~Tanah kelahiran~
Pesawat yang ditumpangi Anindya mendarat di Bandar Udara Internasional Adisutjipto. Dia dan teman - temannya memutuskan untuk berpisah karna harus menaiki pesawat sesuai kota tujuan. Tanpa di duga, kami semua mendapat kota sesuai tanah kelahiran kita yang sesungguhnya. Dan disinilah Anindya. Turun dari pesawat perlahan, menginjak tanah kelahirannya lagi setelah 6 tahun lamanya ia tinggal di Kota Hamburg, Jerman.
Perasaan gelisah itu muncul kembali, dadanya naik turun tak karuan, tangannya mengepal dipenuhi keringat dingin. Dengan sekali tarikan dan hembusan nafas ia kembali berjalan dengan terburu - buru karena taksi yang ia pesan secara online sudah tiba.
BRUKK!
“Aduhh pak, maaf saya tidak sengaja”, ucap Anindya yang tak sengaja menabrak orang.
“Tidak apa - apa mbak”, jawab pria sembari jalan.
“What?! mbakk?, maaf ya tapi saya bukan mbak - mbak”, berusaha untuk tetap ramah.
Pria yang hendak pergi itu berhenti
melangkahkan kakinya dan berbalik mendekati Anindya “Lalu? teteh - teteh? Sunda dong, ini kan Jogja, wajar saya memanggil mbak ke setiap perempuan disini. Oh ya satu lagi, Saya juga bukan bapak - bapak. Saya tinggal… mbak”, timpal pria yang melenggang begitu saja meninggalkan Anindya yang sedang ternganga oleh jawaban si pria. Bisa - bisanya disaat pengucapan terakhirnya dia bisa tersenyum seperti itu. Apalagi sengaja pengucapan mbak nya ditekan kan . Sangat menyebalkan.
Ketika sudah sampai ditempat parkir, Anindya mencari kesana kemari, loh kenapa tidak ada taksi disini? bukannya tadi bilang drivernya sudah tiba ya? tanyanya dalam hati. Namun akhirnya ia memutuskan untuk membuka hp ingin bermaksud untuk menelfon si driver.
Betapa malangnya ia ketika mendengar drivernya sudah mengambil penumpang lain, hanya di karenakan Anindya lama tidah datang - datang. Oh astaga! cobaan macam apa ini? plis tuhan, belum sehari ia berada disini, rengeknya dalam hati.