"Oh seperti itu" ucapku sambil tersenyum, karena tak tahu akan bertanya apa lagi.
Fahmi dan Farhan keluar dari ruangan psikolog. Ibu itu terlihat sangat kaget. Aku penasaran sebenarnya kenapa harus kaget.
"Sebentar" ucap ibu itu.
"Apa kalian masih ingat aku?" tanya ibu itu ke Farhan dan Fahmi.
"Siapa nama anak-anak itu dek?" tanya ibu itu kepadaku.
"Yang ini Fahmi, yang ini Farhan" jawabku.
Farhan langsung bersembunyi di belakangku.
"Fahmi? Farhan?" ucapku.
"Dia ibu jahat, dia yang membuang Fahmi waktu kecil kak. Dulu ketika ayah masih ada dia sering datang ke rumah kami dengan gaya sombongnya. Aku benci kak" ucap Farhan.
"Iya maafkan aku nak, semenjak kepergian ayah Farhan aku terus mencari keberadaan kalian namun tak menghasilkan apa pun. Karena kalian sudah pindah rumah" ucap ibu itu.
"Dulu aku menyesal ingin membawa Fahmi pulang lagi ke rumah. Sekarang aku merasakan karma bagaimana di abaikan anak tercinta. Mungkin ini yang harus aku terima karena sudah menelantarkanmu nak" ucap ibu sambil menangis.
"Itu memang kesalahan kami, kami tak ingin mempunyai anak yang di vonis akan mengalami keterlambatan bicara. Itu akan merusak reputasiku di dunia bisnis" ucap bapak itu.