"API MERAH! SIAPKAN ANDANG API! KE ARAH SELATAN!"
      Teriakan Abdi terdengar sepanjang pantai dari mulai mercusuar hingga pesisir sebelah selatan. Suaranya membuat Panglima Malamo meneriakkan instruksi tiada henti kepada seluruh anak buahnya yang berada di pelabuhan untuk bersiap. Mereka akan kedatangan tamu, kawan dan musuh.                                                                ~~
      Hampir setengah jam berlalu setelah kehadiran Abdi di pantai pelabuhan, persiapan hampir selesai. Abdi sendiri mendaratkan dirinya di pasir pantai, tak terlalu sakit karena memang strukturnya empuk sehingga mudah mendapatkan pijakan. Di sebelah utaranya kini sedang berjejer seluruh pasukan yang ada di pelabuhan di bawah komando Panglima Malamo, yang selain meneriakkan instruksi juga terus memantau situasi di laut. Teropongnya terus terpaku pada satu titik, kapal di tengah terdepan. Mimik mukanya antara heran dan tak percaya, matanya tak bisa meninggalkan apa yang terjadi di laut bahkan satu detik pun.
      "Sudah setengah jam.. dan masih bertahan..."
      "Luar biasa, mungkin setara dengan kekuatan Pinisi Mataram.. padahal kapal yang mengepung besar-besar," teropongnya tak bisa lepas dari tangan.
      "Panglima..." suara seorang prajurit terdengar dari samping.
      "Mereka dikeroyok, tapi formasi tameng yang sempurna itu tak bisa ditembus panah..."
      "Maaf panglima..."
      "Musuh berhasil menaiki kapal mereka, tapi para prajurit di atasnya sudah siap, hmm.. senjata apa itu yang bisa menembak dari jauh.. seperti terakol tapi lebih besar..." pandangannya fokus ke arah seseorang yang kekar di dalam barisan tameng.
      "PANGLIMA!"
      Teropong segera terlepas dari tangan, konsentrasinya teralihkan dan ia pun segera berpaling ke arah suara tadi memanggil.