Mohon tunggu...
Repa Kustipia
Repa Kustipia Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Gastronomist (Gastronome)

Membahas Gastronomi di @gastrotourism_academy Berhenti Menjadi Ahli Gizi (Nutritionist Registered) di tahun 2021. Bertransformasi Menjadi Antropolog Pangan dan Mengisi Materi Antropologi Pangan di Youtube : Center for Study Indonesian Food Anthropology Selengkapnya kunjungi tautan : https://linktr.ee/repakustipia

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Jengkol: Evolusi Gastronomi Masa Kini, Asam Jengkolat dan Fungsionalitas Komoditas

6 Juli 2024   12:06 Diperbarui: 16 Juli 2024   14:54 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
RK Maladi dan kawannya memanen jengkol di hutan Kubung, Kecamatan Delang, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, Rabu (16/1/2019). KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO 

Generasi Boomer (Pelestari & Penikmat Komoditas Jengkol) 

Generasi Boomer (Baby Boomer) adalah generasi yang berkontribusi pada permintaan jengkol hingga hari ini, mereka adalah para penikmat jengkol dengan berbagai olahan, rekomendasi tempat-tempat kuliner yang nikmat dengan sajian jengkolnya pasti mereka bisa menunjukkan dari yang legendaris sampai yang hanya untuk konsumsi harian sebagai lauk pauk yang nikmat.

Jadi, saatnya mengatakan: Terimakasih pada generasi boomer sejenak yang secara tidak langsung melestarikan dari kontribusi isi piring yang menghidangkan jengkol. 

Siapa itu generasi boomer?

David Foot (seorang demograf/ahli studi populasi dari Inggris) memuat kajian generasi Boomer (Baby Boomer) pada bukunya yang berjudul : Boom, Bust & Echo: How to Profit from the Coming Demographic Shift dimana usia Boomer ini bisa dilihat dari kisaran tahun 1946 sampai 1964 atau didefinisikan orang-orang yang lahir pasca Perang Dunia II. 

Heran, mengapa disebut dengan sebutan baby boomer ya? 

Hal ini dikarenakan adanya lonjakan kelahiran di masa pasca Perang Dunia II, peningkatan kelahiran inilah yang pada masa itu disebut banyaknya bayi-bayi lahir pada tahun 1946-1964 yang mencerminkan kemakmuran ekonomi dan sosial pasca perang, dan timbulnya gerakan kebangkitan perekonomian karena peningkatan kelahiran ini yang terus bertumbuh dan berkembang, makanya generasi Boomer mampu membangun ekonomi dan berkontribusi pada berbagai perubahan sosial dan budaya yang warisannya bisa dirasakan oleh generasi sekarang.

Bahkan sampai usianya pensiun dari pekerjaannya, generasi Boomer masih bisa dikategorikan sejahtera karena pengaruh perkembangan teknologi, merasakan perubahan/transisi revolusi industri, adaptif terhadap pergeseran nilai-nilai tradisional bahkan masih mampu memikirkan masa depan dengan semua perbekalan pengetahuan dan pengalamannya.

Itu sisi positif dari generasi Boomer yang mau tidak mau harus diapresiasi sebagai pemantik perubahan masa kini. 

Apakah generasi yang lainnya tidak menyukai jengkol?

Oh, jangan salah. Generasi selain boomer juga banyak penikmatnya bahkan generasi millenial (kisaran lahir pada tahun 1981-1996) ada yang menikmati jengkol dengan berbagai olahan dan resep kekinian.

Generasi boomer andalannya boleh saja semur jengkol dan jengkol balado, tapi generasi millenial sudah tahap jengkol saus lada hitam, steak jengkol, perkedel jengkol dan saus jengkol.

Saking jengkol bisa jadi seenak itu ketika diolah dengan kecocokan bumbu dari kreativitas pengolahnya, ini gagasan menarik dimana tidak ada stagnansi bukan dalam mengolah komoditas jengkol. 

Mengapa jengkol tidak bisa ditemui setiap hari? Tentu karena jengkol adalah komoditas musiman dan belum ada yang bisa menyimpan jengkol sampai masa simpan/durasi penyimpanannya tahunan.

Namun ada teknik tradisional orang kampung yang masih menggunakan teknik "mengubur jengkol" untuk ketersediaan jengkol/stok jengkol untuk dinikmati ketika sudah tidak musim jengkol. 

Generasi sekarang ada yang suka jengkol, tidak? 

Evolusi Gastronomi Masa Kini Pada Sajian Jengkol 

Indonesia bahkan Asia Tenggara selalu punya komoditas pangan yang unik dan membuat berbagai kesan bahkan kontroversial katakanlah itu: durian, nangka, dan jengkol ini. 

