dingin. Sudah lima menit, namun batang hidung Genta belum juga muncul. Jati akhirnya meminta rokok Ori, dan dengan itu ia telah membatalkan rencananya untuk berhenti merokok. Apa boleh buat, udara dingin ini memaksanya mencari pelarian. Lima belas menit berlalu, sepertinya Genta masih belum selesai. Mencoba mengusir kebosanan, Jati mengambil ponsel dari saku celananya, dan pada saat itu ia baru menyadari ada pesan singkat yang masuk ke nomornya. Ia membuka pesan itu dan membaca isinya, lalu menahan nafas.
“Kenapa?” tanya Ori.
“SMS, dari Genta. Katanya ‘Jat, gue baru inget soal proposal untuk besok siang. Besok pagi jam tujuh kita ketemuan di sekre ya. Sekarang gue bikin sebagian dulu, sisanya mesti diomongin bareng-bareng, kasih tau Ori’,” ucap Jati membacakan SMS di ponselnya.
Mendengar isi pesan tersebut, Ori segera bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah toilet. Dengan agak kesal, ia mengetuk-ngetuk pintu toilet.