Piaget dan Vygotsky keduanya memberikan kontribusi besar terhadap pemahaman kita tentang perkembangan anak, meskipun dengan fokus yang berbeda. Piaget menyoroti tahap-tahap kognitif yang bersifat universal, sementara Vygotsky menekankan pentingnya interaksi sosial dan dukungan eksternal dalam perkembangan kognitif anak. Keduanya memberikan wawasan yang saling melengkapi tentang bagaimana anak berkembang dalam konteks sosial dan kognitif.
4.Teman Teori Psikososial Erik Erikson
_Erik Erikson, seorang psikolog perkembangan, mengembangkan teori psikososial yang mencakup delapan tahap perkembangan manusia dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Teori ini berfokus pada interaksi antara individu dan lingkungan sosialnya, serta bagaimana tantangan psikososial yang dihadapi dalam setiap tahap perkembangan dapat memengaruhi kepribadian dan kesehatan mental seseorang. Erikson berpendapat bahwa perkembangan manusia berlangsung sepanjang hidup dan dipengaruhi oleh krisis psikososial yang harus diselesaikan pada setiap tahap.
1. Delapan Tahap Perkembangan Psikososial
_Erikson mengidentifikasi delapan tahap perkembangan yang masing-masing berhubungan dengan tantangan atau krisis psikososial yang harus dihadapi individu. Setiap tahap memiliki dua kutub yang berlawanan, dan resolusi yang berhasil terhadap krisis ini menghasilkan perkembangan positif.
_Tahap 1: Kepercayaan vs. Ketidakpercayaan (0-1 tahun)
Pada tahap ini, bayi belajar untuk mempercayai dunia dan orang-orang di sekitarnya, terutama pengasuhnya. Jika kebutuhan dasar mereka dipenuhi secara konsisten, mereka akan mengembangkan rasa percaya. Jika tidak, mereka dapat mengembangkan ketidakpercayaan terhadap dunia.
_Tahap 2: Otonomi vs. Rasa Malu dan Keraguan (1-3 tahun)
Anak-anak belajar untuk melakukan hal-hal sendiri, seperti berjalan atau berbicara. Jika mereka didorong untuk mandiri, mereka mengembangkan rasa otonomi. Jika mereka dihukum atau direndahkan, mereka cenderung merasa malu dan meragukan kemampuan diri mereka.
_Tahap 3: Inisiatif vs. Rasa Bersalah (3-6 tahun)
Anak-anak mulai menunjukkan rasa inisiatif dengan mencoba aktivitas baru. Jika mereka didorong untuk menjelajah dan berinisiatif, mereka akan merasa percaya diri. Sebaliknya, jika tindakan mereka dibatasi atau dihukum, mereka dapat merasa bersalah.
_Tahap 4: Industri vs. Inferioritas (6-12 tahun)
Anak-anak berusaha untuk mengembangkan keterampilan dan kompetensi. Keberhasilan dalam belajar dan berinteraksi dengan teman-teman dapat menghasilkan rasa industri dan rasa percaya diri. Kegagalan atau kritik yang berlebihan dapat menyebabkan perasaan inferioritas.
_Tahap 5: Identitas vs. Kebingungan Peran (12-18 tahun)
Remaja mencari identitas diri dan mencoba berbagai peran sosial. Jika mereka berhasil mengembangkan rasa identitas yang jelas, mereka akan merasa percaya diri dalam peran sosial mereka. Namun, kebingungan tentang identitas dapat muncul jika mereka tidak menemukan peran yang sesuai.
_Tahap 6: Intimasi vs. Isolasi (18-40 tahun)
Pada tahap ini, individu berusaha membentuk hubungan dekat dan intim dengan orang lain. Keberhasilan dalam membentuk hubungan yang sehat membawa rasa intimasi, sementara kegagalan dapat menyebabkan isolasi dan kesepian.
_Tahap 7: Generativitas vs. Stagnasi (40-65 tahun)
Pada tahap dewasa tengah, individu berfokus pada memberi kontribusi kepada masyarakat dan membimbing generasi berikutnya. Jika mereka merasa tidak produktif atau terisolasi, mereka dapat mengalami stagnasi.
_Tahap 8: Integritas vs. Keputusasaan (65 tahun ke atas)
Pada tahap akhir kehidupan, individu merefleksikan hidup mereka. Jika mereka merasa puas dengan pencapaian hidupnya, mereka akan mencapai integritas diri. Namun, jika mereka merasa hidup mereka sia-sia atau penuh penyesalan, mereka bisa merasa putus asa.