"Sebenarnya ada namun mereka juga sama tak menganggap kami ada, mereka orang berada sedangkan kami hanya orang susah kak" jawabnya.
Aku mengelus pundaknya.
"Aku pergi dulu ya, aku akan mencari makanan untuk kalian. Kalian jangan kemana-mana" ucapku.
"Iya kak" ucap Farhan.
Aku membeli makanan yang banyak untuk mereka. Aku terus terbayang bagaimana jadinya jika mereka hanya tinggal berdua disana. Apakah aku harus membawanya tinggal bersamaku atau membiarkan mereka tinggal disana.
Setelah membeli makanan aku langsung berpamitan untuk pulang ke rumah karena waktu sudah malam. Fahmi terus-menerus menarik tanganku. Sepertinya ia tak ingin aku pergi. Tapi bagaimana lagi, keluargaku pasti tak akan mengizinkan. Karena itu rumah orang tuaku.
***
Keesokan harinya aku mengunjungi mereka. Aku akan membawa Fahmi ke psikolog untuk menyembuhkan keterlambatan bicara Fahmi. Kebetulan ia temanku. Langsung aku ceritakan penyebab Fahmi seperti itu. Psikolog langsung menerapi Fahmi di temani Farhan, aku menunggu diluar ruangan.
Terlihat dua orang suami istri sedang menunggu. Aku penasaran mengapa mereka berdua ada disini.
"Bu, ingin ke psikolog juga?" tanyaku sambil tersenyum.
"Iya dek, kami sepertinya ingin bercerita berbagai permasalahan hidup" katanya.
"Kami merasa tertekan karena anak-anak kami yang sudah kami urus sampai besar malah meninggalkan kami begitu saja. Kami sebagai orang tua seperti tak ada harganya" sambungnya.