"Oh begitu. Kak maafkan adikku ini ya. Dia memang sedikit nakal. Semenjak sebulan yang lalu kakak memberi kami hadiah di depan pos itu setiap hari Fahmi duduk disana. Katanya menunggu kakak pemberi hadiah. Suatu ketika kami sedang berjalan, kami melihat kakak sedang duduk di depan rumah yang bagus. Adikku ingin menemuimu tapi aku selalu menahannya. Setiap malam Fahmi kabur dari rumah katanya ia ingin menjahili kakak. Tapi tadi malam Fahmi tak pulang juga. Aku tak bisa mencari Fahmi karena ibuku sedang sakit di rumah. Aku sangat khawatir" ucapnya menjelaskan panjang lebar.
"Oh seperti itu, tak apa. Jadi namanya Fahmi dan namamu siapa?" tanyaku.
"Namaku Farhan kak" ucapnya.
Fahmi memberi obat tadi pada Farhan. Kedua anak lelaki itu terlihat senang. Aku di ajak menuju rumah mereka. Banyak orang disana.
"Ibu..." ucap Farhan sambil berlari, Fahmi dan aku ikut berlari.
"Nak ibumu sudah kritis" ucap salah seorang ibu-ibu.
"Ya sudah kita bawa ke rumah sakit saja" ucapku.
"Tapi kami tak punya biaya" ucap Farhan.
"Tenang saja, soal biaya aku yang menanggung. Sebentar aku menelepon ambulan dulu" ucapku sambil menelepon.
Beberapa saat kemudian mobil ambulan datang membawa ibu mereka menuju rumah sakit. Tak ada satu warga yang ikut. Aku sedikit kesal. Sayang, ibu mereka tak dapat tertolong lagi. Mereka menangis dan memelukku sangat erat. Aku menangis juga.
***
Semua proses pemakaman sudah dilalui, aku merasa tak tega melihat mereka. Kulihat rumah tak layak dengan atap yang sudah harus diganti. Hanya ada kami bertiga dirumah ini.