Mohon tunggu...
Repa Kustipia
Repa Kustipia Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Gastronomist (Gastronome)

Membahas Gastronomi di @gastrotourism_academy Berhenti Menjadi Ahli Gizi (Nutritionist Registered) di tahun 2021. Bertransformasi Menjadi Antropolog Pangan dan Mengisi Materi Antropologi Pangan di Youtube : Center for Study Indonesian Food Anthropology Selengkapnya kunjungi tautan : https://linktr.ee/repakustipia

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Jengkol: Evolusi Gastronomi Masa Kini, Asam Jengkolat dan Fungsionalitas Komoditas

6 Juli 2024   12:06 Diperbarui: 16 Juli 2024   14:54 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara fungsi, umumnya komoditas jengkol memang hanya dimanfaatkan bijinya saja untuk kudapan, namun ketika melihat potensi lain dari hasil penelitian kulit jengkol bisa menjadi bahan pewarna tekstil.

Secara sejarah juga orang-orang sunda dahulu mewarnai kain-kain dengan tumbuhan untuk warna dari jengkol hanya beberapa kelompok saja yang melakukannya untuk kepentingan personal, belum memikirkan untuk industri rumahan yang memaksimalkan potensi kulit jengkol sebagai pewarna pakaian ramah lingkungan. Informasi tentang potensi kulit jengkol sebagai pewarna kain jumputan.

Batang jengkol tidak sekuat batang tumbuhan kayu, untuk orang sunda sendiri baru sampai tahap dijadikan kayu bakar dan ukiran sederhana karena batangnya tidak sekuat kayu, jadi disinilah tantangan para inovator agar bisa memanfaatkan batang jengkol sebagai alternatif dari seni kriya.

Pohonnya sendiri jika dinilai fungsi ekologisnya yang paling kontributif adalah sebagai biomassa tanah yang berkontribusi dalam penyimpanan karbon di tanah. 

Karbon ini terperangkap dalam bahan organik tanah yang stabil dan dapat berlangsung dalam jangka waktu yang lama, mengurangi emisi gas rumah kaca ke atmosfer, artinya cocok ditanam ketika dunia sudah mulai diterjang gelombang panas.

Misalkan tujuan pembangunan global untuk mencapai energi bersih di tahun 2030 masih ada waktu jika jengkol ditanam di akhir tahun 2024 ini karena pertumbuhan jengkol cukup lama yaitu 6-10 tahun. Jadi 2030 sudah punya cadangan karbon dari jengkol. 

Akankah pemerintah dan masyarakat sipil memikirkan potensi jengkol untuk mencapai udara bersih di masa depan? Atau hanya akan menikmati sajian resep-resep jengkol, pohonnya kalau sudah tidak ada siapa yang akan menanamnya? 

sumber gambar: dokumentasi pribadi (pohon jengkol)
sumber gambar: dokumentasi pribadi (pohon jengkol)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun