Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Bubur Kampiun: Tak Perlu Diaduk, Tiap Sisi Beda Rasa, Tetap Gemar Lidah Pilih Sisi Manapun

12 Oktober 2024   03:23 Diperbarui: 12 Oktober 2024   03:34 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bubur Kampiun: Foto by HarianHaluan.com

Bubur : Debat Tak Berujung dan Citarasa yang Beragam

Travel Lokal Lidah-Bubur Kompasiana. Makanan sederha sih tapi tampaknya tak pernah kehilangan pesonanya di kalangan masyarakat Indonesia. Terutama warga Kota Padang Panjang, Sumatera Barat.

Makanan menarik, sobat. Yang menarik adalah bagaimana makanan ini sering kali menjadi topik perdebatan di rumah, di kedai kopi, terutama di siang bolong terik. Terutama soal cara menyantapnya, ini yang paling menarik.

Diaduk atau tidak diaduk? Itulah salah satu pertanyaan populer saat mulai menyantap kuliner pagi ini. Apa sih yang sebenarnya membuat perdebatan ini begitu sengit? Ya, karena ragu. Cara makannya gimana?

Bubur Diaduk vs Tidak Diaduk: Sebuah Dilema

Pertama, mari kita bahas kubu "bubur diaduk"

Mereka yang memilih mengaduk bubur biasanya beralasan bahwa ini membuat rasa bubur menjadi lebih merata. Sama rasa. Setiap suapan akan mengandung campuran sempurna dari nasi lembut, kuah, topping, dan bumbu. Bubur yang diaduk sering dianggap lebih kaya rasa karena seluruh cita rasa berpadu di setiap sendokan di lidah.

Kedua, kubu "bubur tak diaduk" 

Mereka berpendapat bahwa keindahan makan bubur ketika lidah menikmati setiap elemen secara terpisah. Kuah yang mengalir di atas nasi yang masih terlihat, serta topping yang bisa dinikmati sesuai selera menjadi pengalaman tersendiri di tiap sisi yang dianggap lebih nikmat.

Ini kebiasaan putraku nomor dua. Ia tak suka bubur diaduk. Ia akan pilih sisi yang kurang menarik baginya dulu. Misal bubur kacang hijau, lanjut ke bubur agak menariknya, bubur hitam, lanjut ke bubur dalimo. Si pink ini memang digemari anak-anak. 

Lanjut kolak pisang, paling ia sukai. Bersama bubur sumsum atau bubur putih. Begitu cara ia menikmati bubur kubu tak diaduk. "Yang paling enak, suapanterakhir, Ma!" Teriaknya pas suapan akhir.

Beda sama adeknya. Makan apapun suka dicampur. "Biar sama rasa, Bun." Katanya setiap suapan akan mengandung campuran sempurna dari nasi lembutnya, kuahnya. Khusus topping ia habiskan dulu.  Barulah bumbu dan bubur diaduknya.

Akibatnya, sering makanannya bersisa. Hingga akulah penolong menghabiskannya. Padahal aku termasuk versi si abang. Kubu tak diaduk. Kadang bila ada putra sulungku, ialah penyelamatnya karena porsi makannya lebih dari kami berempat dengan suami.

Adapun si Ayah, biasa makan bubur tanpa diaduk tapi porsi bdibagi dua. Satu porsi makan pas beli dan setengah porsi lagi buat nanti. Agak dua jam-an lagi.

Terlepas dari bagaimana bubur itu dinikmati, pertanyaan yang lebih menarik mungkin, "Kapan sebaiknya makan bubur?"

Pagi atau Malam?

Beberapa orang menganggap bubur sebagai menu sarapan pagi. Makanan yang pas untuk memulai hari ceria di pagi cerah karena bubur memberikan rasa kenyang yang ringan dan tidak terlalu berat untuk perut yang sedang kosong. 