Selalu ada saja khas otentiknya komoditas ini. Durian dengan aromanya dan rasanya yang tidak semua orang suka namun ada yang menikmatinya sampai menyediakan durian di berbagai musim karena memang merupakan penikmat durian, nangka dengan kontroversi dengan asam lambungnya, dan jengkol dengan aroma khas jengkol yang semerbak ketika setelah mencicipinya. 

Namun tidak usah underestimate/rendah diri juga ketika ingin menikmati jengkol, para pendahulu/penikmat jengkol sebelum generasi sekarang sudah mahir mengantisipasi dari beberapa ketidaknyamanan jengkol ini seperti: 

1. Teknik pengolahan jengkol agar tidak bau dimulai dari teknik perebusan, penggorengan, pemanggangan dan penyimpanan jengkol bahkan ada teknik perendaman khusus untuk menghilangkan bau/aroma jengkol, karena yang ingin dicicipi adalah rasa jengkolnya. 

2. Teknik memberikan bumbu pada jengkol, walaupun digoreng atau direbus saja sudah cukup, tapi para penikmat jengkol terdahulu pasti memiliki bumbu-bumbu rahasia bahkan andalan untuk mencocokan cita rasa jengkol sehingga menjadi nikmat jika disajikan dengan nasi dan sambal walau diolah secara sederhana. 

3. Pemilihan jengkol, ini sesuai preferensi ada yang suka jengkol muda, tua, atau setengah matang dengan selera masing-masing maka hal ini berpengaruh pada harga jengkol di pasaran. 

Budaya menikmati jengkol, untuk orang sunda di Tasikmalaya - Jawa Barat, hadirnya sajian jengkol adalah budaya hidangan makan yang selalu membersamai dengan lalapan dan sambal.

Namun seiring berjalannya waktu kebiasaan ini sudah jarang ditemukan karena ketersediaan jengkol tidak selalu tersedia pada berbagai musim, jadi harus menunggu bulan-bulan tertentu seperti akhir tahun biasanya jatuh pada bulan Desember hingga akhir Februari atau Maret.

Jengkol banyak dijual di pasaran dan harganya bisa murah meriah, sebaliknya jika jengkol sedang tidak musim maka akan ditemui fenomena harga jengkol menjadi melambung bahkan setara dengan harga 1 kg daging sapi seperti di Jakarta ini pada tahun 2018 Rp. 100.000/kg-nya.

Lantas, bagaimana evolusi gastronomi jengkol jika dihubungkan dengan relevansi masa kini?

Jengkol masih terus diminati jika melihat permintaan pasokan komoditas jengkol. Untuk sampai bisa dinikmati oleh berbagai kalangan evolusi gastronomi ini terus mengalami perubahan, jika dalam hidangan resep-resep jengkol yang berubah tidak hanya disajikan berupa semur jengkol atau jengkol balado saja, adanya paduan kreatif seperti: resep soto jengkol, kopi jengkol, tongseng jengkol, nasi goreng jengkol, pasta jengkol, mie jengkol, jengkol krispi dan olahan-olahan lain yang konsumen akan tertarik untuk mencobanya.

Hal ini juga menghilangkan jengkol dengan berbagai stigmanya, karena ketika konsumen menutup pengetahuan dan informasinya yang mentok (misalnya tidak ingin menikmati jengkol hanya karena setelah makan jengkol mulut menjadi bau dan tidak sedap).

Tentu saja hal ini kurang pengetahuan karena banyak antisipasi untuk mengurangi aroma tersebut setelah menikmatinya, artinya relevansi informasi untuk peningkatan konsumsi jengkol harus dibarengi oleh informasi baru tentang cara menikmati jengkol (sebelum dan setelahnya). 

Sajian jengkol masa kini sudah banyak berubah, hingga akhirnya jengkol untuk generasi millenial pada masa itu menjadi daya tarik penelitian untuk kepentingan organoleptiknya (metode penilaian bahan-bahan pangan yang melibatkan indera untuk mendefinisikan: aroma, rasa, warna, tekstur, dan penampilan/display yang mendukung kualitas produk pangan atau makanan). 

sumber gambar: dokumentasi pribadi 
sumber gambar: dokumentasi pribadi 

Ketertarikan Pribadi Meneliti Jengkol dan Penjelasan Asam Jengkolat 

Latar Belakang Meneliti (Alasan kuat mempertahankan jengkol di hadapan dewan penguji) 

Fondasi meneliti komoditas jengkol untuk selalu bisa dikreasikan karena sejak kecil memiliki pohon jengkol di kebun dan pada saat itu jengkol tidak banyak diminati karena aromanya maka dari situlah komoditas ini harus dinaikkan derajatnya baik dari pengembangan komoditasnya, manfaatnya, hingga uji coba pembuatan produk lainnya yang bisa dinikmati semua orang karena stigma aroma yang mau sudah mulai terlupakan karena kreativitas pengembangan produk yang dibuat.

