Kajian: Presidential Threshold Dihapus, Siapa Tertarik Nyapres 2029?
Latar Belakang Sejarah Presidential Threshold
Presidential threshold adalah ambang batas pencalonan presiden yang mewajibkan partai politik atau gabungan partai memiliki minimal 20% kursi DPR atau memperoleh 25% suara sah nasional pada pemilu legislatif sebelumnya. Aturan ini diterapkan sejak Pemilu 2004 untuk menyederhanakan jumlah kandidat, mencegah fragmentasi politik, dan memastikan stabilitas pemerintahan. Namun, kebijakan ini menuai kritik, terutama karena dianggap membatasi demokrasi.
Sejarah itu menuai  kritik terhadap presidential threshold sebagai berikut:
1. Membatasi Hak Konstitusional Partai dan Kandidat
Aturan ini dianggap menghalangi partai-partai kecil atau kandidat independen untuk mencalonkan presiden meskipun mereka memiliki visi dan kompetensi. Dalam beberapa kasus, partai dengan basis dukungan yang cukup besar di masyarakat tetap tidak dapat mencalonkan kandidat karena tidak memenuhi ambang batas.
2. Dominasi Partai Besar
Presidential threshold memperkuat dominasi partai-partai besar  yang sering kali memonopoli keputusan politik. Ini menciptakan ketergantungan partai kecil pada koalisi, yang tidak selalu mencerminkan kehendak masyarakat, tetapi lebih kepada kompromi politik.
3. Pengurangan Pilihan Publik
Dengan sedikitnya pasangan calon yang bisa diusung, masyarakat memiliki pilihan terbatas dalam memilih pemimpin. Sebagai contoh, dalam Pemilu Presiden 2019 di Indonesia, hanya ada dua pasangan calon yang muncul akibat aturan threshold ini.