Tidak jauh dari Malioboro, ia akan tinggal di suatu penginapan yang sangat tradisional sekali. Andai saja ini bukan pilihan kampus, Anindya tidak ingin berada dekat dengan daerah dan jalan ini. Bukan karena tempatnya yang tradisional, hanya saja ia tidak ingin mengingat kenangan buruk itu
lagi.
Setelah 2 hari beristirahat, hari ini Senin, adalah hari dimana aktivitas produktif dimulai. Anindya mempunyai waktu 30 hari untuk menganalisis dan menciptakan hal baru di Kota Jogja ini. Hal pertama yang ia lakukan setelah menghirup udara segar diluar adalah ke Supermarket. Kemarin tidak sempat beli. Ketika hendak mengambil Lays rumput laut yang tersisa satu, ada tangan lain juga yang hendak mengambil. Aku menarik tangan yang tak sengaja bersentuhan dengannya. Lalu menoleh mendapati wajah si pemilik tangan tadi. Terbesit dalam hatinya untuk mengalah memberikan snack itu, namun ia urungkan niatnya setelah menoleh ke wajahnya.
“Kamu? mengikuti saya ya?!”, tanya Anindya membuat beberapa orang menoleh karna suaranya.
“Pelankan suaramu, orang - orang bisa mengira saya sebagai penjahat jika kau berbicara seperti itu”, timpal si pria.
Mendengar itu Anindya hanya memutar bola matanya malas, lalu berjalan ke kasir untuk membayar. Kasir menyebutkan totalnya 51.000. Ia panik ketika ingat bahwa uang yang ia bawa hanya 50.000. Dia sengaja tidak membawa dompet karna supermarket tersebut dekat dengan penginapannya. Dan dari awal dia sudah menghitung, mencukupkan uang yang ia bawa, ternyata pas.
“Mbak, tidak ada kesalahan dalam menghitung ya?”, astaga Nin pertanyaan yang sangat konyol dijawab dengan kata tidak oleh si kasir.
Anindya memberikan selembar uang berwarna biru, mengulur waktu sambil pura - pura bergumam bahwa 1000 lagi terselip di dalam sakunya.
“1000 ya mbak? ini pakai yang saya”,
tiba - tiba saja seorang pria memberikan uang seribu berbentuk koin. Anindya terkejut, ternyata dia lagi.