Hal ini pun dicoba dengan meneliti: Pengaruh variasi penambahan jengkol untuk mutu dan kadar protein stik jengkol.

Produk ini saya kontribusikan untuk camilan yang memiliki protein tinggi, karena jengkol memiliki nilai gizi : protein, karbohidrat, serat, vitamin C dan kalium yang mendominasi dalam biji jengkol. 

Mengapa pada protein tinggi? Hal ini tentu saja diambil dari penelusuran kejadian di wilayah saya dimana banyak perempuan dan lebih luasnya remaja punya masalah kelelahan, masalah pertumbuhan, kekebalan tubuh hingga penyembuhan luka ketika terjatuh sulit mengering dan sembuh.

Hal ini jika didiagnosa dalam intervensi gizi maka kekurangan zat gizi protein, karena protein hewani mahal untuk diolah sedangkan komoditas jengkol selalu berlimpah pada saat itu, maka dipilihlah jengkol sebagai potensi protein yang akan ditingkatkan produk pengembangannya menjadi stik jengkol. 

sumber gambar: dokumentasi pribadi 
sumber gambar: dokumentasi pribadi 

Apa saja manfaat nilai gizi yang terkandung dalam jengkol ? 

1. Jengkol yang mengandung protein, akan membantu penambahan protein yang berfungsi memperbaiki jaringan tubuh termasuk: kulit, otot, hingga organ tubuh.

Enzim dalam protein jengkol akan berkontribusi untuk metabolisme kekebalan tubuh, tentu saja protein ini akan memulihkan gejala yang ditemui seperti: kelelahan, luka sulit sembuh dan masalah tumbuh kembang yang bermasalah pada gejala sakit-sakitan pada kekebalan tubuh yang menurun.

Protein dari jengkol memberikan kekuatan alami ketika disantap, fungsi lain memberikan rasa kenyang lebih lama yang berasal dari protein nabatinya jengkol. 

2. Jengkol yang mengandung karbohidrat dan Serat, membantu menyalurkan pati dan serat yang memberikan energi tambahan dalam tubuh, sehingga seseorang ketika telah menyantap jengkol dengan berbagai jenis olahannya akan memiliki kekuatan untuk beraktivitas lebih aktif.

Sedangkan kandungan serat pada jengkol mempermudah untuk proses pencernaan sehingga mencegah sembelit, mengontrol kadar gula darah (jengkol memiliki kandungan diuretik ketika dikonsumsi dalam batas wajar atau tidak berlebihan, karena zat ini mampu menyerap glukosa/sumber energi utama dalam karbohidrat). 

3. Jengkol yang mengandung Vitamin C dan kalium akan lebih bermanfaat ketika pengolahannya tidak berkali-kali dalam suhu panas, maksudnya untuk mempertahankan vitamin C nya agar tidak hilang (karena vitamin C akan rusak jika dalam suhu yang terlalu panas).

Vitamin C dalam jengkol akan berperan sebagai antioksidan/pelindung untuk sel-sel tubuh yang rusak bisa karena kekebalan tubuh sedang berkurang atau kondisi tubuh sedang mengalami perubahan sehingga jaringan tubuh terganggu dalam fungsinya. 

Sedangkan kalium akan akan membantu keseimbangan cairan dalam tubuh, hal ini sering disepelekan karena tidak terlalu penting, jika menelisik fungsi kalium dalam tubuh maka kalium akan menentukan kesehatan fungsi otot dan jantung lebih lanjut kalium sering digunakan untuk perawatan pasien-pasien yang terkena stroke karena kalium dapat mengaktifkan kembali fungsi tubuh pada pasien stroke. 

Telaah patologi penyakit (ilmu yang mengeksplorasi tentang : penyebab, perkembangan, dan dampak penyakit pada tubuh dengan teknik menganalisis jaringan dan sel untuk memahami mekanisme penyakit, membantu diagnosis, dan merumuskan strategi pengobatan yang efektif) dan metabolisme gizi pada tubuh seseorang, metabolisme sendiri singkatnya membahas: alur proses biokimia yang mengubah zat gizi dari makanan (misalkan jengkol) menjadi energi dan bahan dasar tubuh.