Namun, di sisi lain, banyak juga yang menyukai bubur sebagai makanan selingan sore dan malam. Hangatnya bubur setelah seharian lelah bisa memberikan kenyamanan tersendiri.

Kalau Mak Cinta di sekolahku biasa jual bubur sore. Pukul 15.00 WIB, beliau mulai menggelar dagangannya. Guru dan siswa pun berebut beli bubur dalimo, bubur hitam, atau bubur kacang hijau plus kolak pisang.

Beda lagi bila di sawah atau di kebun. Orang tuaku dan para pekerja menikmati bubur saat istirahat pertama sekitar pukul 10.00-10.30 WIB. Di bawah atap pondok di sawah atau di kebun. Sayang banget tak ada foto kenangan itu.

Ragam Bubur Nusantara

Indonesia kaya akan ragam bubur. Dari Sabang sampai Merauke. Hampir setiap daerah memiliki variasi bubur khas yang menggambarkan karakter budaya dan rempah daerah tersebut.

Sebut saja:

Bubur Manado yang kaya sayuran dan bercita rasa gurih.

Bubur Cianjur dengan topping sederhana namun penuh rasa.

Bubur Kampiun khas Minang yang manis dengan berbagai isi, seperti kolak pisang dan ketan.

Kanji Rumbi dari Aceh dengan cita rasa rempah yang kuat.

Beragamnya variasi bubur di Indonesia menunjukkan bagaimana bahan dasar sederhana seperti beras bisa bertemu dengan rempah dan bahan lokal untuk menciptakan kelezatan yang berbeda di setiap daerah.

Bubur Favorit dan Tempat Rekomendasi

Sekarang, kita sampai pada pertanyaan utama, "Bubur apa yang paling kalian sukai?" Mungkin, ada yang lebih menyukai bubur gurih seperti bubur ayam atau bubur sumsum manis yang lembut.

Kalau soal tempat, "Adakah rekomendasi warung bubur favorit? Misalnya, bubur ayam kaki lima yang selalu ramai di pagi hari atau restoran bubur spesialis dengan harga yang ramah di kantong." Tentu, setiap tempat memiliki keunikan tersendiri, baik dari segi rasa, suasana, maupun harga.

Kami punya dua tempat Favorit menikmati bubur di Kota Sejuk Padang Panjang Sumbar ini. Setiap warung dan resto di Pasar Padang Panjang menyediakan menu favorit kita. Kemudian tempat kedua di sekolah, dagangan Mak Cinta.Adapun bubur favorit masyarakat, Bubur Kampiun.

Sejarah Bubur Kampiun

Bubur Kampiun, makanan penutup khas Minangkabau, Sumatera Barat. Makanan ini terkenal karena terdiri dari berbagai jenis bubur dan penganan manis dalam satu sajian. 

Nama "Kampiun" sendiri berasal dari kata "Champion" dalam bahasa Inggris. Berarti juara atau pemenang. Hal ini mencerminkan keragaman serta kelezatan berbagai jenis bubur yang terdapat di dalam satu mangkuk saji.

Asal Usul Bubur Kampiun

Menurut cerita masyarakat Minang, Bubur Kampiun pertama kali diciptakan sekitar tahun 1950-an di Nagari Jambu Air, Kabupaten Bukittinggi, Sumatera Barat. 

Legenda lokal menyebutkan bahwa bubur ini pertama kali dibuat dalam rangka merayakan kemenangan para pahlawan kemerdekaan Indonesia.

Pada waktu itu, masyarakat mengadakan sebuah acara syukuran besar dan salah satu sajian yang dibuat adalah bubur dengan berbagai jenis makanan manis yang dicampur menjadi satu. Bubur ini sebagai simbol keberagaman dan kemenangan.

Isi Bubur Kampiun

Dalam satu sajian bubur kampiun, biasanya terdapat berbagai komponen pada awalnya, seperti:

1. Bubur sumsum – bubur lembut dari tepung beras.
2. Kolak pisang – pisang yang dimasak dengan kuah santan manis.
3. Bubur ketan hitam – bubur dari ketan hitam.
4. Candil – bola-bola ketan yang dimasak dalam kuah gula merah. (Cande)
5. Lupis – ketan yang dibungkus daun pisang, disajikan dengan kelapa parut dan gula merah cair.

Setiap elemen dalam Bubur Kampiun ini memiliki rasa dan tekstur yang berbeda-beda. Ketika disajikan bersama, mereka menciptakan perpaduan rasa manis dan gurih yang unik.

Bubur kampiun sering disajikan saat bulan Ramadan sebagai menu berbuka puasa juga dapat ditemukan di pasar tradisional di Sumatera Barat pada hari-hari biasa.

Makanan ini bukan hanya kaya rasa, tetapi juga memiliki nilai budaya yang tinggi, mengingat hubungannya dengan sejarah perjuangan dan kebersamaan masyarakat Minangkabau dalam meraih kemerdekaan.

Resep Bubur: Berbagi Kreativitas

Bagi yang suka bereksperimen di dapur juga mungkin kita bisa berbagi resep bubur favoritnya. Dari bubur ayam, bubur kacang hijau, hingga bubur sumsum. Semua bisa menjadi inspirasi bagi kita seama Kompasianer lainnya untuk mencoba membuat sendiri di rumah. Siapa takut!

Berikut adalah resep Bubur Kampiun Gumarang khas Padang Panjang yang kaya rasa dan memiliki beragam isian manis. Bisa kita buat sendiri juga lho.

Seperti sejarah di atas, bubur ini biasanya terdiri dari tumpukan 5 jenis bubur khas daerah Sumatera Barat.

Ada bubur sumsum sebagai ciri khas utamanya, bubur kacang hijau nanti sebagai penambah khas kuahnya, kolak pisang sebagai pendamping, dalimo pink sebagai pemercantik dan pengganti cande, dan bubur hitam sebagai khas daerah.

Setiap elemen berpadu sempurna dalam satu sajian di piring, menjadikan bubur kampiun sebagai hidangan yang memanjakan lidah di kota ini.

Mari kita masak satu per satu 5 jenis isian Bubur Kampiun!

Bahan-bahan Bubur Kampiun:

1. Bubur Sumsum

100 gram tepung beras

500 ml santan

1 lembar daun pandan

1/4 sdt garam

Bahan kuah gula:

200 gram gula merah, disisir halus

200 ml air

1 lembar daun pandan (simpulkan)

Cara Membuat:

Membuat bubur:

Larutkan tepung beras dengan sebagian santan (sekitar 200 ml) hingga tidak ada yang menggumpal.

Rebus sisa santan bersama daun pandan dan garam hingga mendidih.

Setelah mendidih, kecilkan api dan masukkan larutan tepung beras secara perlahan sambil diaduk terus agar tidak menggumpal.

Aduk hingga adonan menjadi kental dan matang (biasanya sampai terlihat meletup-letup). Matikan api.

Membuat kuah gula:

Rebus gula merah, air, dan daun pandan hingga gula larut dan mendidih.

Saring kuah gula untuk menghilangkan kotoran atau ampas, lalu masak kembali hingga mengental sedikit.

2. Kolak Pisang

3 buah pisang kepok (potong sesuai selera)

500 ml santan

100 gram gula merah (disisir halus)

50 gram gula pasir

1 lembar daun pandan

1/4 sdt garam


Cara Membuat:

Rebus air bersama gula merah dan daun pandan hingga gula larut, lalu saring untuk menghilangkan kotoran.

Masukkan kembali air gula ke dalam panci. Tambahkan pisang. Masak hingga pisang mulai empuk. Tambahkan santan dan setelah pisang empuk, tuangkan santan dan tambahkan garam.

Aduk terus kolak agar santan tidak pecah. Masak dengan api kecil hingga mendidih dan matang sempurna.


3. Bubur Hitam

200 gram ketan hitam

500 ml air

100 ml santan

1 lembar daun pandan

1/4 sdt garam


Cara Membuat:

Rendam ketan hitam:

Cuci bersih ketan hitam, lalu rendam selama 4-5 jam atau semalaman agar cepat empuk.

Rebus ketan hitam:

Tiriskan ketan hitam, kemudian rebus dengan 1 liter air dan daun pandan. Aduk sesekali agar tidak lengket.

Masak hingga ketan empuk dan air menyusut (tambahkan air jika perlu).

Tambahkan gula dan garam:

Setelah ketan empuk, masukkan gula merah, gula pasir, dan garam. Aduk hingga gula larut dan meresap. Masak hingga bubur mengental sesuai selera.

Membuat kuah santan:

Bila ingin menikmati bubur hitam tunggal saja, tebus santan bersama garam dan daun pandan. Aduk terus agar santan tidak pecah, kemudian angkat.

4. Bubur Kacang Hijau

200 gram kacang hijau (rendam semalaman)

500 ml air

100 gram gula merah (disisir)

1/4 sdt garam

1 lembar daun pandan

Cara Membuat:

Rendam kacang hijau:

Cuci bersih kacang hijau, lalu rendam selama 2-3 jam agar cepat empuk saat direbus.

Rebus kacang hijau:

Tiriskan kacang hijau yang sudah direndam, lalu rebus dengan 1 liter air hingga empuk (sekitar 30-40 menit). Aduk sesekali agar tidak lengket di dasar panci.

Tambahkan gula dan daun pandan:

Setelah kacang hijau empuk, masukkan gula merah, gula pasir, daun pandan, dan garam. Aduk rata hingga gula larut.

Masak hingga bubur mengental:

Masak bubur kacang hijau hingga mengental sesuai selera. Jika air menyusut, tambahkan sedikit air.

Masak santan dengan daun pandan dan sedikit garam. Aduk terus agar santan tidak pecah. Angkat setelah mendidih.


5. Bubur Dalimo 

Bahan-bahan:

100 gram tepung sagu (dalimo jadi)

500 ml air (untuk merendam sagu)

150 gram gula merah, disisir halus

100 gram gula pasir (sesuaikan dengan tingkat manis yang diinginkan)

500 ml santan kental

2 lembar daun pandan (simpulkan)

Sejumput garam

100 ml air untuk melarutkan gula merah

Cara Membuat:

Rendam tepung sagu:

Campur tepung sagu dengan 500 ml air, rendam selama kurang lebih 1-2 jam agar sagu lebih mudah dimasak.

Masak air gula:

Rebus gula merah dengan 100 ml air dan daun pandan hingga larut. Saring jika ada kotoran dari gula merah.

Masak bubur sagu:

Campurkan air rendaman sagu ke dalam air gula yang sudah disaring. Aduk rata dan masak di atas api sedang sambil terus diaduk agar tidak menggumpal.

Masak hingga adonan mengental dan matang, tekstur bubur akan berubah bening dan mengkilap.

Masak santan:

Rebus santan bersama sedikit garam dan daun pandan. Aduk terus agar santan tidak pecah, kemudian angkat setelah mendidih.

Cara Membuat Bubur Kampiun di Atas Piring Saji

Penyajian:

Siapkan piring saji, masukkan bubur sumsum dahulu, bubur hitam disebelahnya, lanjut bubur kacang hijau di sebelahnya, bubur dalimo di sebelah berikut, dan kolak pisang secara berurutan. Bentuk dalam 5 onggokan di piring saji.

Sajikan hangat atau dingin sesuai selera. Bisa juga menambahkan kuah santan manis jika suka di sesuai onggokan sumsum dan bubur hitam.

Bubur Kampiun Gumarang ini kaya akan rasa dari berbagai tekstur dan elemen yang berpadu. Nah mau diaduk atau coba satu per satu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun