Lantas, hukuman bisa digantikan dengan apa? Mari kita mulai menerapkan di rumah, mengganti hukuman dengan konsekuensi logis. Konsekuensi logis bukan hanya sekedar mengubah perilaku akan tetapi memberikan solusi pada permasalahan yang dihadapi.
Bentuk konsekuensi logis yang dimaksud disini adalah: jika merusak, maka memperbaiki; jika mengabaikan kewajiban, maka kehilangan hak/privilege; dan jika melakukan sesuatu yang mengganggu/mengganggu berulang,maka akan diberikan jeda (time-out).
Dalam penerapannya, terdapat 4 prinsip konsekuensi logis bukan hukuman dalam disiplin positif (3R1H):
1. Related (berhubungan dengan perilaku yang anak tunjukkan)
2. Respectful (menjaga harga diri, tidak boleh memperlakukan/menjatuhkan harga diri anak, terutama di depan umum)
3. Reasonable (sesuai dengan kadar usia anak)
4. Helpful (membantu anak untuk memperbaiki diri, bukan malah menimbulkan dendam atau menarik diri).
Peraturan dibuat orang tua sebisa mungkin ke hal yang lebih mengikat semacam sebab akibat. Misalnya anak merusakkan mainan, alih-alih memukul atau memarahi, ajak dia untuk memperbaiki buku yang robek, menempelkannya ulang dengan selotip. Memakai jam yang terlalu panjang saat main game, maka konsekuensinya anak akan kehilangan waktu di aktivitas setelahnya.
3. Prinsip pemberian hadiah atau reward
Sebagai orang tua tak dapat dipungkiri terkadang kita masih suka menggunakan iming-iming dan janji-janji misalnya "nanti Ibu kasih.. nanti Ibu belikan.. nanti.. dan nanti lainnya?”.
Nah hadiah ini sebetulnya lebih bersifat eksternal karena biasanya kita sebagai orang dewasa yang memberikan. Biasanya hadiah ini bersifat ekskalatif atau bertingkat, hadiah yang sama tidak akan mempan untuk aturan yang sama. Pasti akan naik nilai tawar dan nilai jualnya. Hadiah bisa saja membuat anak termotivasi untuk berdisiplin, namun bahayanya hadiah bisa menjadi sogokan manipulatif orang dewasa dan bisa menjadi adiktif bagi anak.