Lebih lanjut metabolisme gizi dalam tubuh manusia akan mengarahkan pada proses : pencernaan, penyerapan, dan pemanfaatan makronutrien/zat gizi makro (karbohidrat, protein, lemak) serta mikronutrien/zat gizi mikro (vitamin dan mineral) untuk mendukung fungsi tubuh, pertumbuhan, dan pemeliharaan kesehatan.

Kompasianer, bisa membaca lebih lanjut pada buku yang tidak terlalu berat bahasannya seperti : Modern Nutrition in Health and Disease yang ditulis oleh Robert J. Cousins (seorang ahli biokimia gizi dari Amerika).

 sumber gambar: dokumentasi pribadi 
 sumber gambar: dokumentasi pribadi 

sumber gambar: dokumentasi pribadi 
sumber gambar: dokumentasi pribadi 

Kandungan Asam Jengkolat Pada Jengkol 

Apa itu asam jengkolat? Apakah zat ini mengerikan bagi tubuh? bukannya zat gizi jengkol bermanfaat?

Inilah kontroversialnya komoditas jengkol, disisi lain jika dilihat dari sudut pandang gastronomi, gizi, dan manfaat bagi tubuh akan sangat kontributif, namun komoditas jengkol jika disantap akan memberikan efek negatifnya juga jika dikonsumsi berlebihan, karena jengkol secara alamiahnya memiliki asam jengkolat. 

Asam jengkolat pada jengkol merupakan senyawa kimia organik yang berpotensi memberikan efek samping membentuk kristal dalam tubuh yang akan bersemayam di ginjal.

Hal ini sering banyak menyebabkan infeksi saluran kemih (tempat untuk lalu lintasnya urin) dan lebih parahnya asam jengkolat akan banyak menimbulkan reaksi tubuh bermacam-macam seperti gejala demam, nyeri abdomen/nyeri perut, dan hamturia (darah dalam urin). 

Perjalanan asam jengkolat dalam tubuh dimulai dari proses seperti ini dalam metabolismenya : 

Setelang jengkol dikonsumsi dalam jumlah berlebihan, asam jengkolat mulai diserap yang diantarkan lewat mulut (dari mulut tersebar enzim dari pemecahan karbohidrat melalui saliva/air liur) hingga akhirnya tubuh merespon bahwa ada asam jengkolat yang akan masuk ke sistem pencernaan. 

Proses penyerapan asam jengkolat sudah mulai masuk alat pencernaan akan dialirkan ke dalam darah melalui transportasi senyawa kimia asam jengkolat melintasi : hati yang dibawa oleh alira darah (disinilah metabolisme akan berproses). Untuk sampai ke hati, asam jengkolat akan melintasi lambung untuk mengonfirmasi asam lambung yang memecah komponen makanan dan terjadi kontak anatara asam lambung dan asam jengkolat dimana disinilah pertarungan untuk menuju hati, jika asam jengkolat lebih dominan, maka siap-siap tubuh akan merasakan gejala efek samping asam jengkolat, asam jengkolat pun berlari menuju usus halus melalui lumen-lumen usus yang akan bercampur dengan aliran darah. 

Proses selanjutnya adalah proses biotransformasi asam jengkolat adalah proses metabolisme asam jengkolat di hati, untuk bisa dibentuk menjadi senyawa larut yang mudah dieksresikan/dikeluarkan melalui proses konjugasi (mengubah senyawa menjadi bentuk larut air). Proses konjugasi ini melibatkan glukuronida (substansi yang menghubungkan jenis asam). Inilah yang memudahkan asam jengkolat melebur dengan bentukan cair. 

Proses akhir asam jengkolat adalah proses eksresi dimana asam jengkolat akhirnya disaring oleh ginjal (inilah penyebab masalah-masalah yang akan dirasakan oleh tubuh nantinya seperti terdeteksi bantu ginjal dan infeksi lainnya dari efek samping asam jengkolat). Di dalam ginjal asam jengkolat sudah berupaya disaring dan dikeluarkan sebagai produk metabolik oleh tubuh, namun karena kelebihan akan terciptanya kristal di ginjal pada akhirnya merembet ke kandung kemih (jalur untuk buang air kecil) dan parahnya nanti akan iritasi dan menurunkan fungsi organ-organ dalam tubuh. 

Untuk menjaga tubuh tetap sehat dan berfungsi normal dan tetap bisa menikmati jengkol sebagai sajian yang sedap, menurut batasan konsumsi nilai gizi, jengkol disarankan dikonsumsi dalam jumlah sedang (moderat) yang tidak lebih dari ukuran 100-150 gram per porsi dan tidak setiap hari, disarankan memiliki durasi jeda untuk menikmatinya kembali seperti seasonal/punya waktu tertentu bisa seminggu sekali sepiring kecil/porsi kecil atau 1 bulan 2x dalam menikmatinya. 

Fungsionalitas Komoditas Jengkol (Archidendron pauciflorum/Pithecellobium jiringa)

Sumber video : Youtube Gastro Tourism Academy (dokumentasi pribadi) 

Pertanyaan dalam tradisi turunan sunda dari generasi mudanya adalah, mengapa bisa pohon jengkol tumbuh di kebun-kebun orang sunda ? Hal ini jika dilacak dari sejarah migrasi komoditas yang masih belum jelas catatannya karena hal ini akan melibatkan sejarah botani Hindia Belanda.

Jengkol sendiri masuk dalam kategori komoditas tropis yang dituliskan oleh ahli-ahli botani dari Belanda pada masa Hindia Belanda seperti peneliti kantung semar dan sekilas tertarik pada jengkol adalah Pieter Willem Korthals yang hanya sekilas dalam sketsa tumbuhan saja. 

Tentunya jejak-jejak referensi jengkol belum ada yang lengkap ditemukan karena komoditas ini tidak menjadi komoditas prestisius atau unggulan pada masanya, mulai menjadi daya tarik justru jengkol berasal dari sajian biji jengkol dan daunnya yang digunakan untuk obat dari beberapa kelompok etnis.

Melihat referensi pembahasan jengkol sampai saat ini hanya seputaran asam jengkolat, resep-resep jengkol, dan manfaat komoditas jengkol, tidak sedetil komoditas lain yang sampai menemukan informasi indukannya berasal dari daerah mana dan ditemukan oleh siapa, tidak untuk jengkol. 

Jadi, mengapa tidak potensi khazanah pengetahuan komoditas jengkol diinformasikan oleh orang-orang yang ekosistemnya memiliki keberadaan komoditas jengkol seperti di Jawa Barat (bahkan Pulau Jawa), Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara dan daerah-daerah subtropis lainnya di Indonesia. 

Subtropis artinya iklimnya hangat dan tidak panas, sehingga pertumbuhan komoditas jengkol akan optimal menyesuaikan dengan kontur ekologisnya dan dirasakan manfaatnya bisa untuk pertumbuhan ekonomi atau sektor kuliner dengan kreasi resep andalan ciptaan masyarakat yang kreatif. 

Secara fungsi, umumnya komoditas jengkol memang hanya dimanfaatkan bijinya saja untuk kudapan, namun ketika melihat potensi lain dari hasil penelitian kulit jengkol bisa menjadi bahan pewarna tekstil.

Secara sejarah juga orang-orang sunda dahulu mewarnai kain-kain dengan tumbuhan untuk warna dari jengkol hanya beberapa kelompok saja yang melakukannya untuk kepentingan personal, belum memikirkan untuk industri rumahan yang memaksimalkan potensi kulit jengkol sebagai pewarna pakaian ramah lingkungan. Informasi tentang potensi kulit jengkol sebagai pewarna kain jumputan.

Batang jengkol tidak sekuat batang tumbuhan kayu, untuk orang sunda sendiri baru sampai tahap dijadikan kayu bakar dan ukiran sederhana karena batangnya tidak sekuat kayu, jadi disinilah tantangan para inovator agar bisa memanfaatkan batang jengkol sebagai alternatif dari seni kriya.

Pohonnya sendiri jika dinilai fungsi ekologisnya yang paling kontributif adalah sebagai biomassa tanah yang berkontribusi dalam penyimpanan karbon di tanah. 

Karbon ini terperangkap dalam bahan organik tanah yang stabil dan dapat berlangsung dalam jangka waktu yang lama, mengurangi emisi gas rumah kaca ke atmosfer, artinya cocok ditanam ketika dunia sudah mulai diterjang gelombang panas.

Misalkan tujuan pembangunan global untuk mencapai energi bersih di tahun 2030 masih ada waktu jika jengkol ditanam di akhir tahun 2024 ini karena pertumbuhan jengkol cukup lama yaitu 6-10 tahun. Jadi 2030 sudah punya cadangan karbon dari jengkol. 

Akankah pemerintah dan masyarakat sipil memikirkan potensi jengkol untuk mencapai udara bersih di masa depan? Atau hanya akan menikmati sajian resep-resep jengkol, pohonnya kalau sudah tidak ada siapa yang akan menanamnya? 

sumber gambar: dokumentasi pribadi (pohon jengkol)
sumber gambar: dokumentasi pribadi (pohon jengkol)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun